c

Selamat

Kamis, 25 April 2024

NASIONAL

22 Oktober 2021

08:53 WIB

Wamenag Harap Santri Melek Literasi Digital

Literasi digital dikuasai, santri siap masuk dunia kerja

Penulis: Oktarina Paramitha Sandy

Editor: Leo Wisnu Susapto

Wamenag Harap Santri Melek Literasi Digital
Wamenag Harap Santri Melek Literasi Digital
Sejumlah santri memanen sayuran yang ditanam secara hidroponik. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah

JAKARTA – Wakil Menteri Agama, Zainut Tauhid meminta, para santri memiliki keterampilan literasi digital agar mampu bersaing di era digital. 

Menurut Zainut, jihad para santri masa kini semakin berat, karena tidak bisa hanya memiliki kemampuan ilmu keislaman (tafaqquh fi al-din). Akan tetapi, para santri juga diharapkan memiliki keluasan cakrawala dalam beragam perspektif keilmuan umum, seperti isu-isu sosial kemasyarakatan, lingkungan, politik, ekonomi, dan kebangsaan yang lebih rumit dibanding dengan masa lalu, termasuk tantangan revolusi industri 4.0.

“Santri abad ke-21 harus memiliki keterampilan literasi digital (digital literacy), di samping literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi finansial, serta literasi budaya dan kewargaan,” ungkap Zainut dalam keterangan pers yang diterima Kamis (21/10) malam.

Zainut menjelaskan, kemampuan literasi digital penting, karena saat ini dunia tengah memasuki periode perubahan transformatif (transformative change). Kemudian, pergeseran besar (megashift) dalam pelbagai aspek kehidupan. Segala sesuatu telah mengalami proses mediatisasi, digitalisasi, virtualisasi, otomatisasi, robotisasi, mobilisasi, dan deteritorialisasi.

Selain itu, berbagai bentuk teknologi digital telah berkembang mulai dari kecerdasan buatan (artificial intelligence), data besar (big data), buku besar digital (blockchain), komputasi awan (cloud computing), Internet untuk Segala (Internet of Things atau IoT), pembelajaran mesin (machine learning), aplikasi seluler (mobile applications), nanoteknologi (nanotechnology), dan beberapa lain. Kesemuanya untuk mempermudah pekerjaan manusia. Untuk itu, literasi digital harus dikuasai agar para santri tidak digantikan oleh teknologi saat memasuki dunia kerja.

“Revolusi digital diperkirakan akan menghilangkan 800 juta lapangan kerja di seluruh dunia, yang diestimasi terjadi sampai tahun 2030 karena digantikan oleh mesin, hal ini bisa menjadi ancaman dunia termasuk bagi Indonesia sebagai negara yang memiliki angkatan kerja dan angka pengangguran yang cukup tinggi,” tegas Zainut.

Melihat kondisi tersebut, penting untuk memaksa semua pihak untuk melakukan akselerasi pemahaman dan penguasaan terhadap teknologi, tidak terkecuali para santri. Menurutnya, santri milenial tidak cukup hanya pintar mengaji. Lebih dari itu, santri harus mempunyai daya hidup dan kreativitas agar siap memasuki dunia industri dan dunia usaha.

Bahkan, agar lebih kontributif dalam memecahkan masalah yang kompleks pada abad ke-21, santri milenial juga harus dapat berpikir kritis, kreatif, komunikatif, dan mampu berkolaborasi. 

Oleh sebab itu, proses pembelajaran di pesantren, selain tetap berorientasi tafaqquh fi al-din, semestinya juga terus disesuaikan agar selalu relevan dengan perkembangan zaman, tuntutan dunia industri dan dunia usaha, serta potensi kaum milenial dalam penghidupan di masa depan.

“Para ustaz di pesantren semakin penting untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai pendidikan karakter kepada santri, yaitu karakter religius dan jiwa fastabiqul khairat atau berlomba-lomba untuk kebaikan,” tutup Zainut.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar