c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

09 Februari 2024

09:58 WIB

Warga Wawonii Lawan Penambangan Nikel

Warga Wamonii lawan penambangan nikel dengan ajukan kasasi akan izin pemanfaatan lahan dari KLHK.

Penulis: Aldiansyah Nurrahman

Editor: Leo Wisnu Susapto

Warga Wawonii Lawan Penambangan Nikel
Warga Wawonii Lawan Penambangan Nikel
Ilustrasi palu hakim. Ist.

JAKARTA - Warga Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara, mengajukan perlawanan akan putusan banding Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta terkait penambangan nikel di wilayah tersebut. Putusan banding perkara dengan nomor PTTUN Jakarta Nomor: 367/B/2023/PT.TUN.JKT, diajukan warga setempat, Pani Arpandi bersama dengan Tim Advokasi Penyelamatan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Tapak).

Wawonii memiliki luas 715 km2 terletak di tenggara Sulawesi ditetapkan sebagai area penaklukan tambang nikel. Hal tersebut mendapat legitimasi pemerintah, Menteri ESDM selaku penerbit izin tambang dan Menteri LHK selaku penerbit Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk Tambang nikel di Pulau Kecil tersebut.

Pani lalu menggugat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.576/ Menhut-II/2014, 18 Juni 2014 tentang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk Kegiatan Operasi Produksi Bijih Nikel dan Sarana Penunjangnya pada Kawasan Hutan Produksi Terbatas dan Kawasan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi atas nama PT Gema Kreasi Perdana (GKP). Adapun, luas tambang nikel di Konawe kini mencapai 707,10 ha.

Gugatan yang diajukan ke Pengadilan TUN Jakarta tersebut dikabulkan majelis hakim dengan putusan nomor 167/G/TF/2023/PTUN.JKT tertanggal 12 September 2023. 

PTUN Jakarta juga mengabulkan permohonan penundaan pelaksanaan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) sampai adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap. Putusan ini membuat GKP tidak boleh beroperasi di pulau kecil tersebut. Tapi, di tingkat banding, Pani dan Tapak kalah.

“Dasar dari upaya perlawanan rakyat pulau kecil Wawonii baik di luar pengadilan maupun melalui jalur pengadilan agar pulau kecil Wawonii yang menjadi ruang hidup mereka tidak ditambang karena, Wawonii adalah identitas, serta bagian dari pertahanan hidup sejak dari leluhur kami,” demikian keterangan tertulis Pani, Kamis (8/2).

Menurut dia, warga mengerti dan paham betul daya rusak yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan nikel. Terlebih, jika di pulau kecil dengan daratan yang terbatas, sumber air tawar yang terbatas.

Dengan kata lain, kata dia, pulau kecil ini memang tercipta rentan sejak awal baik terhadap perubahan iklim pencemaran dan kerusakan apalagi jika ditambang, pasti rusak bahkan bisa tenggelam pulau.

Sejak GKP kembali beroperasi pada 2021 lalu, lanjut Pani, pulau tempat mereka tinggal mulai terjadi kerusakan lingkungan dan pencemaran air. Serta, muncul konflik horizontal antar Masyarakat.

Penggugat menilai, putusan PTTUN Jakarta tidak mempertimbangkan pulau kecil dilarang untuk ditambang sebagaimana ketentuan Pasal 143 ayat 2 UU Minerba juncto Pasal 35 huruf K UU PWP3K.

Menggugat menilai majelis banding sengaja mencari-cari dalil pembenar keberadaan tambang di pulau kecil dengan mengutip peraturan level daerah (Perda) Provinsi Sulawesi. Yaitu, Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Sulawesi Tenggara Nomor 2 Tahun 2014.

Sedangkan, penggugat menilai Perda RTRW Sulawesi Tenggara tersebut, bertentangan dengan Perda RTRW Kabupaten Konawe Kepulauan Nomor 2 Tahun 2021. Perda RTRW Konawe itu sama sekali tidak mengakomodir alokasi ruang tambang di Wawonii.

Menurut Pani, ketentuan alokasi ruang tambang telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung melalui dua putusan yang konsisten dan saling menguatkan. Yakni, putusan nomor 57 P/HUM/2022 dan putusan nomor 14 P/HUM/2023.

Penggugat menilai, putusan banding mengabaikan dan melanggar asas hukum lex spesialis derogat lex generali

“Sehingga harus dibatalkan melalui kasasi di Mahkamah Agung,” tegas dia.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar