25 Juli 2024
20:10 WIB
Airlangga Upayakan Transaksi Ekonomi Internasional RI Bebas Dolar AS
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut, pemerintah akan mengupayakan meninggalkan dolar. Skema penggunaan mata uang lokal (LCT) Indonesia dengan negara lain bakal makin masif ke depannya.
Penulis: Khairul Kahfi
Petugas menghitung uang pecahan dolar Amerika Serikat (AS) di gerai penukaran mata uang asing Dolarasia Money Changer, Jalan Alternatif Cibubur, Bekasi, Jumat (24/11/2023). ValidNewsID/Darryl Ramadhan
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut, pemerintah akan mengupayakan skema penggunaan mata uang lokal (local currency transaction/LCT) Indonesia dengan negara lain bakal makin masif ke depannya. Indonesia sudah kapok menggunakan mata uang pihak ketiga, ketika melakukan transaksi ekonomi bilateral.
Sejauh ini, Indonesia sudah sukses menerapkan QRIS dengan banyak negara, tidak hanya mentok dilaksanakan hanya kepada lima negara ASEAN saja. Dia berharap, upaya ini bisa mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap mata uang asing dalam proses ekonomi.
“Kita berdagang dengan dua negara, tetapi mengapa ada mata uang lain yang nyempil di tengah. Itu tentu sangat mempengaruhi harga, sangat mempengaruhi nilai, dan sangat berpengaruh terhadap nilai ekonomi kita,” katanya dalam agenda Perayaan Hari Jadi Kemenko Bidang Perekonomian ke-58, Jakarta, Kamis (25/7).
Informasi tambahan, LCT adalah penyelesaian transaksi bilateral antar dua negara yang dilakukan dalam mata uang masing-masing negara. Itu dilakukan setelah settlement
Baca Juga: Kompak Tak Pakai Dolar AS, Transaksi LCT RI-China Melonjak 80%
Dalam konteks ini, Indonesia mengupayakan minimalisasi penggunaan dolar AS dalam setiap transaksi ekonomi internasionalnya.
Karena itu, sambungnya, Indonesia patut berbangga diri karena Kemenko Perekonomian menjadi salah satu pendukung utama untuk forum internasional di level ASEAN dengan meluncurkan Perjanjian Kerangka Ekonomi Digital (Digital Economic Framework Agreement/DEFA).
Secara khusus, Airlangga menilai, DEFA merupakan perjanjian pertama komprehensif mengenai digital yang melingkupi seluruh kawasan. Menurutnya, belum ada kawasan lain di dunia yang sudah mengikuti perjanjian ini, bahkan oleh organisasi sekaliber OECD.
Targetnya, perjanjian DEFA tersebut mampu membawa Indonesia punya interoperabilitas, keamanan data, national single window yang interkoneksi dengan negara lain, arus barang bebas (free flow of goods), serta dorongan untuk UMKM.
“Ini menjadi tantangan kita 2025 untuk menjadi engine of growth agar pertumbuhan kita di atas 6%… Ini beberapa hal yang sangat penting (akan diitensifkan),” ungkapnya.
Baca Juga: Indonesia Resmi Bentuk Satgas LCT, Dongkrak Transaksi Mata Uang Lokal
Kemudian Airlangga berterima kasih kepada seluruh jajaran Kemenko Perekonomian atas upaya optimal dalam mendorong peran Kemenko Perekonomian dalam forum internasional, sehingga jajarannya bisa mengukir sejarah. Indonesia berhasil menandatangani Indo-Pacific Economic Framework (IPEF) dengan Amerika Serikat dan perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) dan pada Keketuaan ASEAN 2023.
Menurutnya, dua perjanjian ini begitu penting karena IPEF merupakan perjanjian pertama Indonesia dengan ‘blok AS’. Sedangkan RCEP merupakan perjanjian ekonomi dengan kawasan termasuk China dan Indo-Pasifik.
“Jadi kita punya dua perjanjian Indo-Pacific, satu RCEP dengan China, dan satu IPEF dengan Amerika. Jadi ini menunjukkan posisi Indonesia yang non-alliance, non-block. (Pemerintah) bekerja dengan semua pihak untuk kepentingan masyarakat Indonesia,” jelasnya.
Sementara ini, BI melaporkan, terjadi peningkatan jumlah transaksi yang menggunakan mata uang lokal alias local currency transaction (LCT). Adapun penggunaan LCT yang paling banyak terjadi pada transaksi antara Indonesia dan China.
Transaksi menggunakan mekanisme LCT antara Indonesia dan China jumlahnya mencapai US$887,43 juta pada Juni 2024. Angka itu melonjak 80,6% (yoy) dibandingkan transaksi LCT pada Juni 2023.