c

Selamat

Jumat, 5 Juli 2024

OPINI

12 November 2018

14:30 WIB

SUZZANNA: BERNAPAS DALAM PESONA

Masa kejayaan film horor Indonesia terjadi mulai tahun 1980-an, di mana hingga tahun 1991 terdapat lebih dari 80 judul film horor nasional.

Editor: Gisantia Bestari

SUZZANNA: BERNAPAS DALAM PESONA
SUZZANNA: BERNAPAS DALAM PESONA
Suzzanna Martha Frederika van Osch populer dengan nama Suzzanna. (Wikipedia)

Oleh: Gisantia Bestari, SKM*

Pada November 2018, sebuah film yang diadaptasi dari film horor legendaris akan tayang di bioskop Indonesia. Film tersebut adalah Suzzanna “Bernapas Dalam Kubur”. Bagi penggemar film-film horor Suzzanna yang rilis tahun 1980-an, kehadiran film adaptasi ini tentu membawa angin segar dan layak untuk dinikmati.

Suzzanna meninggal pada tahun 2008, terkenal dengan julukan “Ratu Film Horor Indonesia” berkat penampilannya di sejumlah film horor bioskop Tanah Air, yakni Beranak Dalam Kubur, Sundelbolong, Nyi Blorong, Ratu Ilmu Hitam, Telaga Angker, Malam Satu Suro, dan Malam Jumat Kliwon. Film-film horornya juga kerap menghiasi layar kaya sejumlah televisi swasta pada malam hari. Peran-perannya sebagai karakter horor mulai dari sundel bolong hingga kuntilanak melekat pada sosok Suzzanna. Terdapat sejumlah faktor yang melatarbelakangi kejayaan Suzzanna dan sepak terjangnya dalam dunia film horor nasional.

Respons Yang Baik
Masa kejayaan film horor Indonesia terjadi mulai tahun 1980-an, di mana hingga tahun 1991 terdapat lebih dari 80 judul film horor nasional. Pada rentang tahun 1981—1991, terjadi naik turun dalam jumlah produksi film horor nasional tiap tahunnya. Jumlah tersebut mengalami puncaknya pada tahun 1988 yakni terdapat 18 judul film horor yang diproduksi. Hal ini terjadi dikarenakan film horor nasional mulai diapresiasi. Bisa dikatakan, di antara puluhan judul film horor yang diproduksi saat itu, film-film yang dibintangi Suzzanna paling diminati.

Setiap tahunnya, dari tahun 1981—1989, film-film Suzzanna hampir selalu masuk ke dalam lima besar film nasional dengan jumlah penonton terbanyak di Kota Jakarta. Di mana, semua film pada daftar tersebut meraih lebih dari 100.000 penonton. Film-film Suzzanna mampu bersaing dengan film bergenre lain mulai dari drama hingga komedi. Film Nyi Blorong pun memperoleh pengakuan dari dunia internasional tatkala dipasarkan ke bursa film di Italia, Jerman, dan Filipina. Film-film horor yang dibintangi Suzzanna kerap bercerita tentang budaya mistik yang berkembang di kalangan masyarakat Indonesia (Muhammad Lutfi, dkk, 2013).

Kuatnya budaya mistik masyarakat Indonesia menjadi salah satu faktor yang memengaruhi minat masyarakat Indonesia terhadap film horor di tahun 1980—1990-an. Film-film Suzzanna yang sering bertengger sebagai film nasional dengan jumlah penonton terbanyak di Jakarta menunjukkan tingginya apresiasi masyarakat. Di mana, masyarakat Indonesia sendiri masih percaya akan adanya dunia supranatural dan makhluk halus. Kepercayaan tersebut menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari sehingga penonton familiar dengan kejadian-kejadian dalam film horor. Karenanya, film horor kerap diminati.

