c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

03 Juli 2024

19:53 WIB

YLKI Minta BPOM Segera Sosialisasikan Regulasi Pelabelan Kemasan BPA

Keberadaan campuran senyawa Bisphenol A (BPA) pada kemasan plastik air minum guna ulang, butuh keputusan tegas pemerintah. Pelabelan kemasan BPA harus dijalankan

<p>YLKI Minta BPOM Segera Sosialisasikan Regulasi Pelabelan Kemasan BPA</p>
<p>YLKI Minta BPOM Segera Sosialisasikan Regulasi Pelabelan Kemasan BPA</p>

Ilustrasi Air minum dalam kemasan (AMDK) galon. dok. Antara

JAKARTA – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), secepatnya melakukan sosialisasi pasca terbitnya Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 tentang Label Pangan Olahan. Menurut Pengurus Harian YLKI Tubagus Haryo, kebijakan terbaru ini sudah lama ditunggu masyarakat, terkait keberadaan campuran senyawa Bisphenol A (BPA) pada kemasan plastik air minum guna ulang yang butuh keputusan tegas pemerintah.

"Pemerintah seharusnya melakukan sosialisasi, dan masyarakat pun punya hak untuk bisa mengakses aturan tersebut,” kata Tubagus dalam keterangannya, Rabu (3/7) menanggapi terbitnya peraturan BPOM tentang pemasangan label peringatan pada air minum dalam kemasan (AMDK).

Untuk diketahui, Peraturan BPOM  Nomor 6 Tahun 2024 berisi tentang Perubahan Kedua atas Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, yang sebelumnya telah ditetapkan pada tanggal 1 April 2024.  

Menurut Tubagus Haryo, ketika sebuah peraturan perundang-undangan disahkan, maka pada saat yang sama masyarakat juga harus mendapatkan informasi dengan sosialisasi melalui beberapa kanal. Salah satunya adalah sosialisasi yang dilakukan oleh pembuat peraturan itu sendiri.

Lalu, masyarakat juga harus bisa mengakses aturan tersebut di kanal-kanal yang bisa diakses oleh masyarakat. 

Dia melanjutkan, BPOM seharusnya sudah mulai melakukan sosialisasi dengan penyebarluasan informasi melalui pemanfaatan upaya Public Relations dan juga pemaksimalan kanal-kanal seperti website BPOM dan akun Instagram yang dimilikinya.

“Para jurnalis juga diharapkan bisa menjadi tempat sosialisasi regulasi apa pun," kata Tubagus Haryo.

Tujuannya, tegas Haryo, agar masyarakat mengetahui dan memahami apa yang terkandung dalam peraturan BPOM yang paling baru itu.

Lebih jauh, dia menilai, langkah BPOM melalui regulasi pelabelan pada kemasan AMDK merupakan cara yang tepat dan cepat yang bisa dilakukan. Hal ini diperlukan agar konsumen sadar dengan risiko bahayanya saat memilih kemasan air minum yang rutin mereka konsumsi.

Namun, dia juga mengkritisi pasal-pasal dalam aturan perubahan itu. Salah satunya sebagaimana tercantum dalam Peraturan BPOM Pasal II ayat 1 yang menyebutkan bahwa air minum dalam kemasan yang beredar wajib mematuhi ketentuan dalam Peraturan BPOM ini paling lama 4 (empat) tahun sejak diundangkan.

“Empat tahun menurut saya terlalu lama,” katanya mengingatkan. “Seharusnya juga dihitung, apakah dalam waktu empat tahun, pelaku usaha bisa memenuhi persyaratan yang ada dalam peraturan tersebut,” ujarnya.

Meski demikian, dia berharap agar BPOM juga menindaklanjuti keluarnya peraturan tersebut dengan penelitian di lapangan. Hal ini semata-mata untuk memastikan aturan tentang pelabelan AMDK itu sungguh-sungguh dipatuhi pengusaha atau tidak.

“Seandainya waktu tersebut selesai, maka seharusnya BPOM mempunyai mekanisme untuk melakukan uji petik di lapangan, apakah memang seluruh air minum dalam kemasan itu sudah memenuhi peraturan BPOM atau tidak," tandasnya.

Mengenai potensi perlawanan keras dari lobi-lobi industri yang mungkin keberatan dengan regulasi pelabelan pada kemasan AMDK, dia mengatakan agar industri selayaknya mematuhi peraturan yang telah diputuskan oleh pemerintah.

“Industri harusnya comply (patuh) dengan aturan itu. Ketika aturan itu dibuat kan bukan hanya untuk industri, tapi itu semua dalam konteks untuk perlindungan konsumen,” pungkasnya.

Bahaya BPA
Sebelumnya, Ketua Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) Hery Chariansyah dalam diskusi bertajuk 'Autis Terus Meningkat, Pilihlah Wadah yang Bebas BPA' di Jakarta, baru-baru ini mengingatkan para ibu agar menghindari penggunaan galon guna ulang mengandung BPA. Ia pun berterima kasih kepada pemerintah juga BPOM atas peraturan BPOM No 6 tahun 2024 yang telah mengundangkan Perubahan Kedua PerkaBPOM No 31 tahun 2018 tentang label pangan olahan.

"Intinya, galon guna ulang yang beredar harus dibeli label berpotensi BPA. Bagi kami yang memperjuangkan kesehatan anak, tak bisa menerima berpotensi, tetapi harus dihindari," kata Hery

Hery meningatkan kembali, penyandang Autis di dunia makin meningkat. Menurut data terbaru, setiap 36 kelahiran terdapat satu anak yang lahir autis. 

"BPA itu sangat berperan besar sebagai penyebabnya. Untuk itu, ibu-ibu harus pandai memilih AMDK yang aman yang tidak mengandung BPA," tegasnya.

Pemilik sekolah Imaculata Autism Boarding School, Dr. Imaculata Umiyati pun sepakat dengan bahaya BPA untuk anak. Dia memaparkan, setelah dilakukan penelitian terhadap, darah atau feses anak autis yang dilakukan di Amerika Serikat ternyata banyak mengandung logam berat dan BPA.

“Jadi setelah diperiksa ternyata positif, isinya logam berat dan BPA. Maka dari itu, hindari penggunaan galon guna ulang yang jelas-jelas berpotensi BPA. Sebab BPA butuh waktu untuk meracuni kita,” ujar perempuan berjuluk Bunda Anak Autis ini.

Sementara, menurut dokter Catherine Tjahjadi, paparan BPA masuk ke dalam tubuh karena suhu panas maupun gesekan. Setelah itu, kemudian bermigrasi dari galon ke air, setelah air dikonsumsi inilah munculnya paparan BPA yang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit terutama autis.

“BPA itu sifatnya merusak hormon Endokrin. Dampaknya menimbulkan penyakit mental. Jadi kita harus jeli memilih galon. Kalau ada kode nomor 7 di dalam segitiga hindari. Gunakan yang berkode 1, 2, 4, dan 5 itu semua aman bagi kesehatan,” kata Chaterine Tjahjadi.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar