c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

13 Juli 2023

10:46 WIB

Akibat Perubahan Iklim, Indonesia Berpotensi Merugi Rp1.380 T Di 2030

Menilik potensi kerugian akibat perubahan iklim, Menkeu menekankan Indonesia tak bisa menganggap remeh konsekuensi yang muncul.

Penulis: Khairul Kahfi

Editor: Fin Harini

Akibat Perubahan Iklim, Indonesia Berpotensi Merugi Rp1.380 T Di 2030
Akibat Perubahan Iklim, Indonesia Berpotensi Merugi Rp1.380 T Di 2030
Ilustrasi dampak perubahan iklim. Banjir menggenangi perumahan Puri Nirwana Residence, Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (25/2/2023). Antara Foto/Fakhri Hermansyah

JAKARTA - Menkeu Sri Mulyani menegaskan, pemerintah sudah tidak bisa membiarkan lagi persoalan climate change terus membesar di Indonesia. Saat ini, sekitar 80% bencana alam di Indonesia berhubungan dengan air atau hidrometeorologi dan membawa kerugian konkret pada perekonomian.

Dirinya mengestimasi, nilai kerugian itu bisa menyentuh 0,66% hingga 3,45% dari PDB pada 2030. Jika ukuran PDB Indonesia sekitar Rp20 ribu triliun pada 2023, dengan estimasi income nasional bisa meningkat ke US$10 ribu/kapita pada 2030 dan asumsi pertumbuhan ekonomi terjaga di angka 5-7% plus inflasi, maka ukuran PDB Indonesia bisa mencapai dua kali lipat dalam kurang dari tujuh tahun.

“Katakanlah (PDB Indonesia) Rp40.000 triliun dan you can multiply 3,45% dari GDP, itu adalah kerugian. So, for sure kita akan menghadapi potential damage and lost yang sangat signifikan,” sebutnya dalam The 11th Indonesia EBTKE Conference and Exhibition 2023, Jakarta, Rabu (12/7).

Hitungan Validnews, mengacu asumsi hitungan Menkeu, nilai potensi kerugian akibat bencana alam nasional pada 2030 bisa menyentuh sekitar Rp264 triliun hingga Rp1.380 triliun.  

Karena itu, Menkeu menekankan, Indonesia tak bisa menganggap remeh konsekuensi yang muncul. Bahkan, dirinya meyakinkan semua pihak bahwa misi mengatasi tantangan ini bukan hanya ikut-ikutan tren di dunia, tetapi kebutuhan yang mendesak.

“Bagi Indonesia, upaya untuk (mengantisipasi) konsekuensi catastrophic climate change bukan karena kita ingin ikut-ikutan latah secara internasional, tapi is actually serving our own interest,” jelasnya.

Baca Juga: Mentan Mulai Petakan Wilayah Terdampak El Nino

Dirinya pun menyampaikan, berdasarkan Global Risk Report 2023 yang diterbitkan World Economic Forum, dalam 10 tahun terakhir, 6 dari 10 tantangan terbesar yang dihadapi oleh masyarakat global berkaitan dengan perubahan iklim.

Tentu, lanjutnya, kondisi ini mesti menyadarkan semua pihak bahwa perubahan iklim bukan hanya persoalan akademis, apalagi sekadar topik yang menarik dibahas di berbagai forum terutama di tingkat global. Lebih besar, risiko ini akan berdampak luas kepada manusia dan semua negara sekaligus.

Hal ini pun disinyalir akan menjadi tantangan super berat bagi negara berpenghasilan rendah dan negara berkembang.

”Sayangnya, bagi negara berpenghasilan rendah, negara berkembang, implikasi perubahan iklim ini akan menjadi lebih signifikan dan menghancurkan (jika tantangan perubahan iklim tidak berhasil ditangani),” ucapnya.

Adapun hitungan pemerintah, Indonesia butuh sekitar Rp4.000 triliun dalam upaya memenuhi Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (Nationally Determined Contribution/NDC) terhadap ketahanan iklim nasional hingga 2030. Jumlah ini pun, Sri akui tak dapat semuanya bisa dipenuhi oleh pemerintah via APBN saja.

Dari jumlah ini, APBN hanya dapat berkontribusi sekitar 10% atau tak bisa lebih dari 20% terhadap pemenuhan capaian NDC yang telah ditargetkan saat ini.

“Oleh karena itu, kita tahu bahwa tidak mungkin kebutuhan biaya untuk bisa menciptakan dan men-deliver tekad kita untuk mengurangi CO2 berasal dari APBN saja. Peranan private sector dan masyarakat menjadi sangat penting,” ujarnya. 

Siapkan Kebijakan Insentif Pendukung
Namun begitu, Menkeu menyampaikan, pemerintah melalui APBN dapat memberikan daya ungkit lain yang bisa mempercepat pemenuhan target NDC tersebut. Hal ini bisa dicapai dengan memberikan insentif fiskal.

“APBN bisa memberikan leverage melalui berbagai insentif,” ungkapnya.

Upaya pemberian insentif dalam pembiayaan inovatif dilakukan dalam rangka menarik minat para investor dari private sector untuk membiayai proyek-proyek industri hijau di Indonesia. 

Dengan begitu, Indonesia bisa membangun pembangkit listrik yang renewable, yakni menggunakan listrik secara lebih hemat hingga ke tingkat rumah tangga.

“Pemerintah bisa memberikan instrumen (insentif fiskal) mulai dari tax holiday, tax allowance, lalu fasilitas pembebasan PPN (Pajak Pertambahan Nilai), bea masuk dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),” jabarnya.

Baca Juga: Yellen: Kerugian Perubahan Iklim Naik Lima Kali Lipat

Selain itu, pemerintah juga menyediakan instrumen keuangan lain seperti green bond, green sukuk bond, begitu pula instrumen dalam bentuk institusi seperti special mission vehicle (SMV), yakni PT Indonesia Infrastructure Finance (IFF) dan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) yang dimiliki Kementerian Keuangan.

Terdapat pula SDGs Bond yang merupakan platform untuk bekerja sama dari sisi keuangan antar seluruh komponen yang berpotensi memberikan pembiayaan dari sisi perubahan iklim maupun Sustainable Development Goals (SDGs). Platform SDGs Bond dapat melibatkan private sector, bilateral, dan multilateral. 

Sektor-sektor tersebut dapat berasal antara lain dari Swedish International Development Cooperation Agency (SIDA), United States Agency for International Development (USAID), Australian Agency For International Development, Asian Development Bank, Asian Investment Bank, hingga Bank Dunia.

Bahkan, Menkeu mengungkapkan, pembiayaan untuk mengatasi perubahan iklim juga dapat berasal dari sisi pembiayaan swasta (private financing) melalui issuance bond dan filantropi. 

“Di global circle, kalau kita bicara tentang climate change, filantropi-filantropi besar seperti Jeff Bezos (Amazon), atau Bloomberg, atau Bill Gates, Rockefeller, mereka semuanya memainkan peran yang cukup signifikan sebagai katalis, sebagai event organizer, menyediakan platform, dan juga dari sisi financing,” bebernya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar