c

Selamat

Senin, 17 November 2025

NASIONAL

11 Juli 2025

13:14 WIB

Yusril Setuju Daud Bereuh Jadi Pahlawan Nasional

Yusril menilai saat memimpin DI/TII, Daud Bereuh kecewa pemerintah Indonesia menepati janji untuk Aceh menjadi provinsi mandiri.

Editor: Leo Wisnu Susapto

<p>Yusril Setuju Daud Bereuh Jadi Pahlawan Nasional</p>
<p>Yusril Setuju Daud Bereuh Jadi Pahlawan Nasional</p>

Menko Kumhamimipas Yusril Ihza Mahendra (tengah) menyampaikan sambutan saat peresmian Memorial Living Park Rumah Gedung, di Kampung Bili, kabupaten Pidie, Aceh, Kamis (10/7/2025). ANTARA FOTO/Ampelsa/YU.

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumhamimipas) Yusril Ihza Mahendra mendukung usulan masyarakat Aceh agar Teungku Muhammad Daud Beureueh dicalonkan sebagai pahlawan nasional.

"Daud Bereuh punya peran mendukung kemerdekaan RI dan menegaskan Aceh sebagai bagian dari RI saat banyak tokoh setempat tak gembira dengan Proklamasi Kemerdekaan RI," ungkap Yusril dikutip dari Antara di Jakarta, Jumat (11/7).

Saat Seminar Nasional Teungku Daud Beureueh di Anjong Mon Mata, Banda Aceh, Kamis (10/7) malam, Yusril menguraikan, sebagian masyarakat ingin Aceh menjadi negara sendiri, sedangkan sebagian justru ingin tetap di bawah penjajahan Belanda. Namun demikian, Daud Beureueh berjuang habis-habisan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan RI, baik secara politik, militer maupun diplomasi.

Keinginan Daud Beureueh agar Aceh menjadi provinsi sendiri dengan keistimewaannya pun disetujui oleh Bung Karno saat berkunjung ke Aceh pada awal 1946.

Karena itu, pada masa Revolusi, Daud Beureueh diangkat sebagai Gubernur Militer Aceh, Langkat, dan Tanah Karo dengan pangkat tituler Mayor Jenderal TNI.

Setelah itu, Provinsi Aceh dibentuk melalui Keputusan Wakil Perdana Menteri RI untuk Sumatra yang berkedudukan di Kutaraja. Pembentukan itu dengan Peraturan Darurat Wakil Perdana Menteri yang diteken Sjafruddin Prawiranegara dan Daud Beureuh otomatis dikukuhkan menjadi Gubernur Aceh.

Pada 1950, Peraturan Darurat tersebut tidak disetujui Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan Menteri Dalam Negeri saat itu, Susanto Tirtoprodjo dari Partai Nasional Indonesia (PNI). Sehingga peraturan itu harus dicabut dan Aceh diintegrasikan menjadi bagian dari Provinsi Sumatra Utara.

Pencabutan Keputusan Darurat Wakil Perdana Menteri Sjafruddin itu harus dilaksanakan oleh Perdana Menteri RI yang baru, Mohammad Natsir. Padahal, baik Sjafruddin, Natsir maupun Daud Beureueh semuanya adalah tokoh Partai Masyumi, urai Yusril.

Natsir menghadapi dilema luar biasa untuk melaksanakan putusan KNIP sehingga memutuskan berangkat ke Aceh untuk menemui Daud Beureueh. Natsir terlambat datang sehari ke Aceh karena putrinya meninggal tenggelam di Kolam Renang Cikini.

Saat Natsir mendarat di Aceh, Daud Beureueh telah menyingkir ke luar kota karena sehari sebelumnya ia telah mengumumkan perlawanan dan pembangkangan terhadap pemerintah pusat di Jakarta.

Natsir memahami kekecewaan Daud Beureueh atas pembubaran Provinsi Aceh dan ingin agar provinsi tersebut dibentuk kembali bersamaan dengan pembentukan provinsi lain. Natsir juga menitipkan pesan kepada Daud Beureueh melalui Osman Raliby agar menahan diri dari perlawanan.

Namun, lanjut dia, Daud Beureueh menjawab bahwa "nasi sudah menjadi bubur" dan telah menyingkir dari Ibu Kota Aceh, Kutaraja. Dia dan pengikutnya masuk hutan untuk melakukan perlawanan. meskipun saat itu belum mengumumkan berdirinya Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TI) pada 1953.

Walaupun Provinsi Aceh kembali terbentuk pada 1956 dan dipisahkan dari Sumut, Daud Beureueh telah kehilangan kepercayaan kepada pemerintah pusat.

Belakangan, DI/TII Aceh menyatakan bergabung dengan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia. (PRRI) dan RPI (Republik Persatuan Indonesia) sebagai gabungan PRRI-Permesta pada 1958.

"Dari fakta-fakta sejarah itu, Daud Beureueh mestinya tidak dianggap sebagai pemberontak yang ingin memisahkan Aceh dari NKRI. Dia republikan yang kecewa dengan janji-janji pemimpin di pusat," imbuh Yusril.

Oleh karena itu, sejarah tentang Daud Beureueh perlu ditulis ulang sebagai pejuang RI sejati sehingga sudah saatnya diangkat menjadi pahlawan nasional.

Yusril menguraikan, Natsir dan Sjafruddin Prawiranegara pada era Orde Lama dan Orde Baru juga pernah dianggap pemberontak PRRI.

Setelah dikaji ulang, mereka bukan pemberontak untuk memecah belah bangsa, melainkan melakukan koreksi atas kebijakan pemerintah pusat dalam menerapkan Demokrasi Terpimpin yang memberi ruang kepada kaum komunis untuk masuk ke pemerintahan.

"Akhirnya, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono meneken Keputusan Presiden yang memberikan gelar pahlawan nasional kepada Natsir dan Sjafruddin Prawiranegara. Hal yang sama dapat dilakukan terhadap Daud Beureueh," tutur Yusril.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar