25 Mei 2023
16:06 WIB
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bersama dengan Deputy Prime Minister/Minister for Plantation and Commodities Malaysia H.E. Dato’ Sri Haji Fadillah Bin Haji Yusof direncanakan akan menghadiri rangkaian kegiatan Joint Mission ke Uni Eropa (UE) di Brussels, Belgia pada tanggal 30–31 Mei 2023.
Sebelum keberangkatan, Airlangga sebagai Ketua Delegasi RI berkesempatan melakukan pertemuan dengan Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, H.E Mr. Vincent Piket pada Rabu (24/05), untuk membahas berbagai persiapan program dan kegiatan yang akan dilakukan Pemerintah Indonesia dan Malaysia selama di Brussels, Belgia.
“Kami ingin menekankan bahwa EU Deforestation Regulation (EUDR) membebani petani kecil, karena mereka harus mematuhi prosedur administratif sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan regulasi tersebut,” ujar Airlangga dalam keterangan resmi, Kamis (25/5).
Lebih lanjut, Airlangga menyampaikan bahwa peraturan ini dapat mengecualikan peran penting petani kecil dalam rantai pasokan global dan gagal untuk mengakui signifikansi dan hak mereka.
Kegiatan Joint Mission merupakan tindak lanjut dari pertemuan bilateral kedua menteri pada bulan Februari 2023 lalu dan bertujuan untuk menyuarakan concern kedua negara kepada sejumlah pejabat Komisi dan legislator Parlemen Eropa terhadap kebijakan regulasi EUDR yang dinilai diskriminatif dan akan berdampak negatif pada akses pasar sejumlah komoditas, terutama kelapa sawit ke Uni Eropa.
Baca Juga: Wamendag: Undang-undang Deforestasi Uni Eropa Diskriminatif
Dalam Misi tersebut juga akan diidentifikasi dan dibahas langkah-langkah yang dapat ditempuh agar ketentuan tersebut tidak akan membebani dan memberikan dampak negatif terutama kepada para pelaku petani kecil (smallholders) kelapa sawit dan komoditas lainnya yang berdampak atas ketentuan EUDR tersebut.
Dalam kesempatan ini juga dimanfaatkan untuk membahas state of play Perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) sebagaimana telah dibahas oleh Presiden Joko Widodo dan Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen saat pertemuan bilateral di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 di Hiroshima pada 21 Mei 2023 lalu agar dapat segera diselesaikan dengan target akhir tahun ini atau paling lambat pada awal 2024.
Dalam pertemuan, keduanya sepakat dan berkomitmen untuk terus mendorong percepatan penyelesaian perundingan sesuai target yang ditetapkan kedua Leaders dimaksud.
Turut hadir dalam kesempatan tersebut diantaranya yakni Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Eropa, Afrika dan Timur Tengah dan Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Perkebunan. Adapun Duta Besar Uni Eropa didampingi oleh pejabat terkait Kedubes Uni Eropa di Jakarta.
Gelar Dialog
Sebelumnya, pemerintah menggelar dialog untuk mendengarkan aspirasi penolakan dari perwakilan petani kecil kelapa sawit atas EUDR. Dialog yang dilaksanakan di Jakarta (29/3) tersebut bertujuan menciptakan pemahaman bersama seluruh pemangku kepentingan.
Dialog dihadiri sejumlah asosiasi seperti Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (ASPEKPIR), SAMADE (Sawitku, Masa Depanku), Santri Tani Nahdlatul Ulama, dan Forum Mahasiswa Sawit (FORMASI) Indonesia.
Ketua Umum APKASINDO, Gulat Manurung menyampaikan bahwa EUDR sangat memojokkan sawit sebagai sumber penghidupan bagi 17 juta petani dan pekerja sawit.
Baca Juga: Indonesia-Malaysia Bahas Diskriminasi Sawit Uni Eropa
Direktur KSIA Amerika dan Eropa, Direktur PPKKI dan Direktur Keamanan Diplomatik Kemenlu menjelaskan perkembangan upaya diplomasi Indonesia dalam menyuarakan penolakan terhadap regulasi tersebut.
Penolakan petani kelapa sawit terhadap EUDR, yang dianggap sebagai bentuk hambatan perdagangan, dipahami oleh Kemenlu.
“Pemerintah Indonesia konsisten untuk menyuarakan penolakan terhadap EUDR melalui berbagai upaya diplomasi sejak proposal regulasi ini bergulir pada akhir tahun 2021,” tandas Nidya Kartikasari, Direktur KSIA Amerika dan Eropa.
Ketua Umum Forum Mahasiswa Sawit Indonesia, Amir Arifin Harahap mengutarakan dukungan para anak petani kepala sawit terhadap diplomasi dalam menghadari EUDR.
Para perwakilan petani kecil kelapa sawit juga sampaikan apresiasi Pemerintah RI karena telah memperjuangkan kepentingan petani kecil di berbagai fora diplomasi.
Upaya Diplomasi Hadapi Kewajiban Uji Tuntas UE
EUDR merupakan rancangan regulasi yang dimiliki oleh Uni Eropa yang bertujuan mengenakan kewajiban uji tuntas terhadap 7 komoditas pertanian dan kehutanan, termasuk kelapa sawit.
Kewajiban ini adalah untuk membuktikan bahwa barang yang masuk ke pasar Uni Eropa merupakan barang yang bebas dari deforestasi. Regulasi ini diperkirakan akan diadopsi pada Mei/Juni 2023.
Dalam menyuarakan penolakan terhadap EUDR, Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya diplomasi antara lain:
Pertama, Mendag RI telah bersurat kepada 27 Mendag negara anggota UE dan Executive Vice President yang juga Commissioner for Trade.
Kedua, KBRI Brussel menginisiasi joint letter yang ditandatangani oleh 14 like-minded countries yang ditujukan kepada Presiden Komisi Eropa, Presiden Dewan Eropa, Presiden Parlemen Eropa dan Perutusan Tetap Rep. Ceko untuk UE selaku Presidensi Dewan UE.
Ketiga, upaya diplomasi di berbagai forum di World Trade Organization (WTO) maupun Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC).
Keempat, upaya di berbagai pertemuan bilateral di seluruh tingkat baik tingkat teknis hingga Presiden.