08 Mei 2025
19:35 WIB
BEI Nilai IHSG Masih Menarik Meski Melemah Usai The Fed Tahan Suku Bunga
BEI menegaskan pasar modal Indonesia tetap menjadi pilihan menarik di tengah ketidakpastian global. IHSG Kamis (8/5), ditutup melemah sebesar 98,47 poin atau 1,42% ke level 6.827,75.
Penulis: Fitriana Monica Sari
Seorang pria memantau pergerakan saham melalui gawainya di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (21/2/2025). AntaraFoto/Akbar Nugroho Gumay
JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada perdagangan hari ini, Kamis (8/5), ditutup pada zona merah. IHSG, dikutip dari RTI, melemah sebesar 98,47 poin atau 1,42% menjadi ke level 6.827,75.
IHSG baru melemah lagi usai tujuh hari beruntun ditutup menguat. Pelemahan IHSG disinyalir akibat langkah Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (The Fed) yang belum memangkas atau masih mempertahankan suku bunga acuan AS atau Fed Fund Rate (FFR) di bulan ini.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Penilaian Bursa Efek Indonesia (BEI) I Gede Nyoman Yetna menegaskan pasar modal Indonesia tetap menjadi pilihan menarik di tengah ketidakpastian global.
"Investasi di capital market, di Bursa Efek Indonesia, menjadi salah satu pilihan yang menarik di antara kondisi yang ada... The Fed masih dalam posisi yang saat ini posisi stand still lah," kata Nyoman di Gedung BEI, Jakarta, Kamis (8/5).
Baca Juga: IHSG Sentuh Level 7.000, Mungkinkah Terjadi?
Sementara itu, saat ditanya mengenai prospek IPO di tengah kondisi pasar yang menantang, Nyoman menepis kekhawatiran penurunan minat.
"Nah ini, enggak (turun minat IPO). Jadi saya tegasin, teman-teman sekalian, kalau kita komparasi ASEAN dan non-ASEAN, kita yang paling tinggi di ASEAN. Di non-ASEAN, kita sama dengan New York Stock Exchange," ujarnya.
Bursa Efek Indonesia menempati posisi teratas dari sisi pertumbuhan perusahan tercatat di kawasan Asia. Hal itu berdasarkan data dari World Federation of Exchange (WFE) di kuartal I/2025.
Sedangkan berdasarkan jumlah perusahaan IPO di kawasan ASEAN, Indonesia menempati posisi kedua terbanyak setelah Malaysia. Hingga Maret 2025, tercatat ada 11 perusahaan yang telah IPO. Sedangkan, Malaysia memimpin dengan 14 perusahaan.
Bukan Pelemahan Fundamental
Secara terpisah, Founder Stocknow.id Hendra Wardana mengamini IHSG pada hari ini ditutup melemah signifikan, setelah sempat menguat di awal sesi dan menyentuh level tertinggi harian 6.965,93.
Menurutnya, koreksi tajam ini dipicu oleh kombinasi faktor eksternal dan domestik yang menekan sentimen investor, terutama aksi jual investor asing yang mencatatkan net sell sebesar Rp906 miliar.
"Salah satu penyebab utama aksi jual ini adalah keputusan Federal Reserve (The Fed) yang kembali menahan suku bunga di level 5,25–5,50%. Meskipun kebijakan ini bersifat netral, namun pasar sebelumnya berharap adanya pemangkasan lanjutan pada 2025," ujar Hendra kepada Validnews, Kamis (8/5).
Ketika harapan itu tidak terwujud, kata Hendra, pelaku pasar global khususnya investor asing cenderung mengurangi eksposurnya di pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Sentimen negatif semakin diperkuat oleh meningkatnya ketidakpastian global akibat kebijakan tarif besar-besaran Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang diumumkan pada awal April 2025, yang memicu kekhawatiran akan babak baru perang dagang global.
Dari dalam negeri, lanjutnya, tekanan datang dari laporan Bank Indonesia terkait penurunan cadangan devisa menjadi US$152,5 miliar, atau turun US$4,6 miliar dibandingkan bulan sebelumnya.
"Penurunan ini mencerminkan langkah intervensi BI untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, yang sebelumnya sempat tertekan hingga mendekati Rp16.700 per dolar AS sebelum akhirnya ditutup menguat ke level Rp16.502," terang dia.
Baca Juga: Dekati Level 7.000, IHSG Diproyeksikan Melemah Hari Ini
Meski ini menunjukkan respons cepat otoritas moneter, Hendra menegaskan pelaku pasar menafsirkan situasi ini sebagai sinyal tekanan terhadap sektor eksternal.
Dari sisi teknikal, Hendra menilai pelemahan IHSG juga tergolong wajar sebagai bentuk koreksi setelah penguatan dalam beberapa hari terakhir, terutama karena indeks gagal menembus resistance psikologis di kisaran 7.000 dan berpotensi menguji support MA10 di level 6.783 dalam waktu dekat.
Adapun, saham-saham sektor perbankan, seperti BBCA, BBRI, dan BMRI menjadi pemberat utama indeks hari ini karena bobot kapitalisasi yang besar, serta kemungkinan aksi profit-taking dari investor asing.
Sebaliknya, sektor defensif mulai menunjukkan daya tahan, terlihat dari kenaikan saham-saham seperti Indofood CBP (ICBP) dan Kalbe Farma (KLBF).
"Yang paling menonjol adalah lonjakan saham BBTN sebesar 9,95%, yang didorong oleh prospek positif dari program perumahan nasional serta ekspektasi sinergi ke depan dalam ekosistem holding ultra mikro," ungkapnya.
Untuk perdagangan besok, Hendra menyarankan agar investor mencermati saham-saham seperti BBTN (target Rp1.200), AMRT (target Rp2.470), dan DKFT (target Rp380). Lantaran, memiliki momentum teknikal kuat dan dukungan sentimen sektoral.
"Secara keseluruhan, pelemahan IHSG hari ini lebih disebabkan oleh rotasi aset dan kekhawatiran global jangka pendek, bukan pelemahan fundamental ekonomi nasional, sehingga investor perlu tetap selektif namun tidak perlu panik yang berlebihan," tutur Hendra.
Indeks Saham Asia Tutup Beragam
Selain IHSG, Phillip Sekuritas Indonesia juga mencatat indeks saham di Asia sore ini, Kamis (8/5), ditutup beragam (mixed) setelah bank sentral AS Federal Reserve mempertahankan suku bunga acuan, sesuai dengan ekspektasi pasar.
Rinciannya, indeks saham di Jepang, Australia, China, dan Korea Selatan mencatatkan kenaikan. Sementara itu, indeks saham di Taiwan, Selandia Baru, dan Asia Tenggara berada di zona negatif.
"Sentimen pasar tertekan oleh konflik geopolitik yang terpusat pada ketegangan antara India dan Pakistan," tulis Tim Phillip Sekuritas, Kamis (8/5).
Selain itu, investor juga terus mencermati dengan waspada komentar Presiden AS Donald Trump mengenai ketidakseimbangan perdagangan (trade imbalances), serta reaksi dari berbagai negara untuk menenangkan Pemerintah AS.
Di sisi lain, kebingungan juga muncul atas dampak ekonomi jangka panjang dari perang dagang.
"Presiden Trump melalui unggahannya di media sosial mengatakan akan mengumumkan kesepakatan perdagangan terbatas dengan Inggris malam ini," tambahnya.
Meskipun rinciannya belum jelas, para pejabat AS dan Inggris dilaporkan telah melakukan pembicaraan minggu ini mengenai rencana untuk mengurangi tarif atas produk mobil dan baja.
Hal ini terjadi menjelang pembicaraan potensial untuk mencairkan suasana (ice breaker) antara AS dan Tiongkok akhir pekan ini, memperkuat harapan untuk de-eskalasi dalam ketegangan perdagangan antara dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia.
Baca Juga: Hampir Dekati Level 7.000, IHSG Hari Ini Menghijau dan Diprediksi Bergerak Mixed
Dari sisi moneter, para pelaku pasar akan mengamati dengan seksama pertemuan kebijakan Bank of England (BOE) malam ini, dengan ekspektasi pemangkasan suku bunga sebesar 25 bps.
Di Asia Tenggara, bank sentral Malaysia atau Bank Negara Malaysia (BNM) mempertahankan suku bunga acuan Overnight Rate di 3,0%.
Sementara itu, ekonomi Filipina mencatatkan ekspansi 5,4% year-on-year (yoy) di kuartal pertama 2025, naik tipis dari kenaikan 5,3% (yoy) di kuartal IV/2024. Namun, angka tersebut lebih rendah dari ekspektasi pasar yang memperkirakan pertumbuhan 5,7% (yoy).
Dari dalam negeri, posisi cadangan devisa (cadev) Indonesia pada akhir April 2025 tetap tinggi, sebesar US$152,5 miliar. Meski demikian, angkanya menurun dibandingkan posisi pada akhir Maret 2025 yang tercatat US$157,1 miliar.
Perkembangan ini antara lain dipengaruhi oleh pembayaran Utang Luar Negeri (ULN) Pemerintah dan kebijakan stabilisasi nilai tukar USD/IDR sebagai respons Bank Indonesia dalam menghadapi ketidakpastian pasar keuangan global yang semakin tinggi.