c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

18 Oktober 2025

08:09 WIB

Apindo Ungkap Faktor Negara Non-Muslim Lebih Unggul Kembangkan Produk Halal

Apindo menyarankan Pemerintah Indonesia untuk belajar dari negara-negara non-muslim yang lebih unggul dalam mengembangkan produk halal di pasar global.  

Penulis: Ahmad Farhan Faris

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">Apindo Ungkap Faktor Negara Non-Muslim Lebih Unggul Kembangkan Produk Halal</p>
<p id="isPasted">Apindo Ungkap Faktor Negara Non-Muslim Lebih Unggul Kembangkan Produk Halal</p>

Ilustrasi - Sertifikasi halal produk. Antara Foto/Muhammad Bagus Khoirunas

JAKARTA - Ketua Bidang Organisasi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Anthony Hilman menilai negara non-muslim memiliki konsistensi dalam mengembangkan produk industri halal sehingga lebih unggul dibandingkan negara yang populasinya mayoritas umat Islam.

“Negara seperti China, Brazil atau Australia punya sistem produksi yang efisien banget dan konsistensi. Mereka enggak jualan ‘label halal’ saja, tapi jaminan kualitas, volume besar dan pengiriman tepat waktu,” kata Anthony saat dihubungi Validnews pada Jumat (17/10).

Untuk itu, Anthony menyarankan Pemerintah Indonesia untuk belajar dari negara-negara yang lebih unggul dalam mengembangkan produk halal di pasar global. Menurut dia, menurunnya posisi Indonesia dalam peringkat ekspor pangan halal ke Negara OKI bukan berarti kinerjanya buruk. Tetapi, memang ada beberapa hal yang membuat daya saing tertinggal.

“Misalnya, biaya logistik yang masih tinggi, distribusi belum merata, dan infrastruktur ekspor kita belum seefisien China, Turki, atau Uni Emirat Arab. Kita perlu belajar dari situ. Bahwa industri halal itu bukan cuma soal keagamaan, tapi juga profesionalisme dan daya saing global,” ujarnya.

Baca Juga: Terjalnya Jalan Mencapai Puncak Predikat Eksportir Pangan Halal Dunia

Selain itu, pasar dalam negeri juga sedang tumbuh pesat. Jadi banyak produsen yang lebih fokus memenuhi permintaan domestik dulu. “Akibatnya, volume ekspor ke negara OKI sempat menurun,” ungkapnya.

Kemudian, Anthony melanjutkan setiap Negara OKI memiliki aturan halal sendiri. “Jadi kadang kita harus sertifikasi ulang, dan itu makan waktu serta biaya,” ucapnya.

Di sisi lain, kata Anthony, skala produksi UMKM Indonesia masih kecil, belum bisa konsisten memasok dalam jumlah besar. Karena itu, bagi pelaku usaha kecil, biaya proses produksi juga masih jadi tantangan.

“Jadi meskipun produknya bagus, belum tentu bisa sustain di pasar global,” tuturnya.

Sebenarnya, Anthony menyebut Indonesia memiliki banyak potensi produk-produk halal terutama pada produk turunan kelapa, kopi, rempah, ikan olahan sampai bumbu instan. Menurut dia, produk seperti ini sebenarnya punya nilai tambah tinggi dan diterima di banyak pasar baik domestik maupun global.

“Karena itu, yang dibutuhkan sekarang adalah strategi promosi yang lebih fokus dan kemudahan ekspor bagi pelaku usaha, terutama UMKM yang produknya sudah memenuhi standar halal tapi terkendala di urusan dokumen atau pembiayaan,” tegas Anthony.

Untuk itu, Anthony mengatakan pemerintah perlu terus memperbaiki ekosistem logistik, kasih insentif untuk ekspor halal, dan membantu UMKM naik kelas. Sementara dari sisi dunia usaha, lanjut dia, juga harus serius dalam branding, kualitas, dan kontinuitas pasokan.

“Kalau tiga hal itu jalan bareng yakni regulasi, infrastruktur, dan kemauan bisnis, maka saya percaya Indonesia bisa jadi pemain utama di rantai pasok halal global, bukan cuma pasar,” imbuhnya.

Sertifikasi Halal
Di samping itu, Anthony mengakui sistem sertifikasi halal Indonesia secara umum sudah jauh lebih baik dari beberapa tahun lalu. Tetapi, kata dia, pengakuan internasional masih harus dikejar. Idealnya, sertifikat halal Indonesia bisa langsung diterima di negara OKI tanpa harus disertifikasi ulang.

“Sertifikasi halal itu penting banget buat kepercayaan pasar. Tapi sejauh ini, dampaknya ke ekspor belum maksimal karena belum semua negara mengakui sertifikat halal dari Indonesia. Untuk itu, perlu kerja sama antar-lembaga halal dunia, dan di situ peran diplomasi ekonomi kita penting banget,” katanya lagi.

Untuk diketahui, State of the Global Islamic Economy (SGIE) Report 2024/2025 menempatkan Indonesia di peringkat ke-3, persis di belakang Malaysia dan Arab Saudi yang dikategorikan punya ekosistem industri halal suportif di dunia.

Baca Juga: Simak Lima Eksportir Produk Halal Terbesar, Indonesia Tak Termasuk

Namun, untuk perdagangan produk halal ke negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), Indonesia mencatatkan penurunan peringkat.

Bedasarkan SGIE 2024/2025, ekspor pangan halal RI ke negara OKI melemah pada 2023 dibandingkan tahun sebelumnya. Yakni, dari capaian sebesar US$13,13 miliar (peringkat ke-5 dunia.red) pada 2022, menjadi hanya US$11,05 miliar (peringkat ke-8 dunia) pada 2023.

Kinerja ekspor pangan halal RI dibalap oleh Turki yang mencatatkan nilai perdagangan sekitar US$12,98 miliar, maupun Uni Emirat Arab dengan torehan US$12,64 miliar.

Di sisi lain, kinerja impor RI dari OKI malah cenderung stabil. Bahkan RI mencatatkan diri menjadi importir tertinggi dalam kurun waktu yang sama, dari US$25,82 miliar di 2022 menjadi US$25,48 miliar pada 2023.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar