18 Juli 2024
08:00 WIB
Bapanas Sebut Realisasi Beras Impor Januari-Mei 2,2 Juta Ton
Total impor beras tahun ini sebesar 4,3 juta ton. Jika diakumulasikan dengan stok awal dan produksi domestik, diperkirakan total ketersediaan beras hingga Desember 2024 sekitar 39,8 juta ton.
Editor: Fin Harini
Pekerja menurunkan beras impor asal Vietnam milik Perum Bulog di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (16/12/2022). Antara Foto/Galih Pradipta
JAKARTA - Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Utama Badan Pangan Nasional (Bapanas) Sarwo Edhy mengatakan, realisasi beras impor periode Januari hingga Mei 2024 mencapai 2,2 juta ton.
"Realisasi (beras) impor Januari-Mei (2024) sudah 2,2 juta ton," kata Sarwo di sela-sela Focus Group Discussion (FGD) 'Membangun Sistem Kebijakan Pupuk Subsidi yang Lebih Adaptif dan Efektif Demi Menjaga Ketahanan Pangan Nasional' yang digelar di Jakarta, Rabu (18/7), dilansir dari Antara.
Dengan realisasi itu, Sarwo menyampaikan rencana impor pada Juni sampai dengan Desember 2024 masih sekitar 2,1 juta ton.
Meski begitu, Sarwo menyampaikan penyerapan produksi dalam negeri menjadi hal utama dalam menyediakan stok pangan nasional.
"Tentunya realisasi impor ini disesuaikan dengan keadaan produksi dalam negeri. Artinya kalau nanti bisa dipenuhi dari produksi dalam negeri, maka impor ini tidak kita lakukan, kira-kira seperti itu," ujar Sarwo.
Sarwo menerangkan, fungsi Bapanas adalah bagaimana memastikan agar 270 juta lebih penduduk Indonesia bisa terpenuhi kebutuhan pangannya.
Baca Juga: Indonesia Giat Impor Beras, Volumenya Melonjak Hingga 165,27%
Oleh karena itu, pihaknya menyusun neraca pangan nasional dengan melibatkan kementerian terkait yaitu Kementerian Pertanian, Kemenko Perekonomian, Bappenas, Badan Pusat Statistik dan instansi terkait lainnya.
Dari penyusunan neraca pangan itu, didapatkan stok awal beras sebesar 4,1 juta ton. Lalu, diperkirakan produksi dalam negeri 31,5 juta ton.
"31,5 juta ton ini perkiraan produksi dalam negeri, kalau tidak terkena banjir, kalau tidak terkena kekeringan, kalau tidak terkena hama dan penyakit," jelasnya.
Sementara itu, rencana impor mencapai 4,3 juta ton. Jika diakumulasikan dengan beras awal 4,1 juta ton dan produksi dalam negeri yang diperkirakan sebanyak 31,5 juta ton, maka diperkirakan total ketersediaan beras hingga Desember 2024 mencapai sekitar 39,8 juta ton.
Sementara itu, kebutuhan konsumsi beras bagi masyarakat Indonesia dalam satu tahun tercatat sekitar 31,2 juta ton, sedangkan kebutuhan per bulannya sekitar 2,6 juta ton.
Distribusi Pupuk
Oleh karena itu, Sarwo berharap pupuk nonsubsidi tetap tersedia dalam meningkatkan produktivitas pertanian dalam negeri.
"Kami sudah keliling ke sejumlah kabupaten/kota sampai ke tingkat kecamatan, sebenarnya para petani itu tidak mempermasalahkan harga pupuk, yang penting pupuk itu ada pada saat mereka membutuhkan," kata Sarwo.
Dia juga menyambut baik program dari PT Pupuk Indonesia yang akan mendirikan 26 ribu lebih kios pupuk di seluruh tanah air.
"Ya mudah-mudahan ini (kios pupuk) menjadi solusi bagi ketersediaan pupuk. Jadi, artinya bahwa ketika pupuk subsidi ini terbatas maka di kios-kios itu harus ada pupuk nonsubsidi," ujar Sarwo.
Menurut dia, petani pasti akan tetap membeli pupuk nonsubsidi jika tersedia di kios-kios. Namun, dia berharap agar pupuk subsidi dapat menyasar petani sehingga bisa meningkatkan produktivitas pertanian dan indeks pertanaman (IP).
"Itu pasti dibeli oleh para petani. Karena saya sampaikan di sini bahwa para petani tidak mempersoalkan itu pupuk subsidi atau nonsubsidi yang penting pupuk itu ada di kios-kios sehingga mereka dapat memupuk pada waktunya," jelasnya.
Sarwo juga menyarankan agar adanya data yang valid bagi penerima pupuk subsidi.
Pupuk Indonesia mencatat total kios pupuk secara nasional sebanyak 27.031 di seluruh tanah air. Dari jumlah itu, yang sudah pernah melakukan login sebanyak 27.115 dan kios bertransaksi tercatat 25.140 per 17 Juli 2024.
Baca Juga: Pupuk Indonesia Ungkap Alasan Belum Bisa Salurkan Pupuk Subsidi Tambahan
Direktur Utama Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi menegaskan bahwa pihaknya tetap akan menyalurkan pupuk bersubsidi kepada petani, meski kontrak pertama senilai Rp26,7 triliun akan habis di Juli 2024.
"Jadi, komitmen kami bersama dengan pemerintah sambil proses anggarannya itu diselesaikan, Pupuk Indonesia akan terus menyalurkan pupuk," kata Rahmad dalam kesempatan yang sama.
Menurut dia, pupuk sangat berperan penting dalam meningkatkan produktivitas pertanian, dengan kontribusi bisa mencapai 62%.
Selain itu, penggunaan pupuk yang tepat dapat mengoptimalkan kualitas tanah dan hasil panen, memastikan kemandirian pangan negara. Apalagi saat ini perlu meningkatkan pangan di tengah perubahan iklim fenomena El Nino.
Pupuk Indonesia mendapat tugas dari pemerintah melalui Kementerian Pertanian agar menyalurkan pupuk subsidi sebesar 9,55 juta ton atau senilai Rp54 triliun di tahun 2024.
Namun, dari tugas tersebut, Pupuk Indonesia baru melakukan kontrak pertama dengan volume 4,7 juta ton dengan nilai kontrak Rp26,7 triliun. Kontrak tersebut akan habis di Juli ini.
Rahmad mengungkapkan saat ini pihaknya sudah melaporkan hal itu kepada Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Pupuk Indonesia saat ini ini juga sedang menggarap administrasi untuk kontrak lanjutan.
Ia menegaskan meskipun kontrak lanjutan belum ada, tetapi Pupuk Indonesia sebagai BUMN tidak akan membiarkan petani kesulitan sehingga penyaluran masih akan terus berlanjut. Hal itu juga sesuai arahan dari Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman.