17 Oktober 2024
13:29 WIB
Bakal Ada Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi, LPS: Belum Ada Komunikasi
Wakil Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Lana Soelistianingsih mengungkapkan bahwa pihaknya belum ada komunikasi dengan Kemenkop UKM perihal penjaminan simpanan koperasi.
Penulis: Fitriana Monica Sari
Wakil Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Lana Soelistianingsih saat ditemui di Jakarta, Rabu (16/10) malam. Validnews/Fitriana Monica Sari
JAKARTA - Belakangan, Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) gencar mendorong pembentukan lembaga penjamin simpanan (LPS) khusus untuk koperasi melalui Revisi Undang-Undang Perkoperasian.
Dengan adanya LPS, diharapkan simpanan anggota koperasi akan lebih aman, bahkan jika koperasi tersebut mengalami kesulitan keuangan.
Wakil Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Lana Soelistianingsih mengungkapkan bahwa pihaknya belum ada komunikasi dengan Kemenkop UKM perihal tersebut.
Menurutnya, saat ini LPS tengah fokus kepada penjaminan asuransi terlebih dahulu yang akan efektif pada tahun 2028.
Asal tahu saja, LPS baru akan menerapkan mandat Program Penjaminan Polis (PPP) Asuransi per 12 Januari 2028 mendatang atau lima tahun sejak UU P2SK diundangkan.
Dengan adanya mandat itu, nantinya LPS tidak hanya diberi wewenang untuk menjamin dana masyarakat di bank, melainkan juga dapat melakukan penjaminan dana masyarakat di perusahaan asuransi.
"Belum (komunikasi dengan Kemenkop UKM). Kita aja yang penjaminan asuransi baru efektif nanti di 2028. Jadi, ya bertahap kita fokus dulu pada penjaminan asuransi ini," kata Lana saat ditemui di Jakarta, Rabu (16/10) malam.
Baca Juga: Teten: Pengesahan RUU Perkoperasian Akan Perbaiki Ekosistem Koperasi
Lana menuturkan bahwa pihaknya tengah mempersiapkan penjaminan asuransi sebaik mungkin. Sehingga, penjaminan asuransi bisa siap dan efektif pada tahun 2028.
"Kita sedang mempersiapkan harus bisa efektif di tahun 2028. Jadi, kita fokus di situ," imbuhnya.
Sebelumnya, dikutip dari Antara, Deputi Bidang Perkoperasian Kemenkop UKM Ahmad Zabadi menilai penting adanya LPS sebagai penjamin simpanan anggota.
"Sehingga, ketika koperasi mengalami goncangan likuiditas misalnya, anggota tetap merasa terlindungi simpanannya karena dijamin oleh LPS," kata Ahmad dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (10/10).
Ia menuturkan bahwa kehadiran LPS juga penting, mengingat sebagian besar koperasi di Indonesia bergerak di koperasi sektor keuangan seperti simpan pinjam.
Kemenkop UKM mencatat sekitar 60-70% koperasi di Indonesia bergerak di sektor keuangan, dan kurang dari 30% bergerak di sektor riil.
Lebih lanjut, ia mengemukakan bahwa dalam RUU Perkoperasian, pemerintah juga akan menerapkan sanksi pidana yang tegas bagi pihak-pihak yang melakukan praktik-praktik yang merugikan koperasi.
Selain sanksi pidana, RUU Perkoperasian juga mengatur mengenai komite mitigasi. Komite ini bertugas untuk menangani permasalahan koperasi yang mengalami kesulitan likuiditas atau masalah lainnya yang berpotensi menimbulkan efek domino.
Baca Juga: Pemerintah Komitmen Gaungkan Koperasi Modern 2024
Selain itu, Ahmad mengatakan, Kemenkop UKM juga terus mendorong penguatan pengawasan terhadap koperasi untuk mencegah praktik-praktik yang dapat merugikan koperasi dan anggotanya.
Menurutnya, salah satu kendala utama dalam pengawasan koperasi saat ini adalah pembagian tanggung jawab pengawasan yang terpecah-pecah antar tingkat pemerintahan.
Saat ini, pengawasan koperasi dibagi berdasarkan wilayah. Koperasi di tingkat kabupaten/kota diawasi oleh bupati/wali kota, sedangkan koperasi tingkat provinsi diawasi oleh gubernur. Sistem ini dinilai membuat pengawasan menjadi tidak efektif karena kurangnya koordinasi.
“Sementara dari 130.000 koperasi lebih, sebagian besar berada di kabupaten/kota. Sehingga kalau sistem pengawasannya tidak terintegrasi maka akan mengurangi efektivitas fungsi pengawasan itu sendiri,” jelasnya.
Kementerian Koperasi dan UKM telah menginisiasi perubahan Undang-Undang Perkoperasian sejak awal 2023. Namun, RUU tersebut tidak berhasil dibahas oleh DPR RI hingga akhir masa jabatan. Padahal, pembahasan RUU ini telah direncanakan akan dimulai pada Oktober 2023.