12 November 2025
10:56 WIB
Bahlil Kebut Proyek DME; Lokasi Diputuskan Desember 2025, Dibangun 2026!
Menteri ESDM Bahlil menyampaikan pemerintah segera memutuskan lokasi proyek hilirisasi batu bara menjadi DME pada Desember 2025. Jika berhasil, proses pembangunannya akan dimulai pada 2026.
JAKARTA - Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyampaikan, rencana pemerintah untuk memutuskan lokasi proyek hilirisasi batu bara menjadi Dimetil Eter (DME) pada Desember 2025, dan memulai proses pembangunannya akan dimulai pada 2026.
“Kemarin rapat dengan Pak Presiden (Prabowo Subianto) dengan Pak Rosan (Menteri Investasi dan Hilirisasi sekaligus CEO Danantara), di Desember ini akan diputuskan lokasi-lokasinya,” ucapnya ditemui setelah rapat kerja bersama Komisi XII DPR RI, Jakarta, Selasa (11/11), melansir Antara.
Baca Juga: Berharap Pada China Dan Eropa Untuk Proyek Gasifikasi Batu Bara
Dia menyampaikan, realisasi proyek DME mendesak untuk mengurangi angka impor LPG. Bahlil memperkirakan, konsumsi LPG pada 2026 kurang lebih sekitar 10 juta metrik ton (MT). Akan tetapi, kapasitas produksi nasional kurang lebih di angka 1,3-1,4 juta MT per tahun.
Bahlil menekankan, kesenjangan antara kebutuhan nasional dan kapasitas produksi tersebut menyebabkan Indonesia mengalami defisit LPG sekitar 8,6 juta MT, yang akhirnya dipenuhi dengan impor.
“Maka, mau tidak mau kita harus cari substitusi impor. Caranya apa? DME,” ujar dia.
Pernyataan tersebut terkait dengan kebutuhan LPG yang meningkat sekitar 1,2 juta MT per tahun setelah diresmikannya pabrik petrokimia PT Lotte Chemical Indonesia (LCI). Pabrik tersebut berdiri di Cilegon, Banten, seluas 107,8 hektare atau sekitar 1,08 juta meter persegi. Pembangunan pabrik itu menelan investasi sekitar US$4 miliar.
Baca Juga: PTBA: China Jadi Best Practice Gasifikasi Batu Bara
Presiden Prabowo Subianto dalam rapat terbatas pada Kamis (6/11), telah memerintahkan jajaran menteri untuk mempercepat 18 proyek hilirisasi yang telah melewati tahap prastudi kelayakan dan nilai keseluruhannya mencapai hampir Rp600 triliun.
"Dengan kita melakukan percepatan 18 proyek yang nilai investasinya hampir Rp600 triliun, maka ini akan menciptakan pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan pekerjaan, dan produk-produknya itu menjadikan sebagai substitusi impor, salah satu di antaranya adalah menyangkut dengan DME," kata Bahlil.
Peluang Naikkan Pembatasan Ekspor Batu Bara
Adapun saat raker bersama Komisi XII DPR, Bahlil menyampaikan, pemerintah membuka peluang memangkas jatah ekspor batu bara dengan menaikkan persentase Domestic Market Obligation (DMO) menjadi lebih dari 25%.
“DMO harus clear. Bahkan ke depan kita ada merevisi RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya), DMO-nya mungkin bukan 25 persen, bisa lebih dari itu,” ucapnya.
Aturan mengenai DMO batu bara termaktub di dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 399.K/MB.01/MEM.B/2023 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri ESDM Nomor 267.K/MB.01/MEM.B/2022 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri.
Baca Juga: PTBA Siapkan Lahan 600 Hektare Untuk Kawasan Hilirisasi Batu Bara
Pemerintah menetapkan persentase penjualan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri (DMO) sebesar 25% dari realisasi produksi batu bara pada tahun berjalan.
Aturan tersebut berlaku kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Batu bara, Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Batu bara, dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara tahap Operasi Produksi.
Sebanyak 25% dari realisasi produksi batu bara tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dan kepentingan sendiri; serta bahan baku/bahan bakar untuk industri.
Selain itu, pemerintah juga masih menetapkan Domestic Price Obligation (DPO) khusus bagi PT PLN (Persero), dengan memasok batu bara untuk pembangkit sebesar US$70 per ton.
Kemudian, pada 11 September 2025, pemerintah menetapkan PP 39/2025 tentang Perubahan Kedua atas PP 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Baca Juga: Pertamina Bidik Kilang Modular! Proyek Hilirisasi DME Rp600 T Dikebut
Dalam Pasal 157 PP 39/2025, diatur soal kewajiban pemegang IUP atau IUPK tahap kegiatan operasi produksi untuk memenuhi kebutuhan mineral dan/atau batu bara dalam negeri, dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan BUMN pada sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak.
Adapun sektor yang dimaksud adalah ketenagalistrikan, penyediaan energi, pupuk, dan industri strategis nasional.
Ayat (3) Pasal 157 PP 39/2025 menyatakan, kewajiban pengutamaan pemenuhan tersebut dilaksanakan dengan memprioritaskan pemenuhan batu bara sebelum melakukan penjualan ke luar negeri/ekspor.
“Kepentingan negara di atas segala-galanya,” jelas Bahlil.