11 Maret 2025
16:00 WIB
Tren Tagar KaburAjaDulu: Antara Peluang Global Dan Tantangan Domestik
Fenomena viralnya tagar KaburAjaDulu sebagai ajakan melarikan diri dari Indonesia untuk mendapatkan hidup yang lebih layak, mencerminkan bahwa ada yang tidak beres di negeri kita.
Penulis: Sri Suwarsi
Editor: Rikando Somba
Ilustrasi Tiket Pesawat. Shutterstock/Noey smiley
Ajakan #KaburAjaDulu menjadi tren yang mengemuka di kalangan pengguna media sosial akhir-akhir ini. Tagar ini mencerminkan keinginan sejumlah masyarakat, terutama generasi Z dan milenial, untuk mencari berbagai peluang kerja atau pendidikan di luar negeri. Fenomena ini memicu berbagai tanggapan positif juga negatif.
Dari fenomena ini, kita juga bisa melihat bahwa aspirasi masyarakat ini perlu disikapi secara arif dan bijaksana. Kita tidak perlu bereaksi secara berlebihan. Malah, kita dapat belajar banyak dari situasi ini.
Fenomena #KaburAjaDulu cukup wajar terjadi, terutama di kalangan generasi muda yang merasa kurang puas dengan berbagai kondisi ekonomi, sosial, atau peluang di dalam negeri akhir-akhir ini (Badan Pusat Statistik, 2024). Apalagi, saat ini dengan adanya iklim keterbukaan informasi dan gaya hidup yang ditampilkan di media sosial, memicu kaum muda untuk memenuhi kebutuhan tren sosial dan menjajal kemampuan dan peluang yang dirasa menjanjikan di luar negeri (Dekker & Engbersen, 2014).
Alasan Di Balik #KaburAjaDulu
Tren #KaburAjaDulu hendaklah menjadi motivasi pemerintah untuk melakukan evaluasi kinerja dalam bidang ketenagakerjaan di tanah air. Apalagi, saat ini juga banyak perusahaan yang telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ratusan, bahkan ribuan, tenaga kerjanya, sebagai akibat kesulitan finansial atau ketidakmampuan bersaing dengan perusahaan lain yang sejenis (ILO, 2023).
Saat ini, lapangan kerja yang ada dipandang tidak menarik bagi kaum muda karena beragam faktor. Misalnya, kurangnya perusahaan dalam mengapresiasi berbagai kompetensi kaum muda dengan memberikan ruang gerak dan kebebasan untuk berinovasi, serta memberikan kepercayaan kepada mereka (Sutanto & Kurniawan, 2020). Di samping itu, kompensasi yang diterima pekerja dalam negeri masih sangat rendah jika dibandingkan dengan kompensasi yang diberikan oleh rekan-rekannya yang bekerja di negara lain (OECD, 2022).
Ada beberapa alasan mengapa fenomena ini dianggap wajar. Pertama, globalisasi dan perkembangan teknologi yang memberi kemudahan pada akses informasi. Generasi muda lebih mudah melihat peluang-peluang di luar negeri melalui media internet dan media sosial (Smith & Anderson, 2018). Mereka dapat dengan mudah membandingkan kondisi negara lain dengan Indonesia dan mencari informasi detail terkait minat yang menurut mereka lebih ideal.
Kedua, kesempatan karier dan pendidikan yang terbuka lebar di negara lain. Beberapa negara menawarkan program beasiswa atau pekerjaan dengan gaji yang lebih kompetitif dibandingkan di Indonesia. Ini menjadi daya tarik utama bagi mereka yang ingin meningkatkan kualitas hidupnya dengan cepat jika dibanding mereka bekerja di Indonesia dengan gaji UMR (OECD, 2022).
Ketiga, ketidakpuasan terhadap kondisi domestik akhir-akhir ini, seperti tingginya pengangguran, gaji yang rendah, mahalnya biaya hidup di sebagian kota besar di tanah air, serta ketidakpastian ekonomi dan politik bisa menjadi pemicu utama pencarian peluang baru di luar negeri (Badan Pusat Statistik, 2024). Generasi muda menginginkan sebuah lingkungan yang lebih stabil dan mendukung impian-impian mereka.
Keempat, gerakan ini merupakan tren sosial dan budaya. Gerakan ini merupakan tren sesaat yang dipengaruhi oleh tren di media sosial (Dekker & Engbersen, 2014). Media sosial menampilkan kehidupan di luar negeri yang lebih nyaman dan pekerjaan yang menjanjikan dengan gaji yang lebih baik, yang mungkin apa yang ditampilkan tidak selamanya sesuai fakta, atau karena efek ikut-ikutan. Misalnya, ketika seseorang melihat teman atau influenser yang di media sosial yang pindah ke luar negeri, seperti memiliki kehidupan yang nyaman dan lebih baik. Hal ini lalu membuat mereka merasa terdorong untuk melakukan hal yang sama.
Pentingnya Employer Branding
Jika ditelusuri lebih dalam berdasarkan kajian manajemen sumber daya manusia, fenomena #KaburAjaDulu terjadi karena kaum muda menghadapi situasi yang kurang menyenangkan dalam lingkungan kerja. Banyak perusahaan di Indonesia masih kurang menarik, baik dari aspek sosial, ekonomi maupun nilai lainnya, yang dianggap penting bagi kaum muda (Sutanto & Kurniawan, 2020).
Dengan kata lain, banyak perusahaan yang belum mampu menerapkan employer branding. Artinya, perusahaan belum memiliki komitmen kuat untuk membangun citra positif sebagai tempat kerja yang baik dan menarik bagi karyawan muda saat ini, maupun calon karyawan dari kalangan generasi Z dan milenial.
Ajakan untuk #KaburAjaDulu di Indonesia mencerminkan tren bahwa karyawan gen Z dan milenial lebih mudah meninggalkan pekerjaan jika merasa tidak puas dengan lingkungan kerja, budaya perusahaan, atau kesejahteraan mereka (Iredale, 2001). Fenomena ini bisa merupakan cerminan dari employer branding yang buruk, seperti jam kerja yang tidak fleksibel, kurangnya work-life balance, adanya budaya kerja yang toksik, sistem kerja yang menekankan senioritas, yang ujungnya dapat menyebabkan peningkatan turnover dan ketidakpuasan karyawan generasi muda.
Sebaliknya, perusahaan yang memiliki employer branding kuat dapat menawarkan budaya kerja yang suportif, fleksibilitas yang tinggi dalam sistem kerja, peluang pengembangan karier, dan kesejahteraan karyawan yang baik, akan cenderung lebih mampu mempertahankan talenta mereka meskipun tren #KaburAjaDulu sedang marak (Sutanto & Kurniawan, 2020).
Secara strategis, ajakan #KaburAjaDulu tidak selalu buruk, tetapi perlu dipantau jika terlalu banyak tenaga kerja berkualitas dan kompeten yang meninggalkan Indonesia (brain drain) (Hugo, 2014). Ditambah, mereka tidak kembali lagi dalam jangka waktu yang panjang atau bahkan pindah kewarganegaraan. Hal ini dapat mengakibatkan dampak negatif bagi perkembangan Indonesia di masa depan.
Namun, ketika mereka kembali lagi ke tanah air dengan pengalaman dan keahlian baru, hal ini justru dapat membawa dampak positif (brain gain) bagi negara kita, karena akan terjadi proses transfer keahlian dan budaya positif dari negara lain di tempat kerja baru di Indonesia (Hugo, 2014). Pada akhirnya, fenomena #KaburAjaDulu adalah merupakan refleksi dari harapan masyarakat, terutama kalangan muda, akan suatu kehidupan yang lebih baik.
*) Dr. Sri Suwarsi, SE., M.Si., CGA., CHCM. merupakan Dosen Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Bandung
Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan tidak mencerminkan kebijakan institusi tempat penulis bekerja.
Daftar Pustaka: