11 September 2024
14:09 WIB
Bahlil Ingin Pangkas Perizinan Hulu Migas
Banyaknya perizinan yang diperlukan untuk menggarap proyek migas di RI jadi musabab anjloknya lifting minyak.
Penulis: Yoseph Krishna
Ilustrasi pengeboran minyak bumi. Shutterstock/dok
JAKARTA - Hulu minyak dan gas bumi (migas) Indonesia menjadi salah satu sektor yang tengah lesu dengan produksi yang terus menurun dari tahun ke tahun.
Pada 2023 lalu saja, lifting minyak bumi Indonesia hanya sebesar 605 ribu barel per hari (BOPD) atau jauh dari target yang ditetapkan pada APBN TA 2023 sebesar 660 ribu BOPD. Selain itu, realisasi lifting minyak tahun 2023 tercatat mengalami penurunan dari tahun sebelumnya di kisaran 612 ribu BOPD.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dalam sebuah sesi diskusi menilai kondisi itu merupakan tantangan besar bagi pemerintah yang harus diselesaikan sesegera mungkin.
Menurutnya, penurunan lifting minyak tak lepas dari anjloknya minat investasi di sektor hulu migas Indonesia. Penurunan investasi pun digadang-gadang sebagai akibat dari rumitnya perizinan yang musti diurus oleh kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).
"Khususnya pada regulasi perizinan, karena perizinan kita terlalu banyak ada 300 lebih izin. Ini akan kita pangkas dan potong," tegasnya, Rabu (11/9).
Baca Juga: Insentif Hulu Migas Bakal Sia-Sia Jika Kontraktor Masih Keluhkan Kebijakan
Secara garis besar, pemerintah dijelaskannya bakal terus mendampingi KKKS supaya berbagai macam perizinan yang dibutuhkan bisa terbit lebih cepat dari sebelumnya.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR beberapa waktu lalu, dia menyinggung proses perizinan yang lambat salah satunya terjadi di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yakni mengenai izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
"Ini orang buat AMDAL saja lama, gimana mau bor minyak kalau barangnya lama," tandas Bahlil di Gedung Parlemen, Selasa (27/8).
Bahlil pun menegaskan pihaknya akan mendorong percepatan izin AMDAL pada beberapa lapangan minyak lewat koordinasi yang intens bersama Kementerian Investasi/BKPM dan KLHK.
Dengan percepatan izin AMDAL, dia mengatakan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) tidak perlu menunggu terlalu lama untuk mengeksekusi lapangan minyak.
"Nanti kami Kementerian ESDM, Kementerian Investasi, dan KLHK akan coba bicarakan hal ini agar KKKS jangan mereka menunggu karena kadang-kadang lambat ini bukan dari pengusahanya, lambat dari pemerintah juga," ucap Menteri Bahlil.
Selain AMDAL, beberapa lapangan minyak juga terkendala lambatnya penerbitan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang notabene juga merupakan wewenang KLHK.
"Waktu saya jadi Menteri Investasi, ini juga salah satu yang dikeluhkan. Kami lagi cari terobosan ini kita bisa menjadi sebagai proyek prioritas karena negara membutuhkan. Karena kalau tidak, kita impor terus," tutur Bahlil.
Baca Juga: Industri Hulu Migas RI Butuh Keberpihakan Pemerintah
Beriringan dengan upaya memangkas perizinan hulu migas, Bahlil juga menyebut pihaknya bakal berkomunikasi secara intens dengan KKKS untuk membicarakan masalah pendapatan investor jika menanamkan modal mereka di Indonesia. Sejumlah pemanis ia sebut tengah disiapkan untuk ditawarkan kepada KKKS.
Langkah itu dijalankan mengingat hampir semua negara dengan potensi migas yang besar tengah berlomba-lomba mencari investor asing untuk menggarap potensi tersebut.
"Kita akan perhatikan sweetener yang mumpuni untuk kita tawarkan kepada investor. Karena hampir semua dunia sekarang berlomba-lomba mencari FDI (Foreign Direct Investment) di sektor hulu migas," kata dia.
Bahlil optimistis lewat langkah strategis yang disusun, utamanya mengenai pemangkasan perizinan hulu migas, pendapatan negara bisa meroket dari sektor tersebut. Saat ini, dia mengatakan negara mengantongi sekitar US$12 miliar per tahun dari lifting minyak yang hanya di kisaran 600-an ribu BOPD.
"Jadi kalau kita mampu meningkatkan lifting kita, maka otomatis pendapatan negara naik, mengurangi impor, penciptaan lapangan kerja, dan perlahan menuju kemandirian energi," pungkas Bahlil Lahadalia.