c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

29 Agustus 2023

15:37 WIB

Vonis Mario Dandy Dibacakan 7 September 2023

JPU menuntut Mario Dandy pidana 12 tahun penjara akibat menganiaya David Ozora (17). Nota pembelaan yang dilayangkan Mario Dandy dan tim penasihat hukum dinilai tak menggambarkan fakta sebenarnya

Vonis Mario Dandy Dibacakan 7 September 2023
Vonis Mario Dandy Dibacakan 7 September 2023
Terdakwa kasus penganiayaan Mario Dandy Satriyo menjalani sidang di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (22/8/2023). Antara Foto/Akbar Nugroho Gumay

JAKARTA - Sidang putusan atau vonis kasus penganiayaan terhadap Cristalino David Ozora dengan terdakwa Mario Dandy Satriyo, akan dibacakan pekan depan atau Kamis, 7 September 2023.

“Putusan akan dijatuhkan hari Kamis tanggal 7 September, minggu depan ya,” kata Hakim Ketua Alimin Ribut Sudjono di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (29/8).

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebutkan korban penganiayaan David Ozora (17) harus mendapatkan keadilan, dengan mengedepankan moralitas nilai kemanusiaan, nilai keadilan dan nilai kebenaran yang ada di masyarakat. 

Selain itu, Jaksa menilai nota pembelaan yang dilayangkan oleh terdakwa Mario Dandy beserta tim penasihat hukumnya tidak menggambarkan fakta sebenarnya.

“Serangkaian fakta yang mereka kemukakan hanyalah penggalan atau potongan yang sifatnya parsial," kata salah satu JPU, Maidarlis saat membacakan replik atas pleidoi atau nota pembelaan yang disampaikan Mario Dandy Satriyo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (24/8).

Dia menyatakan, dari keterangan para saksi dan keterangan para ahli yang hanya mendukung argumen mereka saja. Keterangan di dalam pleidoi itu tidaklah menggambarkan fakta yang sebenarnya terjadi.

Kemudian Jaksa mengatakan jika penasihat hukum dan terdakwa menguraikan seluruh fakta persidangan, maka akan terlihat suatu kenyataan yang bertolak belakang dengan apa yang dikemukakan.

“Sangat jelas menggambarkan keterlibatan terdakwa sebagai pelaku dalam tindak pidana, turut serta melakukan penganiayaan berat dengan rencana terlebih dahulu,” kata Jaksa.

Terdakwa Mario Dandy Satriyo (20) menyampaikan kekecewaannya terhadap JPU atas tuntutan pidana maksimal berupa penjara 12 tahun akibat menganiaya David Ozora (17).

"Majelis hakim yang Mulia, pada kesempatan ini saya juga ingin menyampaikan rasa kecewa atas tuntutan JPU yang menuntut dengan pidana maksimal tanpa sedikit pun mempertimbangkan alasan-alasan yang meringankan," kata Mario Dandy di PN Jakarta Selatan (Jaksel), Selasa (22/8).

Jaksa juga membebankan biaya restitusi sebesar Rp120 miliar. Jika terdakwa tidak dapat membayar maka diganti dengan hukum kurungan selama tujuh tahun penjara. 

"Dengan jumlah restitusi yang sangat besar tersebut maka dengan itikad baik saya bersedia membayar restitusi sesuai dengan kemampuan dan kondisi saya," cetusnya. 

Dia mengemukakan, belum punya penghasilan dan tidak memiliki harta. "Saat ini saya sedang menjalani hukuman pidana, belum mempunyai penghasilan dan tidak memiliki harta apapun," katanya.

Kuasa hukum Mario Dandy Satriyo, Andreas Nahot Silitonga menyebutkan, kliennya layak mendapatkan keringanan hukuman karena telah menjalankan hukuman yang terburuk dalam hidupnya.

"Selain itu orang tua terdakwa pun sudah menjadi terdakwa pada saat ini di KPK serta seluruh harta benda telah ditempatkan dalam penyitaan," katanya saat membacakan duplik terdakwa Mario Dandy Satriyo, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa.

Dia mengemukakan, tidak ada lagi pembelaan yang terdakwa dapat sampaikan. "Hanya kejujuran yang terdakwa berikan dan sampaikan dalam persidangan ini," tuturnya.

Andreas juga menjelaskan, terdakwa sepatutnya layak mendapatkan alasan-alasan yang meringankan. Yaitu terdakwa masih berusia 19 tahun, masih muda dan masih bisa memperbaiki perilakunya.

"Kemudian terdakwa berlaku sopan di persidangan, terdakwa mengaku terus terang perbuatannya, terdakwa belum pernah dihukum dan terakhir, terdakwa menyesali perbuatannya," serunya.

Andreas juga menolak perhitungan restitusi oleh LPSK karena tidak dibuat berdasarkan peraturan undang-undang yang berlaku. Menurutnya, perhitungan restitusi yang diajukan oleh LPSK patut untuk dikesampingkan karena perhitungan tidak berdasar.

"Kaitannya dengan bagaimana LPSK ini melakukan perhitungan dimana Dokter Tatang (saksi ahli) sudah menyatakan bahwa memang tidak ada proyeksi yang dibuat oleh RS Mayapada," tandasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar