c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

04 September 2024

18:18 WIB

Banyak Pasal Tak Sinkron, Gapmmi Desak Revisi PP Kesehatan

Gapmmi meminta pemerintah segera merevisi PP Kesehatan yang baru, karena tidak sinkron dengan pelaku industri, dan berpotensi mengerek harga.

Penulis: Aurora K M Simanjuntak

<p id="isPasted">Banyak Pasal Tak Sinkron, Gapmmi Desak Revisi PP Kesehatan</p>
<p id="isPasted">Banyak Pasal Tak Sinkron, Gapmmi Desak Revisi PP Kesehatan</p>

Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan dan Minuman (GAPMMI) Adhi Lukman di Senayan, Jakarta, Senin (19/8). ValidNewsID/ Aurora KM Simanjuntak

JAKARTA - Gabungan Produsen Makanan dan Minuman (Gapmmi) mendesak pemerintah untuk merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman mengatakan, banyak pasal di PP Kesehatan yang tidak kondusif bagi para pelaku industri, termasuk sektor makanan dan minuman (mamin). 

Dia menekankan, pasal paling memberatkan dan tidak sesuai, yaitu aturan soal pengendalian konsumsi gula, garam dan lemak atau GGL.

Aturan soal GGL tertuang dalam Pasal 194 dan 195 PP Kesehatan. Adhi menyampaikan, beleid tersebut memuat batasan atau bahkan pelarangan penggunaan GGL, di mana hal itu tidak sinkron dengan proses industri yang menggunakan ketiganya untuk memproduksi produk mamin.

"Kami berharap revisi PP, karena banyak pasal tidak sinkron (bagi industri), misalnya Pasal 194, pemerintah tentukan standar bahan yang risiko penyakit tidak menular atau PTM, tapi di Pasal 195 dilarang menggunakan bahan baku yang menyebabkan PTM," ujarnya saat ditemui awak media di pameran Fi Asia Indonesia, Jiexpo, Jakarta, Rabu (4/9).

Baca Juga: PP Kesehatan Bakal Berimbas ke Industri, Ini Penjelasan Kemenperin

Adhi juga menilai, penyakit tidak menular atau PTM seperti diabetes, hipertensi, kolesterol, banyak disebabkan oleh pola konsumsi GGL yang salah di masyarakat Indonesia. Karena menurutnya, komoditas GGL dan produk yang mengandung GGL tidak serta merta menyebabkan PTM.

Oleh karena itu, dia mengutarakan pentingnya perbaikan dari sisi pola konsumsi masyarakat. Menurutnya, pemerintah perlu memberikan edukasi lebih masif mengenai hal itu, termasuk kepada anak-anak dan para pemuda.

Tidak hanya pemerintah, pihak lain seperti pengusaha swasta, non government organization (NGO) dan tokoh-tokoh publik juga perlu turut memberikan edukasi.

"Mengenai upaya penanganan PTM, kita sepakat kita setuju bahwa itu harus dilakukan bersama-sama oleh masyarakat, dunia usaha, NGO harus bersama-sama menurunkan itu," ucap Ketum Gapmmi.

Karena, sambung Adhi, apabila hanya memberikan larangan kepada industri dan pelaku usaha, maka penurunan PTM tidak bakal berjalan efektif. Sementara itu, dia menilai edukasi bakal lebih berbobot dampaknya.

"Ini kan kita enggak boleh pakai gula, garam. Terus mau gimana? Lemak, garam, gula itu enggak salah, yang salah itu pola dan gaya hidup serta konsumsi kita. Itu yang harus diperbaiki, melalui edukasi, jadi jangan produknya yang disalahkan," tutur Ketum Gapmmi.

Cukai MBDK
Ditambah lagi, melalui PP Kesehatan, pemerintah berencana untuk menerapkan cukai, baik untuk pangan olahan maupun minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Adhi mengatakan, apabila itu diterapkan nantinya akan berimbas mengerek harga produk. Akhirnya, harga jual ke konsumen jadi lebih mahal.

"Cukai itu bisa menaikkan 30% harga kalau sampai pemerintah mau mewacanakan Rp1.700 per liter (cukai MBDK), itu dampaknya luar biasa. Kita enggak tahu akan terjadi seperti dampaknya, gonjang-ganjingnya itu akan sangat berat," imbuh Adhi.

Baca Juga: Petani Tembakau Dan Cengkeh Tolak Pasal Pengamanan Zat Adiktif Di PP Kesehatan

Berdasarkan beberapa pertimbangan tersebut, Gapmmi meminta pemerintah untuk segera merevisi PP Kesehatan. Selain tidak kondusif bagi industri, Gapmmi tidak pernah dilibatkan dalam diskusi sampai penerbitan PP 28/2024.

Padahal, Adhi menekankan, industri makanan, minuman, pangan olahan dan kemasan merupakan pelaku utama ekonomi. Dia juga mengatakan, tidak ada kajian komprehensif seperti kajian risiko dan dampak menyeluruh yang timbul sebelum penerapan PP Kesehatan.

"Kita sudah sampaikan ke pemerintah bahwa banyak pasal-pasal di PP yang enggak kondusif bagi industri. Kami sudah beri masukan lewat Kementerian Perindustrian, kelihatannya belum diakomodasi, kami harap ini dapat segera dibahas lebih lanjut," tutupnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar