c

Selamat

Senin, 17 November 2025

NASIONAL

15 Maret 2024

12:30 WIB

Waspadai Penipuan Catut Nama Pejabat KPK Via Aplikasi

Modus yang biasa dilakukan, antara lain melihat teman-teman dari orang yang dicatut namanya dari media sosial yang dimiliki. Lalu, pelaku akan kirim DM (direct message) atau private mesage ke korban

Waspadai Penipuan Catut Nama Pejabat KPK Via Aplikasi
Waspadai Penipuan Catut Nama Pejabat KPK Via Aplikasi
Ilustrasi. Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Kamis (7/9/2023). ValidNewsID/Fikhri Fathoni

JAKARTA - Pakar keamanan siber Pratama Persadha mengimbau masyarakat untuk mewaspadai penipuan catut nama pejabat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) via aplikasi perpesanan. Di antaranya dengan menggunakan foto profil Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Irjen Pol. Rudi Setiawan.

"Modus yang biasanya penjahat lakukan, antara lain melihat teman-teman dari orang yang dicatut namanya dari media sosial yang dimiliki, kemudian pelaku akan kirim DM (direct message) atau private message kepada korbannya," kata Dr. Pratama Persadha di Jakarta, Jumat (15/3)

Menurut Pratama, belum diketahui secara pasti pesan apa yang dikirimkan oleh pelaku. Namun, karena mengingat nama yang dicatut adalah seorang pejabat KPK, bisa jadi pelaku menghubungi korban dengan mengaku bisa membantu jika korban sedang tersandung proses hukum di KPK.

Kemungkinan lain, kata dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) PTIK ini, memberikan informasi palsu kepada korban, mereka sedang menjadi target penangkapan. Selanjutnya, menjanjikan nama yang bersangkutan terhapus dalam daftar target dengan membayarkan sejumlah uang.

Pratama mengemukakan, KPK dan aparat penegakan hukum sedang melakukan investigasi lebih mendalam terhadap penipuan yang sedang terjadi ini. Bahkan, sudah menemukan informasi, rekening untuk menampung dana hasil penipuan oleh pelaku berasal dari Sumatera Utara.

"Penipuan dengan modus catut nama seperti ini makin diperparah dengan makin maraknya kebocoran data pribadi belakangan ini," kata Pratama yang juga Chairman Lembaga Riset Keamanan.

Dengan menggunakan data yang bocor tersebut, kata dia, pelaku akan bisa lebih meyakinkan para korbannya karena pada saat kali pertama menghubungi korban, pelaku bisa menyebutkan nama korban serta beberapa identitas pribadi dari korban.

Penipuan dengan modus catut nama seperti ini, menurut Pratama, sangat berbahaya, terutama korban yang secara spesifik memang memiliki kasus hukum dengan KPK atau pejabat serta pimpinan perusahaan. Korban akan cenderung percaya, apalagi pelaku memberikan iming-iming kemudahan atau mengancam akan memperkarakan korban.

Jangan Merespons
Pakar keamanan siber ini lantas memberi kiat beberapa langkah supaya tidak menjadi korban kejahatan penipuan dengan modus tersebut. Antara lain, dengan tidak merespons pesan dari nomor yang tidak dikenal.

Jika memang mengenal orang tersebut, namun nomornya berbeda, Pratama menyarankan kepada si penerima pesan untuk mengonfirmasikan terlebih dahulu melalui nomor lama, apakah memang yang bersangkutan mengirimkan pesan dari nomor lain.

Selain itu, juga bisa menggunakan aplikasi tambahan untuk identifikasi nomor tidak dikenal seperti truecaller atau getcontact. Dengan begitu, kita bisa melihat apakah nomor tersebut valid ataukah nomor tersebut nomor yang dipakai untuk penipuan. 

Terkadang, memang ada calon korban yang menambahkan penanda kepada nomor tersebut yang bisa kita lihat di truecaller atau getcontact

"Kita juga bisa nyalakan fitur 'bisukan' penelepon tidak dikenal' pada WhatsApp. Caranya, masuk ke menu pengaturan, pilih privasi, pilih panggilan (scroll ke bawah) kemudian pilih 'bisukan' penelepon tidak dikenal dan aktifkan fitur tersebut," ujarnya.

Pratama menekankan, "Yang pasti jangan melakukan transfer atau transaksi keuangan apa pun kepada pelaku dan laporkan kepada pihak berwajib supaya bisa ditindaklanjuti". Tuturnya.

Sebelumnya, Kepala Pusat Studi Cyber Law dan Transformasi Digital Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Dr. Tasya Safiranita Ramli, SH, M.H, mengatakan, sistem Perundang-undangan Indonesia belum mengatur secara khusus tentang kejahatan pada media internet atau layanan over the top

Akan tetapi, pada saat bersamaan modus operasi kejahatan siber atau cyber crime cukup beragam serta terus berkembang.

Meski demikian, salah satu acuan hukum yang dapat digunakan untuk mengatasi dinamika permasalahan tersebut adalah tetap mengacu pada Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terbaru tahun 2024.

"Modus operasi cyber crime cukup beragam dan terus berkembang, serta berbeda dengan kejahatan konvensional. Sistem Perundang-undangan Indonesia belum mengatur secara khusus tentang kejahatan pada media internet atau layanan over the top. Tetapi salah satu acuan hukum kita bisa mengacu pada UU ITE," ujar Tasya mengomentari adanya temuan kejanggalan pada akun platform X (dulu Twitter) pasangan calon presiden Pemilu 2024, beberapa waktu lalu.

Bot spam itu secara otomatis menyebarkan pesan spam dengan akun palsu di platform X. Sesuai penjelasan Kantor X Singapura, Dirjen Semuel menyatakan akibat bot spamming, keyword dengan nama Mahfud yang dikirim sebagai pesan spam dianggap tidak layak di platform X.

"X bilang, sudah melaporkan ke saya juga, sudah temukan bot-nya. Itu ada bot spamming. Nah, tiap kali konten memuat kata atau mention @mahfud, terus itu dikategorikan tulisan tidak layak. Karena ada banyak, jadi sama X dibersihkan dulu," tuturnya.

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar