08 Agustus 2023
15:17 WIB
Penulis: Yoseph Krishna
JAKARTA - Pemerintah berencana untuk menutup keran ekspor liquified natural gas (LNG). Hal itu sudah berulang kali ditegaskan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pada beberapa kesempatan.
Tujuan dari kebijakan itu salah satunya ialah pemenuhan kebutuhan gas di dalam negeri guna mendongkrak daya saing sektor industri dan memberi multiplier effect yang maksimal bagi perekonomian nasional.
Meski secara spirit dan tujuan bernegara sangat baik, Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Elan Biantoro menegaskan industri gas bukanlah sektor yang murah dan mudah. Dalam sesi diskusi yang digelar oleh salah satu stasiun TV swasta, Elan mengatakan industri gas pada dasarnya butuh kapitalisasi yang besar.
"Ini sulit dan butuh kapitalisasi yang besar, sehingga ada urut-urutannya dari hulu ya upstream, lalu midstream, sampai downstream, itu yang seharusnya kita tata," ungkapnya di Jakarta, Selasa (8/8).
Sedangkan berdasarkan sejarahnya, sebagian besar produksi gas di Indonesia perlu diekspor mengingat keterbatasan demand maupun infrastruktur di dalam negeri. Elan menggarisbawahi soal demand dalam negeri yang masih kecil belum sebanding dengan produksi dan kebutuhan investasi yang besar.
"Sehingga kita butuh investor kelas dunia untuk menghasilkan (produksi) gas. Perusahaan nasional saat itu belum sanggup dari sisi kapitalisasi," kata dia.
Baca Juga: Luhut: Pembangunan Terminal LNG di Bali Upaya Wujudkan Energi Bersih
Apalagi, kontrak-kontrak gas yang ada saat ini cukup panjang, yakni 30 tahun sehingga pemerintah harus mempertimbangkan aspek-aspek yang sudah terikat dalam kontrak, baik dari sisi upstream maupun midstream.
Dari sisi upstream, kontrak kerja dilakukan lewat kegiatan eksplorasi dan kegiatan eksploitasi. Sedangkan dari midstream ialah infrastruktur LNG. Dia menegaskan biaya untuk seluruh kegiatan itu tidak murah dan harus didanai oleh investor.
"Dari situlah Indonesia berkelebihan, demand dalam negeri sedikit tapi produksinya besar sehingga kita ekspor ke Jepang, China, Korea Selatan, dan sebagainya," sebut Elan.
Lebih lanjut, Elan tak menampik bahwa demand dalam negeri dewasa ini sudah mulai meningkat seiring tumbuhnya ekonomi dan sektor industri. Sayangnya, perkembangan industri yang begitu cepat masih terfokus di Indonesia bagian barat yang notabene punya cadangan gas yang terbatas.
Sekalipun ada cadangan gas, wilayah Indonesia Barat belum bisa memenuhi kebutuhan yang ada di dalam negeri. Sebaliknya, cadangan gas melimpah justru terdapat di wilayah Indonesia Tengah dan Timur sehingga butuh infrastruktur yang mumpuni guna mengalirkan ke wilayah barat.
"Cadangan terbesar ada di Indonesia Tengah dan Timur, yakni Kalimantan, Sulawesi, dan Papua, bahkan nanti juga ada di Blok Masela," imbuh Elan.
Baca Juga: Proyek LNG Benoa Perkuat Ketahanan Energi dan Pariwisata Bali
Artinya, Elan menyebut masih ada ketimpangan supply dan demand di tengah meningkatnya kebutuhan gas dari sektor industri nasional. Ketimpangan itu ia sebut tak lepas dari belum mumpuninya infrastruktur untuk mengalirkan gas ke titik-titik dengan permintaan tinggi.
"Jadi bagaimana caranya agar kebutuhan gas di barat itu bisa terpenuhi dengan harga yang ekonomis untuk industri, namun sumber gasnya ada di tengah dan timur," tandas Elan Biantoro.