19 Juli 2025
14:06 WIB
Bahlil Kulik Peluang Optimalisasi Etanol Dan Metanol Dari Kebun Tebu Merauke
Menteri ESDM menegaskan tebu di Merauke harus dikonversi menjadi etanol dan metanol guna menopang program biodiesel dan biofuel.
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Fin Harini
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia. Antara Foto/Aditya Pradana Putra
JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mendorong komoditas tebu dari perkebunan di Merauke, Papua Selatan, dioptimalkan untuk memproduksi metanol dan etanol.
Kedua produk tersebut, yakni metanol dan etanol diperlukan dalam rangka memasifkan program biodiesel dan biofuel sebagai salah satu senjata transisi energi.
Hal tersebut diungkapkannya dalam Sidang Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Ke-2 dan Ke-3 Tahun 2025. Pada kesempatan itu, Menteri Bahlil menilai optimalisasi tebu sebagai bahan baku metanol dan etanol juga dilakukan dalam rangka menekan impor.
"Kita ini kan impor etanol dan metanol ini setiap tahun. Jadi mungkin yang di Merauke ini yang perlu kita push untuk tebunya itu dikonversi ke etanol dan metanol saja," tuturnya lewat siaran pers yang diterima, Sabtu (19/7).
Baca Juga: Bahlil Sebut Rencana Investasi Kebun Tebu Di Merauke Capai Rp83 T
Sekadar informasi, Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan, dan Perikanan (DP2KP) Provinsi Papua Selatan mengungkapkan ada investor yang bergerak di bidang perkebunan tebu dan ingin menyuntikkan modal sekitar Rp60,7 triliun.
Investasi Rp60,7 triliun itu bukan sekadar untuk pembukaan lahan dan penanaman tebu, tetap juga pembangunan pabrik yang memproduksi gula.
"Berbagai persiapan sudah dilakukan, baik pembibitan, maupun pembukaan lahan, serta pembangunan pabrik yang direncanakan mulai beroperasi 2026 mendatang," ucap Kepala DP2KP Provinsi Papua Selatan Paino seperti dikutip Antara.
Lebih lanjut, Bahlil menyebut Brasil menjadi salah satu contoh negara yang sukses dalam memanfaatkan bioenergi sebagai senjata masifikasi energi baru dan terbarukan (EBT).
"Mereka pakai tebu ya bensinnya itu, mereka menuju 100% bisa pakai itu karena mereka pertaniannya bagus, etanolnya bagus, biodieselnya juga dia pemenang," tandas dia.
Kekaguman Bahlil terhadap pengembangan bioetanol di Brasil mencuat ketika Eks-Ketua Umum HIPMI itu ikut dalam rombongan kunjungan kerja Presiden Prabowo Subianto ke Negeri Samba beberapa waktu lalu.
Menurutnya, kesuksesan dalam mengembangkan bioetanol menjadikan Brasil sebagai produsen etanol terbesar nomor dua di dunia saat ini. Tak heran, dirinya menjadikan Brasil sebagai referensi penting bagi Indonesia yang tengah mempercepat bauran energi bersih dalam agenda transisi energi.
Baca Juga: Kejar Swasembada Gula 2028, Pemerintah Bakal Revisi Dua Aturan
Dia menilai, model pengembangan bioetanol oleh Brasil sangat relevan dengan rencana pemerintah yang tengah memperluas pemanfaatan biofuel, terutama dengan mengembangkan bahan bakar baru.
"Pengembangan bioetanol merupakan bagian dari strategi nasional untuk menciptakan ekosistem energi yang berkelanjutan dan inklusif," ungkap Bahlil beberapa waktu lalu.
Asal tahu saja, pemerintah telah melakukan uji pasar terhadap bioetanol melalui produk Pertamax Green 95, yakni bensin RON 95 yang dicampur dengan 5% etanol (E5), yang kini mulai tersedia di beberapa SPBU kelolaan PT Pertamina.
Pemanfaatan bioenergi di Indonesia telah diperkuat dengan terbitnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2025 tentang Pengusahaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN).
Beleid itu mengatur tata kelola bioenergi, termasuk bioetanol secara komprehensif mulai dari pengusahaan, distribusi, sampai pemanfaatannya pada sektor transportasi. Kemudian, Permen ESDM Nomor 4 Tahun 2025 tersebut juga mengatur insentif bagi pelaku usaha terkait.