30 September 2024
14:45 WIB
Akademisi Sebut Bahan Bakar Nabati Bisa Jadi Jembatan Transisi Energi
Pakar Kimia dan Akademisi Institut Teknologi Bandung Tatang Hernas mengatakan, pemanfaatan bioenergi dan bahan bakar nabati (BBN) adalah jembatan kritikal transisi sektor energi.
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Ilustrasi bio diesel atau BBN etanol. Shutterstock/Scharfsinn
JAKARTA - Pakar Kimia dan Akademisi Institut Teknologi Bandung Tatang Hernas mengatakan, pemanfaatan bioenergi dan bahan bakar nabati (BBN) adalah jembatan kritikal transisi sektor energi dari sumber daya energi fosil ke sumber daya energi terbarukan atau nir-karbon.
“Sumber energi terbarukan menjadi fokus riset para peneliti di dunia di tengah isu menipisnya bahan bakar fosil minyak bumi. Biomassa adalah satu-satunya sumber energi terbarukan yang berkarakter bahan bakar,” kata dia dalam acara Tripatra Media Forum 2024, Senin (30/9).
Tatang melihat, Indonesia sebagai negara pemilik kekayaan spesies flora akan menjadi negara yang menguasai BBN dalam beberapa tahun ke depan, salah satunya biofuel.
Biofuel merupakan bahan bakar baik padatan, cairan ataupun gas yang dihasilkan dari bahan-bahan nabati. Biofuel dapat dihasilkan secara langsung dari tanaman atau secara tidak langsung dari limbah industri, komersial, domestik atau pertanian.
Biofuel juga dapat dihasilkan dari tanaman non pangan, limbah pertanian dan residu yang tidak dapat dikonsumsi manusia dengan menggunakan teknologi maju.
Baca Juga: ESDM Tetapkan HIP BBN Bioetanol Agustus 2024 Sebesar Rp15.010
Oleh karena itu, tidak seperti bahan lain yang tak terbaharui, biofuel dapat diproduksi terus-menerus karena selalu dapat menanam lebih banyak tanaman untuk menjadi bahan bakar.
“Secara umum, biofuel merupakan bahan bakar dari biomassa atau materi yang berasal dari tumbuhan dan hewan. Biofuel sering menjadi alternatif untuk bahan bakar konvensional yang digunakan untuk menyalakan mesin kendaraan,” jelasnya.
Dia menyebut biofuel dapat dimanfaatkan untuk semua kebutuhan energi manusia, seperti transportasi (mobil, bus, sepeda motor, kereta api, pesawat terbang dan kendaraan air), pembangkit listrik, atau kebutuhan rumah tangga (kompor dan peralatan memasak lainnya).
Beberapa riset menunjukkan tingkat produktivitas tanaman nabati lebih tinggi dapat menangani beberapa masalah deforestasi yang erat kaitannya dengan biofuel.
Di samping itu, bahan baku nabati seperti minyak kelapa sawit dapat digunakan untuk menghasilkan biofuel melalui metode konvensional dan lanjutan tergantung dari keadaannya.
“Apalagi minyak kelapa sawit yang memiliki hasil panen tertinggi di antara tanaman nabati lainnya diyakini menjadi bahan baku paling ekonomis untuk biodiesel. Siklus hidup pohon kelapa sawit 30 tahun juga berarti nilai penyerapan karbon yang dilepaskan ke atmosfer tinggi,” imbuhnya.
Perekonomian Berbasis Nabati
Tatang menyebutkan perekonomian berbasis nabati (bio-based economy atau bioekonomi) akan sangat mendukung tercapainya 11 dari 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang sudah disepakati dunia pada tahun 2015 di Paris.
“Penggunaan biofuel telah menjadi fokus negara-negara dunia dalam mempercepat transisi energi sekaligus mempertahankan ketahanan dan kemandirian energi,” terangnya.
Menurut dia, baik konflik geopolitik global, isu perubahan iklim dan ketidakpastian ke depan, telah memunculkan isu ketahanan energi di tengah akselerasi transisi energi menuju net zero emission.
Baca Juga: Jalan Panjang Biodiesel Menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca
Oleh karena itu, Tatang menilai implementasi biofuel akan berpeluang melibatkan seluruh masyarakat negara, mendukung ketahanan energi, menghindari eksploitasi berlebihan SDA, dan menjaga kelestarian lingkungan.
“Terlebih lagi di Indonesia, transisi ke arah bioekonomi ini sangat menguntungkan bangsa kita, karena selain berwilayah luas, Indonesia juga merupakan negara berlaju fotosintesis dengan produksi primer neto bahan nabati tertinggi,” ucapnya.
Berdasarkan hal tersebut Tatang mengatakan jika pengembangan biofuel di Indonesia dapat membuka peluang besar untuk inovasi dalam infrastruktur, penguatan regulasi, dan pemanfaatan bahan baku yang berkelanjutan.
Selain itu dengan memanfaatkan potensi biofuel, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan sekaligus meningkatkan ketahanan energi nasional.
“Untuk mewujudkan potensi ini, diperlukan kolaborasi erat antara pemerintah, industri, dan akademisi agar pengembangan ekosistem biofuel dapat dilakukan secara optimal sebagai bagian dari transisi energi nasional,” tandasnya.