21 Mei 2025
19:10 WIB
YLBHI Soal Serangan Digital Terhadap Masyarakat Sipil
YLBHI menyebut serangan digital terhadap masyarakat sipil belakangan tidak hanya melibatkan buzzer
Penulis: Aldiansyah Nurrahman
Ilustasi media sosial. Shutterstock/everything possible
JAKARTA - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengungkapkan serangan digital terhadap masyarakat sipil belakangan tidak hanya melibatkan buzzer. Ketua Bidang Advokasi YLBHI, Zainal Arifin mengatakan, dalam lima bulan terakhir, pergerakan aparat disinyalir juga tampak di media sosial.
Hal itu kata dia terlihat dari akun media sosial LBH Yogyakarta mendapat pengikut yang diduga berlatar belakang TNI setelah berbicara mengenai penolakan RUU TNI.
“Tiba-tiba akunnya itu mendapatkan follower banyak dan itu akun TNI aktif. Dugaannya begitu karena pada akhirnya dicek satu-satu, akun-akunnya itu memang akun-akun yang tidak lagi akun fake, tapi akun-akun asli, akun-akun real,” jelasnya, dalam diskusi di Jakarta, Rabu (21/5).
Selain TNI, ketika bersuara mengenai Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), akun yang diduga dari kepolisian juga menjadi pengikut.
“Sama seperti halnya ketika berbicara soal KUHAP kemarin. Akun-akun dari berbagai polsek itu juga masuk,” jelasnya.
Menurut Zainal, hal itu menunjukkan adanya pengerahan dan penggerakan secara sistematis, tidak hanya melalui buzzer, tapi juga melalui organisasi secara hirarkis untuk digunakan.
Serangan terhadap para pembela hak asasi manusia (HAM) ini menurutnya mempersempit ruang demokrasi. Zainal merasa tidak heran serangan seperti ini masif terjadi. Sebab aksi ini didanai.
“Itu bisa secara masif terjadi karena pembiayaannya ada, biaya untuk buzzer-nya masih ada. Kemudian pembiayaan-pembiayaan untuk perlengkapan-perlengkapan dan peralatan intelijen juga masih tinggi Rp8,6 triliun. Hampir 100 miliar juga untuk membayar buzzer,” ujarnya.
Menurut Zainal, hal ini menunjukkan juga bahwa masyarakat sipil itu dianggap sebagai sebuah ancaman.