07 Agustus 2024
12:52 WIB
Bappenas-WRI Indonesia Teken Kerja Sama Perencanaan Pembangunan Rendah Karbon
Kementerian PPN/Bappenas dan WRI Indonesia menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) terkait perencanaan pembangunan rendah karbon dengan WRI Indonesia.
Penulis: Khairul Kahfi
Ilustrasi. Anak-anak bermain di pantai Bohay dengan latar belakang PLTU Paiton di Probolinggo, Jawa Timur, Selasa (7/7/2020). Antara Foto/Budi Candra Setya
JAKARTA - Kementerian PPN/Bappenas dan WRI Indonesia menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) terkait dukungan perencanaan dan kebijakan agenda Pembangunan Rendah Karbon (PRK) dan berketahanan iklim bidang kemaritiman dan sumber daya alam.
Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas Vivi Yulaswati menilai, penandatanganan itu memperkuat kerja sama keduanya yang telah berlangsung beberapa tahun terakhir dalam mendukung dua agenda Visi Indonesia Emas 2045. Yakni, transformasi ekonomi menuju ekonomi hijau serta PRK dan berketahanan iklim.
“Untuk memperkuat dukungan terhadap penyusunan perencanaan dan kebijakan yang mengedepankan prinsip PRK, Kementerian PPN/Bappenas dan WRI Indonesia sepakat mengukuhkan kerja sama melalui Nota Kesepahaman untuk mendukung pelaksanaan agenda PRK dan Berketahanan Iklim,” katanya dalam siaran pers, Jakarta, Selasa (6/8).
Adapun dirinya menjabarkan, MoU ini mencakup bidang pangan dan pertanian, kehutanan dan konservasi sumber daya air, kelautan dan perikanan, sumber daya energi, mineral dan pertambangan, dan lingkungan hidup.
Cakupan kerja sama meliputi penyusunan peta jalan dekarbonisasi nikel, penyusunan indikator transisi berkeadilan di sektor energi, penyelarasan target iklim Indonesia dengan perencanaan pembangunan nasional, dan penyusunan peta jalan implementasi strategi kerangka kerja karbon biru.
Baca Juga: Panas Bumi Jadi Senjata Dekarbonisasi Sektor Industri
Kemudian, pembentukan platform Kemitraan Multipihak untuk Transformasi Sistem Pangan Indonesia. Vivi berharap, kerja sama ini dapat berkontribusi pada dua dokumen, yakni RPJPN 2025-2045 dan RPJMN 2025-2029.
Terlebih, ekonomi hijau menjadi hal yang perlu menjadi perhatian seluruh pihak sebagai salah satu arah pembangunan menuju Indonesia Emas 2045. Karena itu, upaya transformatif dalam mencapai target ini perlu dilakukan melalui percepatan transisi energi berkeadilan menuju pemanfaatan energi baru terbarukan.
“Termasuk menyiapkan keahlian dan kesempatan kerja baru, serta pengembangan ekosistem yang memberikan insentif pada para pelaku,” jelasnya.
Transisi berkeadilan menitikberatkan pada keseimbangan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan untuk menekan risiko dan dampak negatif. Oleh karenanya, kerja sama keduanya fokus pada pengembangan indikator transisi berkeadilan di Indonesia untuk menjaga transisi yang adil dan inklusif.
Seperti mitigasi kerugian ekonomi dan dampak negatif terhadap lingkungan, mengurangi kesenjangan akses terhadap energi bersih, serta menyiapkan pengembangan SDM, peluang kerja, dan jaminan sosial.
Indikator ini untuk memonitor dan mengevaluasi secara berkala dampak transisi energi dari perspektif sosial, ekonomi, dan lingkungan di bawah rangka perencanaan pembangunan nasional.
Baca Juga: Menperin Pede Agenda Dekarbonisasi Industri Bisa Capai Target NZE 2050
Sementara itu, Country Director WRI Indonesia Nirarta Samadhi mengapresiasi penandatanganan MoU dengan studi indikator transisi energi berkeadilan sebagai cakupan kerja sama tersebut.
Pihaknya menekankan, Indonesia perlu memastikan manfaat dan risiko dari masa depan yang berkelanjutan tersebar secara merata pada seluruh kelompok masyarakat. Begitu pula, transisi yang berlangsung sejalan dengan agenda pertumbuhan ekonomi.
“Kami optimistis, awal dari studi untuk indikator transisi energi berkeadilan ini langkah penting mengawal pemanfaatan energi baru terbarukan secara berkelanjutan,” sebut Nirarta.
Urgensi Dekarbonisasi Industri Meningkat
WRI mencatat, urgensi untuk melakukan dekarbonisasi secara signifikan semakin meningkat. Seiring dengan meningkatnya frekuensi bencana alam yang disebabkan oleh perubahan iklim.
Pada 2019, sektor industri menghasilkan lebih dari 3 miliar ton setara karbon dioksida (CO2eq) dan berperan penting dalam pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) global, karena juga kontribusi emisi lintas sektor yang substansial.
Pengurangan emisi GRK di sektor industri dapat dicapai dengan perencanaan dekarbonisasi yang tepat dan ambisius. Terdapat empat langkah penting yang perlu dilaksanakan konsisten, agar dekarbonisasi industri dapat tepat sasaran dan mampu memberikan dampak
Yakni, menginventarisasi emisi gas rumah kaca (GRK) yang komprehensif, menargetkan pengurangan emisi GRK yang jelas, membuat dan merencanakan strategi pengurangan emisi, serta memantau dan memverifikasi implementasi strategi pengurangan emisi.
Meskipun setiap langkah memiliki prosesnya sendiri, sebagian besar melibatkan perhitungan emisi GRK yang mana perusahaan dapat mengukur baseline GRK mereka, menilai dampak dari pemilihan strategi pengurangan emisi, dan memantau serta mengevaluasi implementasi strategi pengurangan emisi.