JAKARTA - Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) menilai,
pemangkasan anggaran belanja yang dilakukan kementerian/lembaga (K/L) berpotensi mengganggu kinerja produsen mebel dan furnitur lokal.
Ketua HIMKI Abdul Sobur menerangkan, dampak penghematan anggaran tersebut berpotensi mengurangi penjualan mebel yang biasanya diserap melalui belanja pemerintah. Selain itu, menghambat sisi ekspansi pasar ekspor.
"Penghematan anggaran itu pasti akan berdampak, misalnya ada sejumlah program yang sudah kita jalankan dengan berbagai kementerian, lalu dibatalkan," ujarnya kepada awak media di Indonesia International Furniture Expo (IFEX), Jiexpo, Jakarta, Kamis (6/3).
Sobur mencontohkan, pemerintah biasanya memberikan fasilitasi kepada produsen mebel dan furnitur lokal yang mau mengikuti pameran di berbagai negara. Namun, dia menduga, peluang fasilitasi tidak akan ada lagi karena pemerintah melakukan pemangkasan anggaran.
Baca Juga: Waspada Tarif Tinggi AS, Industri Mebel RI Sasar Pasar Timur TengahDia menerangkan, perluasan pangsa pasar mebel dan furnitur banyak bergantung pada program fasilitasi dari pemerintah. Dia pun mengaku, biaya mengadakan pameran internasional cukup jumbo, sehingga produsen terbantu dengan program tersebut.
"Kita mau pameran (mebel) di Dubai ada dukungan dari pemerintah, (Kementerian) Perindustrian dan Perdagangan, itu pasti dibatalkan. Padahal itu kan kita penting untuk
nyasar emerging market, tahun ini pasti dibatalkan karena efisiensi," kata Sobur.
Ia menyampaikan, pameran internasional penting bagi industri mebel, terutama yang belum mampu secara finansial. Sementara, industri mebel yang memiliki modal jauh lebih besar mampu berekspansi ke tujuan pasar non-tradisional seperti China, Timur Tengah, dan India.
"Kita kalau mau memasuki pasar-pasar yang baru ya sebaiknya pemerintah turun tangan. Karena kita lihat dari 10 tahun lalu, efek (fasilitasi) sangat penting, kita
enggak punya kemampuan untuk bisa pameran di luar negeri, mahal sekali," imbuh Ketua HIMKI.
Sobur juga menyoroti, Indonesia memiliki potensi diversifikasi bahan baku mebel yang menarik minat para
buyer internasional. Contohnya, kayu jati, kayu-kayu eksotis, termasuk rotan, bambu, kayu mahoni, serta serat untuk anyaman.
Oleh karena itu, Sobur mengaku khawatir pemangkasan anggaran yang dilakukan pemerintah bakal membuat ekspor produk mebel
made in Indonesia menurun. Sementara, penjualan di dalam negeri masih belum kuat.
Khawatir Penjualan Anjlok 50%Ketua HIMKI bahkan menyebut, efek pemangkasan anggaran pemerintah ini bisa menekan kinerja penjualan industri mebel domestik anjlok hingga 50%. Sebab, produk mebel lokal paling banyak dibeli melalui pengadaan pemerintah.
"Kita mungkin kalau tahun lalu hampir sama dengan ekspor ya ekuivalen misalnya di angka US$2 miliar, katakanlah. Pasti mengalami penurunan dalam negeri, ya bisa turun 50% mungkin, kan belanja terbesarnya belanja pemerintah," jelasnya.
Baca Juga: Mendag Sebut Peluang Ekspor Furnitur Bertumbuh Masih AdaPenjualan anjlok karena turunnya belanja pemerintah untuk fasilitas pendidikan, seperti meja dan bangku sekolah, hingga fasilitas kantor pemerintah. Padahal, Sobur memprediksi, potensi penjualan mebel melalui belanja pemerintah tersebut mencapai US$20 miliar.
Ia menambahkan, pemangkasan anggaran dapat memengaruhi pertumbuhan industri mebel yang berkisar 5-6% pada 2024. Hanya saja, dia belum memberikan koreksi target pertumbuhan tahun ini dengan adanya faktor pemotongan anggaran tersebut.
"(Terkait bisnis mebel) sekolah, (misal) bangku sekolah, SD, SMP, perguruan tinggi... Jadi
enggak belanja itu (kalo ada pemangkasan)... Karena
ngomongin bangku sekolah seluruh Indonesia, waduh, itu besar sekali. Kita bisa menduga itu
market di situ
tuh bisa sampai US$20 miliar," sebutnya.