19 Agustus 2025
16:06 WIB
Asaki: Subsidi HGBT Beri Dampak Positif untuk Industri Keramik Sejak 2020
Gangguan pasokan HGBT membuat rencana ekspansi industri keramik yang menyerap tambahan 6 ribu tenaga kerja terancam batal.
Penulis: Ahmad Farhan Faris
Pekerja beraktivitas di pabrik keramik PT Arwana Citramulia Tbk, Serang, Banten. Antara/Rosa Panggabean
JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki), Edy Suyanto mengatakan subsidi gas industri dalam program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) memberikan dampak luas terhadap peningkatan investasi, kapasitas produksi, kontribusi pajak dan serapan tenaga kerja sektor keramik sejak tahun 2020.
Menurut dia, kontribusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) industri keramik domestik tumbuh 50%, dari Rp1,7 triliun pada 2020 menjadi Rp2,65 triliun pada 2024.
Total serapan tenaga kerja baru mencapai 16 ribu orang, sementara kapasitas produksi keramik tumbuh hingga 160 juta meter persegi. Kemudian, lanjut Edy, total investasi kapasitas baru mencapai Rp160 triliun yang menjadikan Indonesia sebagai empat besar produsen keramik global.
Baca Juga: Kemenperin Buka Pusat Krisis Industri Pengguna HGBT
Asaki, kata Edy, sangat menyayangkan kondisi gangguan suplai gas dan pembatasan kuota penggunaan HGBT, serta mahalnya harga surcharge gas regasifikasi Liquefied Natural Gas (LNG).
“Dua industri tableware di Tangerang terpaksa merumahkan sekitar 700 karyawannya,” kata Edy dilansir Antara pada Selasa (19/8).
Untuk itu, Edy mengatakan Asaki berharap pemerintah hadir mencarikan solusi berkaitan gangguan suplai gas supaya tidak semakin banyak industri yang merumahkan karyawan dengan pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Pemerintah perlu memberikan kepastian hukum dan menjaga iklim berinvestasi yang baik di Indonesia, khususnya bagi industri keramik yang sedang melakukan ekspansi kapasitas,” ujarnya.
Baca Juga: HGBT Dibatasi, Kemenperin: Kado Buruk Industri di Kemerdekaan RI Ke-80
Di samping itu, Edy menilai kebijakan pendukung berupa Bea Masuk Anti Dumping (BMAD), Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), serta SNI Wajib untuk keramik sebelumnya telah menjadi katalis positif dan memberikan optimisme bagi industri keramik nasional yang terganggu oleh gangguan suplai gas.
Edy menambahkan, rencana ekspansi pabrik keramik yang ditargetkan selesai pada awal tahun 2027 dengan nilai investasi Rp8 triliun terancam batal karena kebijakan gangguan suplai HGBT tersebut. Padahal, rencana ini akan menghasilkan tambahan produksi 90 juta meter persegi, dengan penambahan sekitar 6 ribu karyawan.