c

Selamat

Kamis, 28 Maret 2024

OPINI

26 Juli 2022

18:15 WIB

Survei Visi: Pekerja Minati Rumah Di Luar Jakarta

Kehidupan bertetangga yang saling menghargai ruang privat antarkeluarga lebih disukai.

Penulis: Gisantia Bestari

Editor: Rikando Somba

Survei Visi: Pekerja Minati Rumah Di Luar Jakarta
Survei Visi: Pekerja Minati Rumah Di Luar Jakarta
Ilustrasi proyek perumahan di suatu wilayah di pinggiran Jakarta. ANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya.

Dulu, tempat tinggal dianggap sebagai kebutuhan primer yang sudah selayaknya dimiliki seseorang. Namun, seiring berkembangnya zaman, pandangan ini tampaknya mulai bergeser. Pasalnya, tempat tinggal tak lagi jadi sesuatu yang dapat diperoleh dengan mudah. Dibandingkan memiliki, beberapa kelompok masyarakat lebih memilih sekadar hidup dengan menyewa indekos, kontrakan, ataupun unit apartemen.

Sementara, bagi yang mempunyai keinginan kuat untuk membeli properti tersebut, harus mempertimbangkan sejumlah aspek. Yang dipertimbangkan seperti; ketimpangan akses fasilitas, infrastruktur, transportasi, harga, dan berbagai faktor lainnya antara satu daerah dengan daerah lainnya.

Dilatarbelakangi hal tersebut, Lembaga Riset Visi Teliti Saksama tertarik mengetahui pandangan masyarakat mengenai kepemilikan tempat tinggal. Pada periode 8-18 Juli 2022, kami mengadakan survei preferensi kepemilikan tempat tinggal secara daring yang melibatkan 350 responden berusia minimal 20 tahun. 

Responden dalam survei ini didominasi jenis kelamin laki-laki, kelompok usia 20-25 tahun, berstatus lajang, berpendidikan tamat S1. Mereka bekerja sebagai pegawai swasta, dan berpengeluaran Rp1-5 juta per bulan. 

Hasilnya, mayoritas responden saat ini masih tinggal bersama orang tua atau orang lain (45%). Selebihnya, mereka menyewa kos/kontrakan/unit apartemen (24%) dan tinggal di rumah pemberian orang tua (13%). Sedangkan, hanya 18% responden yang menghuni tempat tinggal milik sendiri. 

Bagi mereka yang belum menghuni tempat tinggal milik sendiri, sebagian besarnya berminat membeli tempat tinggal suatu hari nanti (93% dari 288 responden). Sedangkan, responden yang sudah menghuni tempat tinggal sendiri didominasi oleh mereka yang menghuni rumah di luar wilayah Jakarta (81% dari 62 responden). 

Khusus kepada kelompok responden yang berminat membeli tempat tinggal dan kelompok responden yang sudah menghuni tempat tinggal sendiri, kami menanyakan soal preferensi kondisi rumah dan pilihan pembiayaan rumah paling ideal. 

Hasilnya, mayoritas mereka menyatakan kondisi paling ideal adalah memiliki rumah di luar Jakarta dibandingkan rumah di dalam Jakarta, unit apartemen di Jakarta, ataupun unit apartemen di luar Jakarta. Komplek perumahan pun lebih digemari dibandingkan kluster perumahan atau pun rumah di perkampungan. 

Kebanyakan mereka juga memilih skema pembiayaan cicilan dengan uang muka (dibandingkan tunai, tunai bertahap, atau cicilan tanpa uang muka), menyisihkan nominal di bawah Rp10 juta sebagai uang muka pembelian rumah, dan nominal di bawah Rp2 juta sebagai cicilan rumah per bulannya. 



Terhadap seluruh 350 responden, kami bertanya seputar sikap mereka akan akses-akses di sekitar tempat tinggal yang ideal. Mayoritas mereka menyatakan, keberadaan akses fasilitas (pendidikan, kesehatan, keamanan, swalayan, sarana keagamaan), akses infrastruktur (kualitas pembangunan jalan, internet), dan akses utilitas (air bersih, listrik), adalah elemen sangat penting yang ada di dekat tempat tinggal. Ada lebih dari 60% responden yang menyatakan “sangat penting” pada masing-masing variabel tersebut. 

Selain sangat mementingkan akses-akses di sekitar tempat tinggal, sebesar 71% dari 350 responden ini juga berpendapat faktor harga sangat penting dalam memengaruhi keputusan pembelian tempat tinggal. 

Hal yang tak kalah menarik adalah keterkaitan faktor tetangga dengan keinginan membeli tempat tinggal. Mayoritas responden menyatakan karakter tetangga dan dukungan lingkungan sekitar terhadap tumbuh kembang anak juga sangat penting dalam memengaruhi keputusan pembelian tempat tinggal. Masing-masing variabel memperoleh lebih dari 60% responden yang menilai “sangat penting”. 

Terakhir, terhadap semua responden juga ditanyakan preferensinya terhadap area privat. Untuk kondisi psikologis lingkungan tempat tinggal yang ideal, dominan responden lebih memilih masyarakat yang saling menghargai ruang privat antarkeluarga (75%), ketimbang masyarakat yang kekeluargaan dan nyaris tidak berjarak secara emosional.  

Sedangkan, untuk kondisi fisik lingkungan tempat tinggal yang ideal, dominan responden lebih menyukai bangunan yang tidak saling menempel, daripada sebaliknya. 

Dapat dikatakan, mayoritas responden mendamba memiliki tempat tinggal sendiri, namun tidak banyak nominal yang bisa mereka sisihkan baik untuk uang muka maupun cicilan per bulannya. Di samping itu, ada banyak aspek yang harus mereka pertimbangkan dan berperan penting dalam keputusan mereka membeli hunian. Selain soal harga, juga soal akses berbagai fasilitas, infrastruktur, dan utilitas.

Memang, dalam beragam artikel, acara, atau konten digital, masyarakat terutama anak muda berusia 20-an kerap didorong untuk segera memiliki hunian sebagai kebutuhan utama manusia. Akan tetapi, beragam tantangan dan kendala dari segi harga, lokasi, hingga akses, membuat impian memiliki rumah tidak mudah direalisasikan atau bahkan tidak lagi penting. Bagaimana menurut Anda? Anda masuk ke dalam golongan responden yang mana?


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentar Login atau Daftar





TERPOPULER