c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

18 Juni 2025

18:45 WIB

BI Proyeksikan Pertumbuhan Ekonomi RI Moncer Di Semester II/2025

BI memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan membaik pada semester II/2025. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi RI 2025 berada dalam kisaran 4,6-5,4%.

Penulis: Fitriana Monica Sari

Editor: Khairul Kahfi

<p>BI Proyeksikan Pertumbuhan Ekonomi RI Moncer Di Semester II/2025</p>
<p>BI Proyeksikan Pertumbuhan Ekonomi RI Moncer Di Semester II/2025</p>

Suasana gedung bertingkat perkantoran di Jakarta, Kamis (5/8/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) menc read more...atat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2021 sebesar 7,07 persen. Antara Foto/Galih Pradipta

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan membaik pada semester II/2025. Secara keseluruhan, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini berada dalam kisaran 4,6-5,4%.

“Berbagai respons kebijakan perlu terus diperkuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, baik dari sisi permintaan domestik maupun eksternal,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Juni 2025 di Jakarta, Rabu (18/6).

Baca Juga: BI Revisi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI Jadi 4,6-5,4% Pada 2025

Perry mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia perlu terus didorong di tengah ketidakpastian global akibat kebijakan tarif Amerika Serikat (AS) dan ketegangan geopolitik belakangan.

Kegiatan ekonomi kuartal II/2025 menunjukkan kinerja ekspor nonmigas yang lebih baik, dipengaruhi front loading ekspor ke Negeri Paman Sam sebagai respons antisipasi eksportir terhadap kebijakan tarif AS.

"Sementara itu, sumber pertumbuhan dari permintaan domestik melalui konsumsi rumah tangga dan investasi perlu makin ditingkatkan," ucapnya.

Dari sisi pemerintah, kebijakan fiskal ditempuh untuk mempercepat belanja melalui pemberian gaji ke-13 bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan subsidi transportasi, serta penebalan bantuan sosial kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

Dari sisi Bank Indonesia, penurunan suku bunga dan pelonggaran likuiditas ditempuh melalui kebijakan moneter yang dibarengi dengan peningkatan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) untuk mendorong kredit pembiayaan ke sektor-sektor prioritas.

“Bank Indonesia akan terus memperkuat sinergi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penguatan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran dengan kebijakan stimulus fiskal dan sektor riil pemerintah termasuk implementasi program Asta Cita,” tegas Perry. 

Ketidakpastian Ekonomi Global
Kendati demikian, Bank Indonesia memperkirakan ketidakpastian perekonomian global masih akan tetap tinggi ke depan. Akibat masih berlangsungnya negosiasi tarif antara AS dan sejumlah negara, serta eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah.

"Kondisi ini memerlukan kewaspadaan serta penguatan respons dan koordinasi kebijakan untuk menjaga ketahanan eksternal, menjaga stabilitas, dan mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri," ungkap Perry.

Baca Juga: Perang Israel-Iran, Sri Mulyani: Bawa Dampak Pada Perekonomian Dunia Dan RI

BI menilai, saat ini ketidakpastian perekonomian global sedikit mereda, meskipun tetap tinggi akibat dinamika negosiasi tarif resiprokal AS dan ketegangan geopolitik di Timur Tengah.

Perry mencatat, berbagai indikator menunjukkan kebijakan tarif AS berdampak pada melambatnya ekonomi dunia.

Pertumbuhan ekonomi di negara maju, seperti AS, Eropa, dan Jepang dalam tren menurun, di tengah kondisi kebijakan fiskal ekspansif dan pelonggaran kebijakan moneter di negara-negara tersebut.

Sementara, ekonomi China melambat akibat menurunnya ekspor terutama ke AS di tengah perlambatan permintaan domestiknya. Sedangkan, ekonomi India diperkirakan tumbuh baik, terutama didorong oleh masih kuatnya investasi.

"Dengan perkembangan tersebut, prospek pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2025 tetap sebesar 3%," kata Perry.

Baca Juga: Ketidakpastian Arah Kebijakan Tarif Trump Kembali Lemahkan Rupiah

Sementara itu, tekanan inflasi di AS menurun sejalan dengan ekonomi yang melambat meskipun terjadi kenaikan inflasi pada kelompok barang akibat kebijakan tarif. Sehingga memperkuat ekspektasi terhadap arah penurunan Fed Funds Rate (FFR) atau suku bunga kebijakan moneter Bank Sentral AS ke depan.

Di pasar keuangan global, pergeseran aliran modal dari Amerika Serikat ke aset yang dianggap aman dan aset keuangan emerging market terus terjadi.

"Perkembangan ini pun mendorong berlanjutnya pelemahan indeks mata uang dolar AS terhadap mata uang negara maju (DXY) dan negara berkembang (ADXY)," urainya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar