06 Maret 2024
13:09 WIB
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Ketua Dewan Pakar Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Arya Rezavidi menilai Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2024 tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang IUPTLU masih punya banyak celah dan kurang menarik bagi pelanggan sektor rumah tangga.
Menurutnya, regulasi pengganti Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021 itu tak lagi menarik bagi rumah tangga lantaran tak ada lagi pengurangan tagihan ketika pelanggan mengekspor kelebihan listrik yang diproduksi pada siang hari.
Sebelumnya, sektor rumah tangga berharap kelebihan produksi listrik dari PLTS Atap dikirim terlebih dahulu ke sistem PT PLN (Persero), barulah digunakan lagi untuk menyambung listrik pada malam hari.
"Masalahnya, rumah tangga kebanyakan pakai di malam hari, sedangkan tenaga surya itu di siang hari. Dahulu dikirim dulu ke PLN, malam diambil lagi dari PLN. Sekarang tidak ada lagi, jadi tidak menarik untuk rumah tangga," jelas Arya saat ditemui awak media selepas Sosialisasi Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2024, Selasa (5/3).
Baca Juga: Pemerintah Menerbitkan Regulasi PLTS Atap
Padahal, sektor rumah tangga ia sebut menginvestasikan PLTS Atap lewat pengurangan tagihan listrik bulanan yang notabene hanya digunakan pada malam hari.
Ketika ada pengaturan soal ekspor-impor listrik, Arya menerangkan sektor rumah tangga butuh waktu delapan tahun ke atas untuk mencapai titik break even point (BEP) dari pemasangan PLTS Atap.
"Dulu diperhitungkan sekitar delapan tahun ke atas. Sekarang tidak ada ekspor-impor mungkin akan lebih, ini juga jadi kendala," tutur Arya.
Sedangkan untuk sektor industri, Arya menjelaskan tak ada masalah dari terbitnya Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2024. Menurutnya, PLTS Atap bakal tetap menarik bagi industri yang menggunakan listrik pada siang hari.
Begitupun soal 'balik modal' pemasangan PLTS Atap, saat ini sudah banyak perusahaan yang siap membangun biaya instalasi untuk industri mengingat pabrik-pabrik dan gedung komersial menggunakan listrik pada siang hari.
"Itu dibayarkan kepada Energy Service Company (ESCO). Nah ESCO-ESCO ini kalau untuk rumah tangga tidak mau karena tidak dipakai siang hari," imbuh dia.
Karena itu, dia menegaskan harus ada evaluasi soal beleid terbaru PLTS Atap itu merujuk pada dinamika ke depannya. Salah satu yang bisa dipertimbangkan adalah peer-to-peer transaction.
Baca Juga: Ingin Pasang PLTS Atap? Simak Alurnya
Skema peer-to-peer transaction, sambungnya, mengatur penjualan listrik dari pengguna PLTS Atap rumah tangga ke tetangga di samping rumahnya. Skema tersebut saat ini belum diatur dalam regulasi manapun.
"Ini kan perlu regulasi karena di negara maju ini sudah bisa, yang tidak saya pakai di siang hari bisa dijual ke sebelah. Misalnya satu komunitas RT atau RW bisa saling tukar menukar," jabarnya.
Tak hanya itu, dia juga menegaskan peran dari teknologi tak bisa dianggap remeh. Ke depan, Arya optimis harga baterai untuk PLTS Atap bisa semakin murah, tetapi perlu regulasi yang menaunginya.
"Baterai bisa menangani persoalan ini. Selain untuk storage, bisa juga untuk stabilisasi," tandas Arya Rezavidi.