20 September 2023
18:30 WIB
Penulis: Novelia
Editor: Rikando Somba
Semangat untuk beralih ke energi terbarukan pelan-pelan diamini seluruh dunia. Geliat elektrifikasi mulai bergerak pesat, tak terkecuali di bidang otomotif. Di Indonesia sendiri, peminatnya mulai memperlihatkan tren positif. Berdasarkan data whole sales (distribusi dari pabrik ke dealer) yang dirilis oleh Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) misalnya, sepanjang Januari-Juni 2023 penjualan mobil listrik telah mencapai 5.849 unit.
Demi lebih mendukung elektrifikasi tersebut, pemerintah juga tak segan memberikan insentif bagi para pembeli kendaraan pribadi bertenaga listrik lewat sejumlah beleid. Misalnya, pemberian diskon sebesar Rp7 juta pada pembelian motor listrik yang diatur oleh Peraturan Menteri Perindustrian No. 21 Tahun 2023. Atau Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 38 Tahun 2023 yang mengatur adanya diskon PPN sebesar 10% pada setiap pembelian motor listrik.
Akan tetapi, program insentif tersebut tak ujug-ujug melesatkan minat beli masyarakat terhadap kendaraan listrik. Pasalnya hingga awal Agustus 2023, dari total jatah 200 ribu unit motor listrik yang diberikan insentif, masih ada sisa kuota sebanyak 198.506 unit. Artinya, baru sangat sedikit yang menggunakannya.

Kalau Sobat Valid bertanya-tanya kenapa strategi insentif ini tak ampuh, sama halnya dengan lembaga riset Visi Teliti Saksama. Berangkat dari rasa penasaran tersebut, tim Visi akhirnya melakukan survei daring terkait minat masyarakat untuk memiliki kendaraan pribadi bertenaga listrik, dengan memasukkan unsur program insentif dari pemerintah.
Untuk diketahui terlebih dahulu, survei yang kami lakukan pada periode 2-9 September 2023 ini melibatkan 1.740 responden. Mayoritas responden berdomisili di luar Jabodetabek (63,3%) dan merupakan kelompok perempuan (61,8%).
Kebanyakan responden berusia 24-34 tahun (61,4%), merupakan lulusan SMA (58,2%), dan bekerja sebagai bapak/ibu rumah tangga (37,7%). Sementara dalam hal finansial, responden didominasi oleh kelompok dengan pengeluaran Rp1-5 juta per bulan (70,1%).
Insentif Bukan Alasan Utama
Lewat survei yang dilakukan, tim Visi Teliti Saksama menemukan bahwa gelora elektrifikasi transportasi nyatanya disambut oleh masyarakat. Dari total responden, mayoritas sebanyak 90,63% menyatakan setuju dan mendukung peralihan transportasi ke penggunaan kendaraan listrik.
Selain itu, sejalan dengan data Gaikindo yang memperlihatkan mulai melesatnya angka penjualan mobil listrik, ditemukan gambaran serupa terkait minat masyarakat. Sebanyak 88,85% responden survei menyatakan berencana membeli kendaraan pribadi bertenaga listrik.
Uniknya, dari beragam alasan yang dipilih responden yang menyatakan berencana membeli kendaraan pribadi bertenaga listrik, program insentif tidak menjadi faktor terbesar. Alasan yang ternyata paling banyak dipilih adalah karena kendaraan ini terkesan ‘hijau’ alias ramah lingkungan dan mengurangi polusi. Alasan ini dipilih oleh 79,7% dari total responden yang berencana membeli kendaraan listrik.
Banyaknya responden yang menjadikan faktor ini sebagai alasan jika membeli kendaraan pribadi bertenaga lisrik merupakan pertanda baik. Hal ini menggambarkan bahwa kesadaran masyarakat akan tanggung jawab terhadap lingkungan sudah cukup besar.
Di sisi lain, meski juga banyak dipilih reponden, alasan keterjangkauan harga dan adanya insentif hanya berada di peringkat keempat, dipilih oleh 60% dari total responden yang berencana membeli kendaraan pribadi bertenaga listrik. Artinya, program pemerintah tersebut tak mutlak mendorong masyarakat untuk melakukan pembelian.
Beberapa faktor lain justru lebih dipertimbangkan masyarakat dalam membeli kendaraan pribadi bertenaga listrik. Di antaranya biaya pengisian yang murah dan sifatnya yang hemat energi, yang dipilih oleh 66% dari total responden yang berencana membeli kendaraan pribadi bertenaga listrik. Atau karena kendaran ini tidak berisik ketika digunakan, yang dipilih oleh 61,1% dari total responden yang berencana membeli kendaraan pribadi bertenaga listrik.
Minimnya pengaruh program insentif dari pemerintah terhadap rencana masyarakat membeli kendaraan pribadi bertenaga listrik pun selaras dengan uji statistik yang dilakukan oleh Visi Teliti Saksama terhadap hasil survei terkait.
Menurut uji statistik dari studi yang dilakukan, ditemukan kesimpulan bahwa baik responden yang menyadari ataupun tidak menyadari adanya program insentif pemerintah, sama-sama cenderung memiliki rencana pembelian kendaraan pribadi bertenaga listrik.
Adapun hasil uji korelasi yang dilakukan dengan metode chi square memang menunjukkan adanya perbedaan signifikan terkait rencana membeli kendaraan listrik antara responden yang menyadari dan kurang menyadari. Hanya saja, kekuatan hubungan tersebut lemah.

Kendaraan Listrik dan Lifestyle
Di sisi lain, keputusan dan rencana pembelian kendaraan pribadi bertenaga listrik sudah pasti bukan tanpa alasan. Hal inilah yang membuat Visi Teliti Saksama merasa perlu memasukkan motivasi konsumsi sebagai variabel independen yang diperkirakan memengaruhi sikap dan minat masyarakat terhadap produk yang digadang-gadang ramah lingkungan ini.
Hasilnya positif. Uji statistik yang dilakukan Visi Teliti Saksama terhadap survei ini memperlihatkan bahwa motivasi memberikan pengaruh signifikan terhadap rencana pembelian kendaraan pribadi bertenaga listrik. Akan tetapi, hal yang lebih menarik justru terlihat dari beberapa indikator motivasi yang berkenaan dengan gaya hidup alias lifestyle.
Yap, alasan gaya hidup mencuri perhatian kami karena ternyata diilihat banyak responden sebagai alasan kebutuhan memiliki kendaraan listrik. Misalnya saja ketika diberikan pernyataan bahwa responden butuh memiliki kendaraan pribadi bertenaga listrik agar tidak ketinggalan zaman, 56,95% menyatakan setuju. Selain itu, ketika diberikan pernyataan bahwa responden butuh memiliki kendaraan pribadi bertenaga listrik untuk menunjang penampilan, 51,72% menyatakan sepakat.
Meski angka-angka tersebut sudah melebihi separuh responden, selisihnya dengan responden yang tidak setuju memang tidak terlalu besar. Akan tetapi, data ini dapat menjadi indikasi bahwa kendaraan listrik kini telah menjadi salah satu elemen yang dapat digunakan masyarakat untuk mendukung gaya hidup.
Dengan keadaan seperti itu, maka bisa dimaklumi apabila insentif terhadap kendaraan listrik yang ditawarkan pemerintah tidak terlalu diminati. Pasalnya, selain kebutuhan memenuhi tanggung jawab menjaga lingkungan, hal yang diburu oleh calon pemilik motor atau mobil listrik justru adalah prestise dalam hal gaya hidup.
Ketika gaya hidup sudah dijunjung, pertimbangan terhadap harga (cost) yang harus dikeluarkan sudah tak jadi hal utama. Dalam beberapa kasus, membeli barang berharga tinggi justru menyiratkan lebih tingginya kelas sosial yang dapat membuat seseorang lebih dihormati. Akibatnya, penawaran insentif berupa diskon malah jadi hal yang bisa saja dihindari.
Namun, hal ini tidak juga seutuhnya negatif. Pertimbangan membeli kendaraan pribadi bertenaga listrik demi menunjang gaya hidup di kalangan masyarakat justru bisa menjadi insight tersendiri. Tinggal bagaimana pemerintah dan pihak produsen meramu strategi yang pas agar barang yang dijual tak hanya menggiurkan dalam hal harga yang terjangkau, namun juga bergengsi untuk dipamerkan. Apakah Anda merupakah salah satu warga yang ingin membeli kendaraan listrik karena gaya hidup? Atau, justru karena peduli terhadap lingkungan, Sobat Valid?
Referensi
Gaikindo. (2023, Juli 20). Hyundai Ioniq 5 Teratas di Penjualan Mobil Listrik 2023. Retrieved from Gaikindo
MR, H. (2023, Agustus 4). Ada Apa Dengan Penjualan Motor Listrik, Padahal Dapat Subsidi, Kok Cuma Laku Segini? Retrieved from Gridoto
Visi Teliti Saksama. (2023). Laporan Hasil Survei Online Insentif Kendaraan Listrik. Jakarta: Validnews.