c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

OPINI

21 Februari 2023

17:33 WIB

Survei Visi: Komplain, Instrumen Korektif Yang Perlu Direspon Positif

71,1% responden yang komplain menyatakan pernah tidak puas dengan tanggapan penjual. Penyebab paling banyak adalah penjual tidak ramah, memberikan penjelasan berbelit-belit, serta tidak bisa dihubungi

Survei Visi: Komplain, Instrumen Korektif Yang Perlu Direspon Positif
Survei Visi: Komplain, Instrumen Korektif Yang Perlu Direspon Positif
Konsumen memberikan nilai pada suatu produk berdasarkan pengalamannya. Shutterstock/Dilok Klaisataporn

Saat kecewa dengan suatu produk yang kita beli, baik secara online maupun offline, komplain biasanya menjadi salah satu cara yang ditempuh konsumen sebagai langkah korektif agar bisa mendapatkan hak sebenarnya. 

Saat ini, beberapa cara komplain yang dapat kita lakukan adalah menghubungi penjual melalui media sosial, menelepon atau mengirim e-mail ke pusat layanan pelanggan (customer service), atau mengajukan komplain di aplikasi marketplace. Nah, dalam mengajukan komplain, setiap konsumen bisa memperoleh beragam respons dari penjual. Ada yang direspon positif, masalahnya terselesaikan, ada juga yang berakhir dengan kekecewaan.

Oleh karena itu, lembaga riset Visi Teliti Saksama tertarik untuk mengetahui kepuasan konsumen terhadap penanganan komplain produk. 

Pada periode 27 Januari – 8 Februari 2023, Visi Teliti Saksama menggelar survei online kepada 100 responden yang dipilih secara acak, mengenai kepuasan mereka akan penanganan komplain yang pernah mereka ajukan. 

Responden terdiri dari 69% perempuan dan 31% laki-laki. Mayoritas responden berdomisili di Jabodetabek (64%), berusia >45 tahun (21%) diikuti oleh usia 31-35 tahun (19%), berpendidikan tamat D3/S1 (60%), bekerja sebagai karyawan swasta (35%), dan berpengeluaran Rp1-5 juta per bulan (39%).

Pertama, dari segi pengetahuan, terbilang sangat baik. Dominan responden memahami apa yang dimaksud dengan perlindungan konsumen. Mereka juga mengetahui apa saja hak konsumen, hak pelaku usaha, kewajiban konsumen, dan kewajiban pelaku usaha. Masing-masing pertanyaan tersebut mencapai lebih dari 85% responden yang menjawab tepat. 

Dari segi pengalaman, kebanyakan responden terbiasa berbelanja kebutuhan sehari-hari secara offline alias langsung mendatangi toko fisik. Semuanya pun mengaku lebih sering merasakan puas, ketimbang tidak puas, dengan produk yang dibeli baik secara offline maupun online

Meski begitu, pernahkah mereka merasa tidak puas dengan produk yang dibeli? Sebanyak 87% menjawab pernah.

Dari 87 orang yang pernah tidak puas dengan produk yang dibeli, hampir 100% menjawab belanja online lebih sering membuat mereka tidak puas dengan produk yang dibeli. Ketidakpuasan tersebut paling banyak disebabkan oleh spesifikasi produk yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan penjual. Penyebab berikutnya adalah produk yang diterima sesuai namun kondisinya buruk. 


Nah, di antara 87 responden itu, terdapat 87,4% atau 76 orang yang pernah menindaklanjuti ketidakpuasan mereka dengan cara mengajukan komplain. 

Lalu, cara apa yang pernah mereka lakukan dalam mengajukan komplain produk? Paling banyak menjawab pernah mengajukan komplain di aplikasi marketplace seperti Shopee, Tokopedia, Blibli, dan sebagainya. Selain itu, mengirim komplain ke WhatsApp customer service juga menjadi cara yang banyak dipilih. 

Saat komplain, permintaan yang paling banyak diajukan responden adalah produk dikembalikan ke penjual dan uang responden kembali. Permintaan terbanyak lainnya adalah produk dikembalikan ke penjual dan ditukar dengan produk yang baru. Lebih dari 80% responden ini mengaku lebih sering merasa puas dengan tanggapan penjual atas komplain yang mereka ajukan, dibandingkan tidak puas.

Meski lebih sering merasa puas, pernahkah mereka tidak puas dengan tanggapan penjual atas komplain yang diajukan? 

Dari 76 responden yang pernah mengajukan komplain, sebesar 71,1% alias 54 orang menyatakan pernah tidak puas dengan tanggapan penjual. Penyebab paling banyak adalah penjual tidak ramah saat menanggapi kritik. Penyebab lainnya, penjual memberikan penjelasan berbelit-belit, serta penjual tidak bisa dihubungi. 

Saat tidak puas dengan tanggapan penjual atas komplain produk, sebesar 70,4% dari 54 responden ini pernah memberikan penilaian buruk di aplikasi marketplace, misalnya memberikan bintang 1. Selain itu, responden juga pernah menelepon customer service untuk memberikan teguran. Hampir seluruh responden juga kapok membeli lagi di toko terkait, akibat tidak puas dengan tanggapan penjual atas komplain mereka.

Terakhir, pertanyaan tentang sikap diajukan pada seluruh 100 responden. Semuanya setuju, mengajukan komplain adalah hal penting agar penjual menyadari kekecewaan pembeli, serta dapat memperbaiki diri ke depannya. Begitu juga dengan pentingnya menegur penjual jika kita tidak puas dengan tanggapan komplain kita. 

Lebih dari 85% setuju, menyampaikan komplain produk lebih baik dilakukan melalui pesan pribadi, ketimbang terang-terangan di ranah publik seperti media sosial. Begitu juga bila ingin menegur penjual karena respons komplain tidak memuaskan, kebanyakan sepakat untuk dilakukan lewat pesan pribadi saja. 

Kemudian, sebesar 91% responden setuju, mereka berhak memberikan penilaian buruk di aplikasi marketplace, apabila respons penjual terhadap komplain mereka tidak berakhir memuaskan. 

Dapat disimpulkan, mayoritas responden tidak diam saja ketika tidak puas dengan produk yang mereka terima, apalagi jika belanja secara online. Mereka akan mengajukan komplain, dan apabila tidak puas dengan tanggapan atas komplain, mereka akan menindaklanjuti dengan menegur dan memberikan penilaian buruk di aplikasi marketplace. Semua itu dilakukan agar penjual memiliki kesadaran untuk memperbaiki kualitas produk dan layanan. 

Adanya Undang-undang  No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen membuat kita memperoleh gambaran yang jelas mengenai hubungan antara konsumen dan pelaku usaha. Berdasarkan UU ini, konsumen berhak mendapatkan barang/jasa sesuai nilai tukar, berhak diperlakukan dengan jujur, serta berhak mendapatkan penggantian bila barang/jasa tidak sesuai dengan perjanjian. Konsumen juga punya kewajiban, yakni harus beritikad baik dalam transaksi pembelian, mengikuti petunjuk informasi barang/jasa, dan membayar sesuai nilai tukar. 

Di sisi lain, pelaku usaha pun juga harus terpenuhi haknya. Mereka berhak menerima pembayaran sesuai kesepakatan, berhak merehabilitasi nama baik, serta berhak mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan buruk konsumen. Kewajiban mereka adalah melayani konsumen secara jujur, menjamin mutu barang/jasa, dan memberikan penggantian bila barang/jasa tidak sesuai perjanjian. 

Karenanya, meski ada komplain sekalipun, hubungan konsumen dan pelaku usaha sejatinya bisa berjalan lancar. Selama konsumen dan pelaku usaha memahami apa yang menjadi hak, kewajiban, dan batasan-batasan lainnya, tidak perlu ada benturan yang terjadi di antara keduanya. 

Memberikan penilaian buruk di aplikasi markertplace memang merupakan hak kita sebagai konsumen. Namun, jika kita puas dengan produk yang diterima, apalagi puas dengan respons penjual atas pengajuan komplain, tak ada salahnya pula kita berikan ulasan positif untuk membantu penjual menggaet calon konsumen selanjutnya. 

Bukankah saling menghargai lebih baik ketimbang saling berdalih dan saling menuntut hak tanpa memperdulikan kewajiban masing-masing? Hal terpenting, setiap komplain yang diajukan bukan karena mengada-nagada dilakukan. Bagi penjual, setiap komplain memang perlu direspon positif.

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar