31 Juli 2025
10:40 WIB
Bahlil Ungkap Tantangan RI Capai Lifting Minyak 900 Ribu BOPD 2029
Bahlil mengungkap ada sejumlah tantangan untuk mendongkrak lifting minyak nasional jadi 900 Ribu BOPD di 2029. Mulai dari banyaknya sumur tua, sumur idle, sampai tingginya risiko investasi hulu migas.
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Khairul Kahfi
Kementerian ESDM dan SKK Migas saat meninjau sumur migas Ledok, salah satu lapangan migas tua di wilayah kerja Pertamina EP Cepu di Blora, Jawa Tengah, Kamis (17/7). Dok Kementerian ESDM
JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan, ada sejumlah tantangan yang dihadapi pemerintah untuk mendongkrak lifting minyak nasional. Presiden Prabowo Subianto ingin lifting minyak nasional menyentuh setidaknya 900 ribu barel per hari (BOPD) pada 2029-2030 mendatang.
Tantangan pertama, sebagian sumur minyak yang beroperasi saat ini merupakan sumur-sumur tua. Artinya, harus ada intervensi teknologi supaya produksi dan lifting minyak dari sumur tua tersebut bisa menjadi optimal.
"Kita mempunyai tantangan yang luar biasa. Pertama, memang sumur-sumur kita sekarang ini sumur tua, sumurnya sebelum Indonesia merdeka sudah ada," imbuh Bahlil dalam gelaran Energi & Mineral Festival 2025, Jakarta, Rabu (30/7).
Baca Juga: Pacu Lifting Minyak, Bahlil Janjikan Percepatan Izin Bagi KKKS
Kemudian, persoalan banyaknya sumur-sumur idle yang menghambat laju produksi minyak nasional. Adapun sumur idle merujuk pada sumur yang sebelumnya aktif berproduksi, tapi operasionalnya sudah berhenti dalam kurun waktu tertentu.
Pemerintah menetapkan kriteria idle mengacu pada lapangan yang tidak diproduksikan selama dua tahun berturut-turut, serta lapangan dengan Plan of Development (POD) selain POD ke-1 yang tidak dikerjakan selama dua tahun berturut-turut.
Keementerian ESDM mencatat, dari total 44.985 sumur yang ada di Indonesia, sekitar 16.990 memenuhi kriteria untuk dicap sebagai idle well.
Sayangnya, tak semua idle well bisa direaktivasi karena beberapa faktor. Mulai dari, ketiadaan potensi subsurface, keekonomian yang tak terpenuhi karena mahal (high cost reactivation) dan harga minyak mentah, serta faktor HSE dan nonteknikal.
"Kedua (tantangan), itu idle well kita masih banyak dan yang ketiga memang investasi di bidang migas ini luar biasa besarnya dengan risiko yang besar," tambah Bahlil.
Baca Juga: Legalisasi Sumur Masyarakat, Taktik Anyar RI Dongkrak Lifting Minyak
Walau demikian, Eks-Ketua Umum HIPMI itu tetap optimistis lifting minyak bisa memenuhi ekspektasi dari kepala negara, yakni 900 ribu BOPD pada kisaran 2029-2030 mendatang.
Pasalnya, Bahlil telah menemui Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk mencari solusi atas permasalahan dan tantangan yang dihadapi industri hulu migas Indonesia.
"Tetapi kalau kita melihat dari upaya yang kita lakukan dengan KKKS, rasanya sih ada secercah harapan untuk kita menuju pada perbaikan lifting untuk mencapai target APBN 2029-2030 harus minimal kurang lebih 900 ribu BOPD," tandasnya.
Sederet tantangan itu sejatinya sudah menjadi batu sandungan bagi pencapaian lifting selama 2008-2024 lalu. Selama periode ini, lifting minyak tercatat terus menurun setiap tahunnya.
Baca Juga: SKK Migas: Produksi Minyak Semester I/2025 RI Baru 579 Ribu BOPD
Hingga pada 2024, lifting minyak hanya mencapai 579-580 ribu BOPD, sangat jauh dari yang ditargetkan dalam APBN tahun itu sebesar 660 ribu BOPD. Adapun target lifting minyak pada APBN 2025 dipatok sebesar 605 ribu BOPD.
"Hari ini saya keluar kantor, saya lihat di layar monitor yang online sudah mencapai 608 ribu BOPD, tapi belum akumulatif ya. Ya kita doakan, saya mohon support bahwa atas berkat dan arahan, serta perintah Pak Presiden Prabowo untuk lifting kita harus bisa mencapai target APBN," sebutnya.