16 Januari 2023
17:58 WIB
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
JAKARTA – Mengawali 2023, pasar kripto nampak bergairah. Ini terlihat dari harga Bitcoin (BTC) yang kembali capai level psikologis di atas US$20.000 atau sekitar Rp300 juta dalam beberapa hari terakhir.
Tim analis Tokocrypto melihat kenaikan market ini didorong oleh indeks dolar AS (DXY) yang mendingin dan data inflasi AS yang positif dalam laporan Consumer Price Index (CPI) terbaru dirilis pekan lalu, menjaga laju kripto yang lebih tinggi.
Data inflasi AS diumumkan turun sesuai dengan prediksi menjadi sebesar 6,5%. Laju inflasi yang lebih lambat kemungkinan akan membuka jalan bagi The Fed untuk menurunkan laju kenaikan suku bunga menjadi 25 basis poin dari 50 bps pada Desember 2022.
Baca Juga: Dihajar Winter Season 2022, Kripto Diperkirakan Melejit di 2023
Sejak harga Bitcoin naik ke level tertinggi tahunan di level US$18.898 pada 12 Januari lalu, banyak investor dan trader yang meyakini bahwa US$15.600 merupakan titik bottom BTC yang baru.
Kenaikan ke titik US$20.000 ini merupakan yang pertama kalinya sejak keruntuhan FTX yang mulai kolaps pada November lalu. Saat itu, BTC terjun bebas dari US$21.300 menjadi US$15.600 atau 20% hanya dalam waktu lima hari saja. Meski harga masih belum pulih sepenuhnya, nilai BTC saat ini masih lebih rendah 71% dari all time high (ATH) di US$69.000 pada November 2021.
"Kenaikan harga BTC juga memompa kapitalisasi pasar kripto secara keseluruhan hingga hampir menyentuh US$1 triliun. Ini juga menjadi menambah kepercayaan diri pelaku pasar kripto, sehingga sentimen market kembali positif," jelas Tim Analis Tokocrypto dalam pernyataan resminya, Senin (16/1).
Baca Juga: Mengenal Metode Dollar Cost Averaging untuk Investasi Kripto
Mereka melihat terdapat kenaikan dari Fear and Greed Index yang berhasil menyentuh level 45 pada Senin (16/1) ATAU naik 20 poin dari tujuh hari sebelumnya. Pencapaian market pada pekan lalu, bisa dilabeli sebagai “green weekend”, karena keseluruhan aset kripto mengalami kenaikan yang cukup signifikan, baik Bitcoin maupun altcoin pada penutupan kandil mingguannya.
Dari analisis teknikal, Tokocrypto menilai Bitcoin tampaknya sudah masuk dalam zona resistensi yang berada di kisaran angka US$21.000. Namun disisi lain ada ancaman bull trap yang harus diwaspadai investor.
"Tekanan beli tinggi menjadi faktor utama naiknya harga Bitcoin, hal tersebut terlihat dari kenaikan Relative Strength Index (RSI) yang berhasil menyentuh level 50. Jika sinyal RSI berada di atas 50, maka tren sedang naik," jelasnya.
Sinyal Overbought
Di sisi lain, tim Analis Tokocrypto melihat dari RSI BTC sudah menunjukkan sinyal overbought menuju level di bawah 50. Dengan sinyal tersebut harga BTC diproyeksikan akan kembali terkoreksi.
Diketahui overbought sudah sering terjadi di market kripto, ketika harga aset sudah mencapai reli panjang, akan mengalami sedikit koreksi dan ada kemungkinan bisa bull run.
"Saat ini, BTC mungkin akan mengalami pola koreksi jika gagal breakout. Level resistensi terdekat berada di US$21.321 dan menjadi penghalang terdekat yang harus ditembus untuk bergerak lebih tinggi. Namun, apabila terjadi breakout akan menarik ke level support pada harga US$20.879," imbuhnya.
Di samping itu, sikap The Fed juga menjadi penentu masa depan pasar kripto. Para analis melihat jika pergerakan suku bunga pada pertemuan FOMC di Februari mendatang terjadi kenaikan sebesar 50 basis poin, maka masih berada di jalan yang panjang untuk menekan inflasi AS pada tahun ini.
Meski begitu secara mayoritas, para ahli percaya bahwa kenaikan suku bunga dan kebijakan moneter yang lebih ketat tidak akan memungkinkan Bitcoin untuk pulih secara tajam dalam waktu dekat. Seperti di pasar yang tidak pasti seperti ini, investor tidak akan memilih untuk berinvestasi atau membeli aset berisiko, seperti Bitcoin.