c

Selamat

Selasa, 11 November 2025

EKONOMI

13 Desember 2024

08:14 WIB

AdaKami Ramal Nasib Industri Fintech di Tengah Geopolitik Dunia

Di tengah tekanan geopolitik dunia dan penurunan daya beli di tanah air, AdaKami menilai industri fintech lending masih optimistis lantaran ada gap pembiayaan yang besar.

Penulis: Fitriana Monica Sari

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">AdaKami Ramal Nasib Industri Fintech di Tengah Geopolitik Dunia</p>
<p id="isPasted">AdaKami Ramal Nasib Industri Fintech di Tengah Geopolitik Dunia</p>

Chief of Public Affairs AdaKami Karissa Sjawaldy (kanan) menyampaikan AdaKami tetap menjaga TWP90 pada level 0,21%, Jakarta, Kamis (12/12). ValidNewsID/Fitriana Monica Sari

JAKARTA - Dunia tengah menghadapi tantangan geopolitik dan ekonomi. Mulai dari terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS), kondisi Timur Tengah yang makin bergejolak, hingga masalah di negara maju seperti China dan Rusia.

Lantas, apakah kondisi geopolitik dan ekonomi yang menerpa dunia ini mempengaruhi industri fintech lending di Indonesia?

Menanggapi hal tersebut, Perusahaan Penyelenggara Peer To Peer (P2P) Lending PT Pembiayaan Digital Indonesia (AdaKami) menilai tak hanya di dunia saja yang tengah bergejolak, namun kondisi ekonomi di Indonesia sendiri juga tengah tidak baik-baik saja.

"Kondisi ekonomi Indonesia ini saja juga bisa dilihat enggak baik-baik saja banget, karena daya beli masyarakat itu kan turun," kata Chief of Public Affairs PT Pembiayaan Digital Indonesia (AdaKami) Karissa Sjawaldy dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (12/12).

Baca Juga: Hingga Desember, AdaKami Salurkan Dana Rp13,24 T Ke 1,46 Juta Borrower

Lebih lanjut, dia menjelaskan, ketika daya beli masyarakat turun, maka orang-orang akan sulit mencari modal. Imbasnya, untuk membeli sesuatu juga akan sulit.

Dengan begitu, menurutnya, kondisi geopolitik dan ekonomi juga dapat berdampak terhadap industri fintech lending.

Meskipun begitu, Karissa optimis terhadap potensi dari 95 juta orang Indonesia yang belum terlayani atau memiliki akses keuangan, serta credit gap atau gap pembiayaan yang sebesar Rp1.650 triliun.

"Selama angka itu masih besar, karena kondisi makroekonomi global yang pastinya akan berpengaruh ke kondisi ekonomi di Indonesia dengan daya beli masyarakat turun ini, pasti tetap ada minat-minat lender pun juga masih tinggi untuk men-channel-kan funding mereka ke borower yang berkualitas," jelas dia.

Dengan demikian, di sinilah peran AdaKami dan pelaku industri fintech lending lainnya untuk mempertemukan (matchmaker) antara lender dan borrower.

"Yang pastinya juga lender yang berkualitas dan borower yang berkualitas. Jadi, kita bermain di credit gap tadi. Selama credit gap itu masih ada, selama ada kesenjangan antara layanan keuangan yang tradisional dan dana yang sudah dikucurkan, itu pasti selalu ada optimisme," imbuhnya.

Walaupun di tengah kondisi ekonomi global yang tidak menentu saat ini, AdaKami tetap meyakini kondisi yang lebih cerah di tahun 2025 mendatang. AdaKami pun tetap akan fokus dengan bisnis yang ada di Indonesia.

Gap Inklusi dan Literasi Keuangan
Masih di kesempatan yang sama, Karissa menegaskan bahwa AdaKami akan terus mendukung program pemerintah dan visi pemerintah untuk pertumbuhan ekonomi di angka 8%.

Ke depan, AdaKami akan terus memperluas lender dengan terus mengeksplorasi potensi yang ada dari berbagai sektor lainnya.

Hingga saat ini, AdaKami telah berkolaborasi dengan sembilan lender di sektor perbankan. Mulai dari Seabank, Bank Jago, Bank Permata, Hana Bank, Bank Ganesha, Bank OCBC, Superbank, hingga Bank CTBC Indonesia.

"Memang sekarang kita fokus di sembilan kemitraan di tahun ini, tapi harapannya di tahun depan itu akan terus bertambah," kata Karissa.

Upaya selanjutnya yang akan dilakukan AdaKami adalah fokus edukasi kepada masyarakat. Pasalnya, inklusi keuangan harus dibandingkan dengan literasi keuangan. Adapun saat ini, masih terdapat gap yang cukup besar, yakni sebesar 15%.

Baca Juga: Manfaatkan Teknologi, Kredit Macet AdaKami Terjaga Di 0,21%

Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024, indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia pada 2023 sebesar 65,43%. Sedangkan, indeks inklusi keuangan sebesar 75,02%.

"Nah, ini ada gap di mana kami sangat-sangat fokus dan berkomitmen untuk meningkatkan literasi keuangan di seluruh segmen masyarakat Indonesia. Karena itu tadi, ketika kita menghadirkan sebuah teknologi, kan kita gak mungkin mengharapkan mereka itu bisa menggunakan teknologi dengan 100% tanpa mengetahui risiko-risiko yang muncul tanpa melalui proses edukasi juga ya, supaya mereka mengetahui," ujarnya.

Ia mengaku AdaKami mendukung upaya peningkatan literasi keuangan untuk masyarakat Indonesia. Komitmen ini direalisasikan lewat sejumlah kegiatan Edukasi dan Literasi Keuangan yang berfokus pada pengelolaan keuangan yang sehat dan bertanggung jawab, kecakapan dalam memilih instrumen keuangan yang sesuai dengan kebutuhan, dan kesadaran akan sejumlah upaya fraud serta cara mengantisipasinya.

Adapun upaya tersebut telah dilakukan melalui 11 Instagram Live; 11 TikTok Live; delapan Campus & Community Visit di enam kota/kabupaten, yakni Medan, Manado, Bandung, Bekasi, Jakarta, dan Bali.

Kemudian, tiga Radio Talkshow di kota Medan; delapan video edukasi antisipasi penipuan di ranah digital (anti fraud); serta lima mini series edukasi keuangan.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar