10 Mei 2024
21:00 WIB
Ada Aturan Delisting Baru, BEI dan Analis Minta Emiten Buyback
Emiten yang terancam delisting diminta untuk membeli kembali sahamnya atau buyback, untuk melindungi investor.
Penulis: Fitriana Monica Sari
Editor: Fin Harini
Pekerja melintas di depan layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin, (12/6/2023). ValidNewsID/Fikhri Fathoni
JAKARTA - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) baru saja menerbitkan dan memberlakukan Peraturan Nomor 1-N tentang Pembatalan Pencatatan (delisting) dan Pencatatan Kembali (relisting). Aturan tersebut diharapkan dapat meningkatkan perlindungan investor.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta mengatakan bahwa Bursa perlu menekankan emiten untuk membeli sahamnya kembali (buyback) sebelum delisting.
"(Aturan) delisting ini memang sebaiknya ada aksi korporasi buyback untuk kepentingan investor," ujar Nafan kepada Validnews, Jumat (10/5).
Sementara itu, untuk aturan relisting, menurutnya, ini berarti sudah menunjukkan performa yang progresif dari sisi fundamental emiten. Nanti akan tercermin dari sejauh mana inflow akan masuk ketika relisting.
Dia juga menegaskan bahwa aturan baru ini tidak terlalu berdampak ke Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Lantaran, pergerakan indeks lebih dipengaruhi berbagai sentimen, baik dari global maupun domestik.
Nafan memberikan contoh tren Sell in May and Go Away atau aksi jual saham secara serempak oleh investor asing yang berisiko menekan IHSG.
Baca Juga: BEI Ungkap Alasan Belum Suspensi Hingga Delisting Saham INAF
Selain itu, lanjut dia, resesi ekonomi di Jerman dan Jepang juga menjadi sentimen negatif untuk pasar saham Indonesia. Ditambah, ketegangan antara Israel vs Palestina kembali meningkat.
Sedangkan dari dalam negeri, IHSG juga dipengaruhi pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2024 yang tercatat mencapai 5,11% secara tahunan (year-on-year/YoY). Capaian produk domestik bruto (PDB) kuartal I/2024 dibandingkan dengan kuartal sebelumnya terkontraksi 0,83%.
Nafan menyebut bahwa hal ini wajar terjadi mengingat pola musiman dari tahun-tahun sebelumnya.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengungkapkan, setelah dilakukan revisi, Bursa akan mencatat berapa banyak emiten yang akan didepak dari pasar modal.
Ia menegaskan, BEI akan tetep mengedepankan perlindungan investor. Dalam pelaksanaannya, perusahaan-perusahaan yang di-forced delisting punya kewajiban untuk membeli sahamnya kembali (buyback).
"Dari perusahaan-perusahaan yang masuk kriteria dari delisting secara forced delisting, yang kita lakukan berapa tahapan. Karena di peraturan yang ada, ada kewajiban untuk melakukan pembelian kembali," kata Nyoman saat ditemui di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (8/5).
Untuk pelaksanaan pembelian kembali ini, lanjutnya, Bursa akan memastikan terlebih dahulu bahwa hal tersebut akan dapat dilakukan baik perseroan maupun pihak yang ditunjuk.
"Kita panggil mereka untuk hiring, untuk mendapatkan komitmen atau penyampaian surat komitmen siapa pihak yang melakukan (buyback.red)," imbuhnya.
Jika tidak bisa melakukan buyback, maka dari pihak regulator dapat melanjutkan pelaksanaan kegiatan ini ke pihak otoritas yang lebih tinggi untuk kemudian diproses.
Adapun, salah satu yang disebut adalah pihak Kejaksaan Agung. Kemudian dari sana, akan diproses sampai dengan di titik di mana secara eksistensi perusahaan itu akan dilikuidasi.
Dengan demikian, aset-aset yang mereka punya akan dilakukan likuidasi dan semua aset itu akan digunakan untuk pemenuhan kewajiban.
"Jadi prosesnya berjenjang. Untuk itu yang dilakukan oleh Bursa adalah bagaimana mengupayakan dulu sebelum proses panjang yang ke atas tadi, kita pastikan ada pihak-pihak yang dapat kita hubungi, untuk kita pastikan ada pihak-pihak yang melakukan kewajiban untuk melakukan pembelian kembali ini," jelas dia.
Sayangnya, Nyoman tidak dapat menyebutkan pihak mana yang telah berhasil melalui hal itu. Namun diakuinya ada satu atau dua emiten yang akhirnya dari forced delisting menjadi melakukan voluntary delisting.
Menurut Nyoman, buyback merupakan upaya dari Bursa guna melindungi kepentingan dari investor. Akan tetapi, dia tak menampik bahwa ada konsekuensi dalam berinvestasi.
Dengan berjalannya waktu, tentu akan ada kondisi-kondisi tertentu. Salah satunya nilai buyback IPO di harga lebih dari Rp50 bisa buyback di harga Rp1.

Blokir Pengendali Emiten
Sebelumnya, BEI mengaku akan memblokir pengendali perusahaan terbuka yang terbukti menjadi penyebab suatu emiten terkena pembatalan atau penghapusan pencatatan (delisting).
Pemblokiran dilakukan apabila pengendali yang terbukti menyebabkan delisting sebuah emiten, akan kembali melakukan penawaran umum perdana saham.
“Kami koordinasi dengan otoritas, termasuk otoritas di perbankan, keuangan lainnya, di institusi-institusi yang memberikan pengawasan untuk mencatat pihak-pihak ini, dan kita banned untuk masuk ke capital market,” kata Nyoman di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (8/5).
Hal ini tentu sangat penting. Pasalnya, pemeriksaan reputasi pengendali, direksi, dan komisaris emiten menjadi perhatian saat menerima perusahaan yang ingin melakukan penawaran umum perdana saham (Initial Public Offering/IPO) di BEI.
Melalui pangkalan data (database), lanjut Nyoman, Bursa memeriksa (screening) pihak-pihak yang terbukti pada saat kepemimpinannya, yang mengakibatkan sebuah perusahaan delisting. Kepemimpinan emiten akan dicatat baik dari sisi pengawasan maupun eksekutif.
“Database dari kami untuk mencatat pihak-pihak yang terbukti, pada saat kepemimpinan mereka, baik dari sisi pengawasan, maupun dari sisi eksekutif, yang mengakibatkan perusahaan itu di-delisting. Dalam hal bagaimana mereka nanti masuk dengan cara apapun, hal yang pertama kami lakukan ada screening reputasi tersebut,” tegas Nyoman.
Aturan Delisting dan Relisting
Sejatinya, Peraturan I-N mengatur mengenai ketentuan delisting dan relisting bagi saham dan ketentuan delisting bagi Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS).
Peraturan I-N merupakan harmonisasi ketentuan delisting yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Bursa Efek Jakarta Nomor I-I tentang Delisting dan Relisting yang berlaku bagi saham, serta Peraturan Bursa Efek Surabaya Nomor I.A.7 tentang Pembatalan Pencatatan yang berlaku bagi EBUS.
Peraturan I-N juga merupakan tindak lanjut dari terbitnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal (POJK 3/2021) yang mengatur ketentuan mengenai perubahan status Perusahaan Terbuka menjadi Perseroan yang tertutup dan ketentuan Surat Edaran OJK Nomor 13/SEOJK.04/2023 tentang Pembelian Kembali Saham Perusahaan Terbuka Sebagai Akibat Dibatalkannya Pencatatan Efek oleh Bursa Efek karena Kondisi atau Peristiwa yang Signifikan Berpengaruh Negatif Terhadap Kelangsungan Usaha (SEOJK 13/2023).
Delisting saham sebagaimana diatur dalam peraturan ini mencakup delisting karena permohonan Perusahaan Tercatat (voluntary delisting), delisting karena perintah OJK sebagaimana diatur dalam POJK 3/2021, dan delisting atas keputusan Bursa (forced delisting).
Keputusan Bursa dalam melakukan delisting disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, Perusahaan Tercatat mengalami suatu kondisi atau peristiwa yang signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha Perusahaan Tercatat, baik secara finansial atau secara hukum, dan Perusahaan Tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.
Baca Juga: Mengenal Delisting Saham dan Dampaknya ke Investor
Kedua, Perusahaan Tercatat tidak memenuhi persyaratan Pencatatan di Bursa. Ketiga, Saham Perusahaan Tercatat telah mengalami Suspensi Efek, baik di Pasar Reguler dan Pasar Tunai, dan/atau di seluruh Pasar, paling kurang selama 24 bulan terakhir.
Untuk voluntary delisting, BEI tidak lagi mengatur kewajiban untuk memperoleh persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) maupun mengenai perhitungan harga pembelian kembali saham, dengan pertimbangan ketentuan tersebut saat ini telah diatur dalam POJK 3/2021.
Kemudian, ketentuan delisting atas perintah OJK merupakan substansi tambahan sebagai tindak lanjut dari POJK 3/2021. Dalam hal ini, BEI mengatur keterbukaan informasi yang wajib disampaikan oleh Perusahaan Tercatat yang dalam proses delisting akibat perintah OJK untuk melakukan perubahan status menjadi Perseroan yang tertutup.
Selanjutnya, pada ketentuan delisting yang dilakukan karena keputusan Bursa (forced delisting), terdapat perubahan yang cukup signifikan sebagai tindak lanjut dari POJK 3/2021 dan juga penyesuaian dengan kebutuhan terkini.
Beberapa perubahan tersebut, di antaranya pertama, kewajiban bagi Perusahaan Tercatat yang telah disuspensi selama tiga bulan berturut-turut untuk menyampaikan keterbukaan informasi kepada publik mengenai rencana pemulihan kondisi Perusahaan Tercatat, dan kewajiban untuk menyampaikan informasi secara berkala mengenai realisasi rencana pemulihan kondisi tersebut setiap enam bulanan.
Pegawai melintas di depan layar pergerakan Indeks Harga Saham Global (IHSG) di Gedung Bursa Efek, Jakarta, Kamis (28/3/2024). ValidNewsID/Darryl Ramadhan
Kedua, BEI akan mengumumkan potensi delisting bagi Perusahaan Tercatat yang telah disuspensi selama enam bulan berturut-turut. Ketiga, bagi Perusahaan Tercatat yang telah diputuskan delisting, maka wajib mengumumkan keterbukaan informasi mengenai rencana pembelian kembali saham dalam jangka waktu satu bulan sejak keputusan delisting sebagaimana dimaksud dalam SEOJK 13/2023.
Keempat, Perusahaan Tercatat harus melaksanakan pembelian kembali saham dalam jangka waktu paling lambat sampai dengan efektifnya delisting atau enam bulan setelah tanggal keterbukaan informasi tersebut. Mekanisme pelaksanaan pembelian kembali saham mengacu pada POJK 3/2021 dan SEOJK 13/2023.
Kelima, BEI akan melakukan delisting enam bulan sejak Perusahaan Tercatat mengumumkan keterbukaan informasi mengenai rencana pembelian kembali saham.
Keenam, dalam kondisi tertentu, BEI dapat menentukan tanggal delisting yang lain berdasarkan surat perintah dari OJK, sebagai bagian dari pelaksanaan kewenangan OJK berdasarkan SEOJK 13/2023.
Sementara itu, pada peraturan ini, terdapat pembaruan ketentuan delisting EBUS yang mencakup delisting yang disebabkan karena permohonan Perusahaan Tercatat, keputusan Bursa, maupun pelunasan atas EBUS, atau penyelesaian melalui tindakan korporasi Perusahaan Tercatat.
Pada ketentuan relisting saham terdapat penyederhanaan, sehingga suatu saham dapat dicatatkan kembali di Papan Utama, Papan Pengembangan atau Papan Ekonomi Baru, sepanjang memenuhi persyaratan serta prosedur pencatatan sebagaimana diatur pada Peraturan Nomor I-A tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat bagi Papan Utama dan Pengembangan.
Kemudian, Peraturan Nomor I-Y tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat di Papan Ekonomi Baru.
Dengan berlakunya Peraturan Nomor I-N ini maka Peraturan Bursa Efek Jakarta Nomor I-I tentang Penghapusan Pencatatan (delisting) dan Pencatatan Kembali (relisting) Saham Di Bursa, serta Peraturan Bursa Efek Surabaya Nomor I.A.7 tentang Pembatalan Pencatatan Efek dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Melalui terbitnya peraturan ini diharapkan lebih memberikan kejelasan bagi publik khususnya investor mengenai tindak lanjut bagi perusahaan-perusahaan yang telah disuspensi selama 24 bulan atau lebih dan dapat meningkatkan pelindungan investor melalui keterbukaan informasi terkait Perusahaan Tercatat yang berpotensi untuk dilakukan delisting.