07 Juli 2023
11:56 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
BOGOR - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menjamin, pemerintah terus melakukan langkah antisipatif minimalisasi dampak perubahan iklim dan El Nino terhadap ketahanan pangan nasional. Upaya tersebut ditempuh dengan menyinergikan program kesiapsiagaan antara pemerintah pusat dengan pemda.
Sedikitnya, program kesiapsiagaan untuk mengantisipasi krisis pangan berisi enam strategi yang akan didorong dan diperkuat implementasinya bersama pemda serta stakeholder pangan lain.
“Langkah pertama yang secara konsisten kita kerjakan bersama teman-teman di daerah adalah melakukan identifikasi dan konsolidasi kondisi pangan wilayah,” sebutnya dalam FGD Strategi dan Antisipasi Dampak El Nino Terhadap Ketahanan Pangan, Jakarta, Kamis (6/7), seperti dilansir dari keterangan resmi.
Agar mengetahui kondisi pangan wilayah secara tepat dan akurat, pemerintah mendorong pengintegrasian data neraca pangan daerah dengan pusat dalam satu sistem dashboard secara real time.
“Ini sangat penting karena menjadi dasar pengambilan kebijakan yang valid dan dapat mempercepat intervensi stabilisasi stok di daerah defisit,” ujarnya.
Kedua, dari sisi penganekaragaman konsumsi pangan, Bapanas terus mendorong dinas urusan pangan daerah seluruh provinsi dan kabupaten/kota menggali potensi pangan lokal di wilayah masing-masing.
Arief menilai, pemanfaatan dan pengembangan potensi pangan lokal dapat mengurangi ketergantungan terhadap pasokan pangan dari luar. Sehingga dapat memperkuat ketahanan pangan daerah.
Ketiga, langkah kesiapsiagaan juga dilakukan dengan pemetaan dan pendataan para champion atau produsen pangan wilayah yang bisa dilibatkan untuk menjaga rantai pasok pangan di daerah.
Pemerintah mendorong daerah mulai memetakan dan menyiapkan champion-nya yang terdiri dari para produsen dan pelaku usaha.
“Bisa dari kelompok BUMD atau private sector, seperti koperasi, UMKM, dan badan usaha lainnya,” papar Arief.
Keempat, NFA akan terus merangkul pemda dalam program-program yang rutin diinisiasi dari pusat, seperti penyaluran bantuan pangan, Gerakan Pangan Murah (GPM), dan Fasilitasi Distribusi Pangan (FDP). Hal ini akan terus digenjot pelaksanaannya karena program tersebut efektif meningkatkan daya beli masyarakat.
“Sekaligus sebagai instrumen untuk menjaga kewajaran harga pangan di tingkat produsen, pedagang, dan konsumen,” tambahnya.
Baca Juga: Bapanas Genjot Keterhubungan Pangan Antar Daerah
Untuk bantuan pangan, saat ini NFA telah mengusulkan untuk dilakukan penyaluran bantuan pangan beras tambahan pada 2023. Dengan jenis dan jumlah bantuan sama dengan periode sebelumnya, masing-masing Kelompok Penerima Manfaat (KPM) 10 kg beras/bulan, dengan durasi selama tiga bulan.
Arief mengatakan, NFA mengusulkan untuk dilakukan penambahan periode penyaluran bantuan pangan beras kepada 21,3 juta KPM. Penghitungan kebutuhan anggaran sudah pemerintah siapkan.
“Ini bagian dari kesiapsiagaan memastikan masyarakat yang membutuhkan memiliki bantalan untuk pemenuhan kebutuhan pokok dan menjaga daya beli, agar inflasi terkendali,” jelasnya.
Kelima, selain memastikan akses masyarakat terhadap kebutuhan pokok, ketersediaan sarana dan fasilitas untuk memperpanjang masa simpan produk pangan juga menjadi faktor kunci untuk menjaga ketersediaan pangan.
Arief mengatakan, salah satu dampak terbesar El Nino terhadap pangan adalah terganggunya produksi dan siklus pola tanam untuk musim tanam berikutnya, sehingga bisa berpengaruh pada ketersediaan pangan. Melihat tantangan tersebut, Arief menilai, keberadaan fasilitas rantai dingin menjadi penting.
“Sejak 2022, NFA telah melaksanakan penyaluran 19 fasilitas cold chain di 8 Provinsi untuk memperpanjang umur simpan pangan yang terdiri dari 7 cold storage, 6 reefer container, 3 air blast freezer dan 3 heat pump dryer. Untuk tahun ini sedang kita inventarisir jumlah kebutuhannya,” jelasnya.
Keenam, optimalisasi anggaran pangan di daerah semaksimal mungkin. Untuk mendukung dan menambah anggaran ketahanan pangan daerah, NFA melakukan mekanisme dekonsentrasi anggaran kepada dinas urusan pangan tingkat provinsi sesuai Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 13 Tahun 2023.
“Mekanisme dekonsentrasi ini dilakukan untuk memperkuat kemitraan antara pemerintah pusat dan daerah, juga upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan secara maksimal sesuai kebutuhan dan potensi pangan masing-masing daerah,” urainya.
Lebih lanjut, Arief meyakini, dengan adanya kolaborasi yang baik antara pusat dan daerah serta Kementerian/Lembaga dan stakeholder pangan, ketahanan pangan di Indonesia akan terjaga baik sehingga menghindarkan dampak serius dari El Nino dan perubahan iklim.
“Hal tersebut sesuai arahan Bapak Presiden yang menekankan pentingnya kolaborasi untuk memastikan ketersediaan dan keseimbangan harga pangan dari hulu hingga hilir,” katanya.
Optimisme Ketahanan Pangan Nasional
Pemerintah menilai, indikator ketahanan pangan nasional sedang berada dalam kondisi dan kinerja baik. Skor Global Food Security Index (GFSI) Indonesia 2022 menunjukkan kenaikan enam peringkat dibandingkan 2021, kenaikan paling signifikan pada aspek sumber keberlanjutan (sustainability) dan keterjangkauan (affordability).
Selain itu, Nilai Tukar Petani (NTP) pada 2023 mengalami peningkatan dengan angka tertinggi dalam lima tahun terakhir. Di mana semua subsektor menunjukkan angka di atas 100 poin, artinya petani mengalami surplus atau menunjukkan tingkat kesejahteraan petani semakin baik.
Sementara dari aspek keseimbangan konsumsi pangan, skor Pola Pangan Harapan (PPH) Indonesia 2022 berada di angka 92,9 poin. “Atau melampaui target yang dicanangkan sebesar 92,8 poin, adapun pencapaian ini lebih tinggi dari tahun 2021 yang berada di angka 87,2 poin,” sebutnya.
Untuk daerah rentan rawan pangan dan gizi, jumlah kabupaten/kota yang sangat rentan pangan (prioritas 1) mengalami penurunan dari 29 menjadi 26 kabupaten/kota, sedangkan jumlah kabupaten/kota yang rentan pangan (prioritas 2) juga menurun dari 17 menjadi 16.
Baca Juga: NFA Gandeng BRIN Perkuat Kebijakan Pangan Berbasis Riset-Inovasi
Terkait angka pengentasan stunting, angka prevalensi stunting di Indonesia juga mengalami penurunan. “Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, prevalensi stunting tahun 2022 adalah sebesar 21,6%, atau mengalami penurunan sebesar 9,2% dalam empat tahun,” urainya.
Utusan Khusus Presiden Bidang Kerja Sama Pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan Muhamad Mardiono saat membuka FGD tersebut mengatakan, sangat penting mengkaji dan menerapkan langkah-langkah strategis dan antisipatif untuk menghadapi dampak El Nino terhadap ketahanan pangan.
Dia mengatakan, hasil kajian dan pembahasan dalam FGD ini akan disampaikan kepada presiden sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi pelaksanaan kebijakan penguatan ketahanan pangan.
Adapun Menurut World Food Programme (WFP), negara dengan kerawanan iklim semakin tinggi cenderung akan menimbulkan kerawanan pangan yang berdampak pada populasi masyarakat dengan gizi kurang (undernourished).
Indonesia termasuk wilayah dengan kerawanan iklim medium, sehingga diperlukan awareness dan antisipasi untuk mengurangi potensi krisis pangan.