Faktor lainnya, figur Suzzanna itu sendiri. Untuk mendalami karakternya, Suzzanna menunjukkan totalitasnya dengan berlatih dipocongi hingga dikubur.  Selain itu, wajah Suzzanna yang berkarakter dan memiliki aura magis, ditambah suaranya yang memiliki ciri khas, menjadi daya tarik tersendiri. Faktor alur cerita juga menjadi hal yang memengaruhi minat penonton. Kombinasi ide cerita, sutradara, dan skenario yang baik merupakan hal-hal yang mendukung terciptanya film yang baik pula. Alur cerita film horor Tanah Air dicocokkan dengan cerita mistik seperti hantu gentayangan yang diyakini meninggal secara tidak wajar dan ingin menuntut balas. Latar film pun mengambil tempat yang dinilai angker, seperti hutan dan kuburan (Muhammad Lutfi, 2013).

Hal yang cukup menarik adalah meskipun genre film adalah horor, ada pesan moral yang terselip agar penonton memperoleh sesuatu yang berharga setelah menikmati film horor. Misalnya, bagaimana karakter hantu Suzzanna dalam film adalah tokoh protagonis yang menolak keras adanya kejahatan seperti membunuh dan merampok. Hantu Suzzanna bertekad menghabiskan siapa saja yang melakukan perbuatan terkutuk.

Keredupan dan Kebangkitan
Kemunduran Suzzanna dari dunia film pada tahun 1991 menandai penurunan film horor Indonesia. Dalam penelitian oleh JB Kristanto (1995, dalam Muhammad Lutfi, dkk, 2013), jumlah produksi film horor nasional mengalami kemerosotan mulai tahun 1991. Kemerosotan tertajam terjadi pada tahun 1992 dan 1995, yakni hanya ada satu judul film horor. Meredupnya dunia perfilman horor Indonesia bukan saja dikarenakan mundurnya Suzzanna, tapi juga karena menurunnya kualitas film dan lunturnya kepercayaan masyarakat pada hal mistik. Karenanya, minat masyarakat pun lesu terhadap film horor.

Selain horor, sebenarnya Suzzanna juga bermain dalam sejumlah film drama dalam rentang tahun 1971—1987, namun bisa dikatakan hanya Sangkuriang yang mendulang sukses. Hal tersebut menunjukkan bahwa peran Suzzanna sebagai hantu sudah melekat di benak penonton. Suzzanna sempat kembali pada film horor di tahun 2008 melalui Hantu Ambulance yang menjadi film terakhirnya sebelum wafat di tahun yang sama.

Pada tahun mundurnya Suzzanna, film horor nasional berjalan statis karena tidak ada terobosan baru dari berbagai aspek, seperti cerita, tema, dan penyajian. Selain itu, film horor nasional mulai menampilkan kombinasi horor dan eksploitasi tubuh perempuan yang dinilai tidak membawa keberhasilan. Sedangkan, lunturnya kepercayaan masyarakat pada hal mistik disebabkan arus globalisasi yang semakin kencang.

Namun, sejak film Pengabdi Setan sukses besar pada tahun 2017 dengan lebih dari empat juta penonton hingga ditayangkan di mancanegara, produksi film horor Indonesia seolah dituntut untuk memasang standard baru dan meningkatkan kualitas film. Di tahun 2018, film horor Sebelum Iblis Menjemput juga mencuri perhatian masyarakat dan tidak sedikit yang membandingkan kehororannya dengan film Pengabdi Setan. Film Sebelum Iblis Menjemput pun memperoleh penghargaan pada SITGES Film Festival kategori “Midnight X-Treme” di Spanyol, pada Oktober 2018.

Pastinya, banyak harapan dan ekspektasi yang dibebankan kepada film Suzzanna “Bernapas Dalam Kubur”. Bukan hanya karena film horor Tanah Air kini dituntut untuk menaikkan levelnya dalam menyajikan kengerian yang berkualitas, tapi juga karena film ini adalah produksi ulang dari film legendaris yang dicintai banyak orang. Sebuah film memang tidak mungkin mampu memuaskan semua hasrat orang yang menontonnya, namun rasa optimis akan karya horor negeri ini jangan sampai luntur pada diri kita semua.

*Peneliti Muda Visi Teliti Saksama

Referensi:
Lutfi, Muhammad, Agus Trilaksana. (2013). PERKEMBANGAN FILM HOROR INDONESIA TAHUN 1981-1991. Universitas Negeri Surabaya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar