c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

EKONOMI

14 Oktober 2025

19:24 WIB

Bahlil Buka Opsi DMO Minyak Sawit Untuk Jalankan Proyek B50

Kebutuhan minyak sawit atau CPO akan meningkat jika program B50 direalisasikan, karena itu Menteri ESDM membuka peluang DMO.

Penulis: Yoseph Krishna

<p id="isPasted">Bahlil Buka Opsi DMO Minyak Sawit Untuk Jalankan Proyek B50</p>
<p id="isPasted">Bahlil Buka Opsi DMO Minyak Sawit Untuk Jalankan Proyek B50</p>

Ilustrasi Biosolar. Sumber: Kementerian ESDM

JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyebut program biodiesel pada tahun 2026 mendatang bakal dikembangkan dengan campuran bahan bakar nabati sebesar 50% pada minyak solar (B50).

Dia mengakui, rencana tersebut berakibat pada meningkatnya kebutuhan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO). Sehingga, bukan tak mungkin pemerintah menerapkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) pada komoditas tersebut.

"Kita pasti nambah CPO, hukumnya cuma bikin kebun baru, intensifikasi, atau sebagian ekspor tidak kita lakukan, kita berlakukan DMO dengan harga yang kompetitif," imbuh Menteri Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Selasa (14/10).

Jika DMO diterapkan, ekspor atas sebagian sawit atau minyak sawit bakal dipangkas untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, terutama untuk B50. DMO sendiri merupakan kewajiban bagi perusahaan, khususnya sektor sumber daya alam, untuk memasok kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu sebelum melancarkan ekspor.

Baca Juga: Airlangga: Pemerintah Sedang Uji Jalan B50 di Kereta-Kapal 6 Bulan

Walau begitu, Bahlil menggarisbawahi penerapan DMO itu hanya salah satu opsi di samping intensifikasi lahan eksisting dan pembukaan lahan untuk kebun sawit baru.

"Jika alternatif ketiga yang dipakai, memangkas sebagian ekspor, maka salah satu opsinya, saya ulangi salah satu opsinya adalah mengatur antara kebutuhan dalam negeri dan luar negeri. Itu di dalamnya, ada salah satu instrumennya DMO," jelasnya.

Eks-Ketua Umum HIPMI itu menambahkan program B50 rencananya bakal dieksekusi sekitar semester kedua tahun 2026 mendatang. Saat ini, pemerintah sedang melakukan uji atau tes mesin menggunakan bahan bakar ramah lingkungan tersebut.

"Semester kedua ya di 2026 itu mulai kita implementasikan. Artinya, kita tidak lagi impor solar. Sekarang, kebutuhan solar kita impor 4,9 juta kilo liter (kl), kalau kita konversi ke B50 itu kita sudah tidak impor lagi," jabar Menteri Bahlil.

Info saja, campuran minyak nabati saat ini berada di kisaran 40% terhadap minyak solar. Program yang dinamakan B40 itu bersifat mandatori alias wajib.

Substitusi Impor
Bahlil sebelumnya menegaskan peningkatan campuran biodiesel menjadi 50% ke dalam minyak solar bakal dijadikan sebagai instrumen penting untuk mensubstitusi impor minyak solar.

"Atas arahan Bapak Presiden, sudah diputuskan bahwa 2026, insya Allah akan kita dorong ke B50, dengan demikian tidak lagi kita melakukan impor solar ke Indonesia," kata Bahlil, mengutip siaran pers, Jakarta, Kamis (9/10).

Secara teknis, B50 dirancang untuk menutup sisa kuota impor solar yang masih ada pada kebijakan B40 yang saat ini tengah bergulir. Catatan Kementerian ESDM menunjukkan, impor minyak solar di 2025 diprediksi masih berada di kisaran 4,9 juta kiloliter (kl) atau setara 10,58% dari total kebutuhan nasional.

Baca Juga: Biodiesel B50 Terancam, B45 Akan Jadi Pilihan di 2026

Bahlil menilai, implementasi B50 bakal mendongkrak porsi bahan bakar nabati, dalam hal ini Fatty Acid Methyl Ester (FAME) ke dalam minyak solar secara lebih masif. Dengan begitu, B50 bisa menggantikan sepenuhnya volume impor solar.

Karenanya, peningkatan kapasitas produksi FAME menjadi syarat mutlak untuk mengimplementasi B50. Pasokan FAME yang saat ini berada di kisaran 15,6 juta kl harus bisa mencapai 20,1 juta kl dalam rangka menyukseskan kebijakan tersebut.

Tak hanya berdampak pada sektor energi, peningkatan produksi FAME digadang-gadang juga bisa menciptakan efek berganda pada perekonomian lewat serapan tenaga kerja sekitar 2,5 juta orang di sektor perkebunan dan 19 ribu tenaga kerja di pabrik pengolahan.

"Dengan B50, kita maksimalkan potensi sawit dalam negeri, kita perkuat ekonomi petani, dan yang terpenting kita pastikan ketahanan energi nasional berada di tangan kita sendiri. Ini adalah langkah menuju kemandirian sejati," tandas Bahlil Lahadalia.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar