c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

OPINI

09 April 2024

16:30 WIB

Dinamika Praktik Silaturahmi Saat Lebaran

Praktik silaturahmi pada masyarakat modern, menjadikannya sebagai ajang flexing, memperoleh pengakuan dan menciptakan hubungan timbal-balik sehingga mengesampingkan nilai spiritual dari silaturahmi.

Penulis: Dwiditya Pamungkas

Editor: Rikando Somba

<p id="isPasted">Dinamika Praktik Silaturahmi Saat Lebaran</p>
<p id="isPasted">Dinamika Praktik Silaturahmi Saat Lebaran</p>

Ilustrasi bersilaturahmi dan maaf-maafan saat lebaran. Shutterstock/Queenmoonlite

Sebagai makhluk sosial, manusia pada dasarnya tidak dapat hidup sendiri di dunia ini. Manusia perlu berinteraksi satu sama lain. Interaksi sosial adalah jenis hubungan sosial yang dinamis mencakup hubungan antara individu, antara kelompok manusia, dan antara individu dengan kelompok manusia. 

Silaturahmi, merupakan salah satu wujud dari interaksi sosial yang selama ini diajarkan pula dalam beberapa agama.

Lebaran Idulfitri merupakan momen tahunan yang dapat menjadi ajang dalam menjalin dan memperkuat tali silaturahmi umat manusia. Namun, dengan perkembangan teknologi yang ada, praktik silaturahmi mengalami dinamika dan perubahan yang berdampak pada tradisi dan nilai yang ada di masyarakat.  

Pengertian Silaturahmi
Silaturahmi sendiri berasal dari bahasa Arab yang mengandung kata silat/sela yang artinya ikatan, hubungan atau menghubungkan. Adapun kata rohim/rakhim berarti rahim, kata ini digunakan untuk menyebut rahim atau kerabat karena dengan adanya hubungan rahim atau kekerabatan manusia saling mengasihi dan menyayangi. Dengan kata lain silaturahmi memiliki makna dasar menyambung hubungan dengan kerabat yang memiliki pertalian darah.

Silaturahmi dalam bahasa Indonesia memiliki arti yang lebih luas karena artinya tidak hanya terbatas pada perasaan kasih sayang antara sesama anggota keluarga, tetapi juga mencakup makna yang lebih luas tentang menjalin hubungan dengan seluruh masyarakat.  Merujuk pada Darussalam (2017), silaturahmi berarti mendekatkan diri kepada orang lain setelah selama ini jauh dan menyambung kembali komunikasi setelah selama ini terputus dengan penuh kasih sayang di antara mereka. 

Dengan kata lain, silaturahmi menjalin hubungan dengan kerabat, sanak saudara, keluarga dan jaringan pertemanan yang telah terputus atau renggang dengan cara bertemu secara langsung. Silaturahmi tidak akan memiliki nilai yang tinggi jika dilakukan melalui alat komunikasi atau dilakukan secara virtual.

Bergesernya Tradisi Silaturahmi
Merujuk pada data Kementerian Perhubungan, diketahui bahwa pada tahun 2023 jumlah pergerakan manusia saat menjelang Idulfitri mencapai 123,8 juta. Angka tersebut melonjak dari tahun 2019 yang hanya tercatat sebanyak 18,3 juta pergerakan masyarakat. Tren penurunan pergerakan masyarakat saat menjelang Idulfitri sudah terjadi dari tahun 2013 hingga tahun 2019. Pada tahun 2013, Kementerian Perhubungan mencatat sebanyak 22,1 juta pergerakan masyarakat sedangkan tahun 2019 tercatat sebanyak 18,3 juta pergerakan masyarakat menjelang Idulfitri.

Pada masa pandemi Covid-19, pergerakan masyarakat dibatasi sehingga angka pergerakan masyarakat di masa Idulfitri pada tahun 2020-2021 tercatat di bawah 2 juta. Namun, setelah masa pandemi Covid-19 usai, pembatasan pergerakan masyarakat mulai dicabut dan angka pergerakan masyarakat melonjak drastis dari 10 tahun terakhir. 

Peningkatan pergerakan masyarakat terus mengalami lonjakan. Hingga, pada tahun 2024, Kementerian Perhubungan memperkirakan terdapat 193,6 juta orang yang akan melakukan pergerakan atau mudik Lebaran. Adapun jumlah tersebut mencapai 71,7% dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia dan prediksi tersebut berada di atas angka pergerakan masyarakat di tahun 2023 yang mencapai 123,8 juta jiwa.

Baca Juga:  Tips Persiapan Mudik Lebaran 2024 Agar Aman Dan Nyaman 


Dinamika pergerakan masyarakat di saat menjelang Idulfitri menandakan bahwa terjadi pula dinamika dalam kegiatan silaturahmi di tengah masyarakat. Beberapa peneliti pernah mengkaji dan melihat terjadinya pergeseran praktik agenda ini dalam tradisi halalbihalal di saat lebaran Idulfitri.

Pada dasarnya, pergeseran terhadap nilai-nilai budaya di masyarakat terjadi seiring dengan perkembangan zaman, globalisasi dan masuknya pengaruh dari budaya lain. Safitri (2022) dalam karya ilmiahnya menunjukkan bahwa di masyarakat Sumatra Selatan khususnya daerah Banyuasin telah terjadi pergeseran silaturahmi pada tradisi sanjo di mana generasi muda sudah meninggalkan kebiasan untuk saling mengunjungi di hari raya Idulfitri.


Mereka cenderung menghabiskan waktu untuk mencari hiburan dan berlibur ketika pulang kampung. Kondisi tersebut menurut Safitri (2022) terjadi melalui proses yang panjang akibat dari berkembangnya teknologi komunikasi. Selain itu, disampaikan pula bahwa melakukan silaturahmi melalui media sosial dianggap telah cukup menuntaskan kegiatan yang penuh makna kekeluargaan itu.

Apa yang diungkapkan oleh Safitri (2022) dalam karya ilmiahnya juga sejalan dengan karya ilmiah yang ditulis oleh Naila (2019). Naila (2019) dalam karya ilmiahnya, menunjukkan bahwa dalam arus globalisasi dan perkembangan teknologi informasi, silaturahmi di masyarakat Blitar mengalami pergeseran. Di sana kini berkembang anggapan bahwa silaturahmi tanpa tatap muka dapat dilakukan melalui video call

Pergeseran tersebut berdampak pada struktur sosial masyarakat dan nilai-nilai lainnya seperti nilai kepatuhan dan penghormatan terhadap orang tua, nilai kasih sayang dan lain sebagainya. Gawai dan peralatan komunikasi lainnya dianggap dapat menjadi media untuk mempertemukan masyarakat dalam melakukan silaturahmi. Hal tersebut tentu saja membuat nilai silaturahmi menjadi berkurang. Pada masa wabah Covid-19, kondisi pembatasan pergerakan masyarakat secara langsung maupun tidak telah membentuk dan mendukung ekosistem silaturrahmi secara virtual.

Setelah pandemi dan dibebaskannya masyarakat untuk berpergian telah memberikan kembali kesempatan bagi masyarakat untuk bersilaturahmi secara langsung dan tatap muka. Seperti yang telah dibahas sebelumnya,  terjadi lonjakan pergerakan masyarakat pasca Covid-19 yang dapat menunjukkan bahwa adanya keinginan masyarakat untuk melakukan silaturahmi di kampung halaman dan sebagainya. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa siilaturahmi tatap muka langsung mulai kembali dilakukan, akan tetapi, dibalik itu semua terdapat hal lain yang tersembunyi dibalik praktik silaturahmi.

Pemberian Dalam Silaturahmi Sebagai Bentuk Relasi Resiprokal
Tidak sedikit orang yang menghindari silaturahmi tatap muka dengan keluarga besar karena ingin menghindari pertanyaan-pertanyaan yang sulit dijawab dari sanak saudara terkait keberhasilan dalam hidup dan berumah tangga. Namun, bagi mereka yang memiliki keberhasilan dan pencapaian tertentu, silaturahmi pada  lebaran Idul Fitri menjadi momen untuk menunjukkan keberhasilan dan pencapaian kepada keluarga dan kerabat.

Alternatif dalam menunaikan silaturahmi pun mulai beragam, dari telepon video hingga pada praktik pemberian hampers, parcel atau bingkisan. Memberikan hampers atau bingkisan dianggap cukup dalam menjalin silaturahmi dengan kerabat dan kolega, padahal nilai silaturahmi sesungguhnya ialah bertemu dan menunjukkan kasih sayang secara langsung.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa dalam masyarakat modern saat ini, nilai-nilai materialisme telah terinternalisasi dalam kehidupan sehari-hari sehingga mengesampingkan nilai spiritualisme. 


Materialisme yang telah terinternalisasi mengarah pada sifat konsumerisme masyarakat, hal tersebut dapat dilihat pada keinginan seseorang untuk memiliki pakaian baru, kendaraan baru, gadget baru menjelang lebaran Idulfitri untuk melakukan flexing demi memperoleh pengakuan dari sanak saudara, kerabat, keluarga dan kolega di kampung halaman. Tidak ada salahnya memang memiliki pakaian baru ketika lebaran, yang menjadi masalah adalah ketika kita secara khusus memilih pakaian dengan brand tertentu demi mencapai tujuan dalam memperoleh pengakuan.

Pemberian hampers atau bingkisan pada saat Lebaran dapat diulas dengan konsep pemberian Marcel Mauss. Mauss menyampaikan bahwa sistem ekonomi pemberian adalah sebuah pemberian yang tidak pernah dilandaskan pada keikhlasan atau tanpa pamrih dan dari kemurahan hati saja. Mauss menekankan bahwa setiap pemberian selalu memiliki tujuan untuk membentuk relasi sosial resiprokal yang bersifat balas-membalas. Hal tersebut terlihat ketika kita pusing atau bingung untuk memberikan balasan terhadap pemberian yang diberikan oleh orang lain. 

Ada pula beberapa orang yang berharap adanya timbal balik atas pemberian yang diberikan. Pada konsep pemberian Marcel Mauss, pemberian dan balasan tidak hanya berbentuk benda saja, pemberian dapat berbentuk hal lain seperti jasa, bantuan dan sebagainya yang pada akhirnya membentuk ikatan sosial timbal-balik. Ketika seseorang tidak dapat memberikan balasan dari pemberian, biasanya mereka akan memiliki perasaan bersalah bahkan dalam masyarakat tertentu terdapat sanksi sosial dengan pemberian stigma negatif terhadap orang tersebut.

Pemberian hampers atau bingkisan di saat Idulfitri juga dapat membawa dampak negatif bagi masyarakat. Beberapa dampak negatif tersebut antara lain memperparah kesenjangan dan ketimpangan di masyarakat. Menerima hampers dalam jumlah banyak menjadi pembuktian terhadap status sosial seseorang di masyarakat. Selain itu, pemberian hampers juga dapat mempengaruhi ksesehatan mental seseorang ketika mereka memiliki perasaan bersalah karena tidak mampu untuk memberikan dan membalas pemberian hampers. Kondisi-kondisi tersebut membuat silaturahmi menjadi berat untuk dilakukan.

Perayaan Idulfitri sejatinya membuat silaturahmi menjadi wajib untuk dilakukan, khususnya untuk kembali mengikat ikatan di antara keluarga dan kerabat. Melakukan silaturahmi tidak perlu dipusingkan dengan hal-hal yang tak semestinya. Lakukanlah atas dasar niat untuk menjalin kembali hubungan dengan menunjukkan kasih sayang secara ikhlas tanpa pamrih.


Referensi:

Mauss, M. (1954). The Gift forms and functions of exchange in archaic societies. Glencoe, IL: Free Press.
Naila, Ro’yun (2019) Budaya Silaturrahmi Dalam Arus Globalisasi (Studi Kasus Budaya Silaturrahmi Masyarakat Desa Karanggayam Kabupaten Blitar). Undergraduate (S1) thesis, IAIN Kediri.
Safitri, Devi (2022) Pergeseran Nilai-Nilai Budaya Pada Tradisi Sanjo Perayaan Idul Fitri (Suatu Tinjauan Sosiologi) Di Desa Mariana Kecamatan Banyuasin 1. Undergraduate Thesis thesis, Fakultas Ushuludin dan Pemikiran Islam.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar