12 September 2025
19:57 WIB
Vonis Mantan Jaksa Penilap Barbuk Diperberat Jadi 9 Tahun
Pengadilan Tinggi Jakarta memperberat hukuman mantan jaksa pada Kejari Jakarta Barat, Azam Akhman Akhsya, menjadi 9 tahun dalam kasus penilapan uang barang bukti
Editor: Nofanolo Zagoto
Terdakwa kasus korupsi barang bukti korban investasi bodong Robot Trading Fahrenheit, Azam Akhmad Akhsya (tengah) saat menjalani sidang dengan agenda pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (8/7/2025). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/tom.
JAKARTA - Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta memperberat hukuman mantan jaksa pada Kejaksaan Negeri Jakarta Barat Azam Akhmad Akhsya menjadi sembilan tahun penjara dari tujuh tahun penjara, dalam kasus dugaan penilapan uang barang bukti (barbuk) perkara investasi bodong robot perdagangan alias robot trading Fahrenheit pada tahun 2023.
Hakim Ketua Teguh Harianto menyatakan perbuatan Azam dalam kasus itu merupakan gratifikasi yang mencoreng nama baik dan integritas jaksa sebagai penegak hukum, padahal seharusnya Azam melindungi hak-hak korban perkara investasi bodong robot trading Fahrenheit dengan mengembalikan keseluruhan dana kepada para korban.
"Akan tetapi terdakwa malah mengambil hak-hak para korban dan merugikan korban, maka Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tingkat Banding pada Pengadilan Tinggi Jakarta tidak sependapat dengan pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa, sehingga mengubah lamanya pidana penjara (strafmaat) terhadap terdakwa," ucap Hakim Ketua dalam salinan putusan, seperti dilansir Antara, Jumat (12/9).
Begitu pula dengan hukuman denda, diperberat pula menjadi Rp500 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama lima bulan, dari yang sebelumnya sebesar Rp250 juta subsider tiga bulan pidana kurungan.
Hakim Ketua menegaskan bahwa Azam sebagai jaksa selaku penegak hukum yang seharusnya menjadi contoh dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, justru sebagai pelaku korupsi, sehingga tidak mendukung dan tidak mencerminkan semangat pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.
Tak hanya itu, mengingat dalam fakta persidangan ditemukan bahwa Azam telah memperoleh uang dari hasil gratifikasi dengan cara meminta "uang pengertian" pada para kuasa hukum korban sejumlah Rp11,7 miliar, maka Pengadilan Tinggi Jakarta menambahkan pidana berupa uang pengganti sebesar Rp11,7 miliar subsider lima tahun penjara pada Azam.
"Uang tersebut bukan hak Azam karena diperoleh dengan cara melawan hukum, di mama uang pengganti dibebankan dengan tetap memperhitungkan barang bukti yang telah dikembalikan dan disita," ucap Hakim Ketua.
Dengan demikian, perbuatan Azam telah melanggar Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Adapun uang yang ditilap Azam disebutkan diterima dari tiga orang penasihat hukum korban investasi robot trading Fahrenheit, yakni Oktavianus Setiawan, Bonifasius Gunung, dan Brian Erik First Anggitya, pada saat eksekusi perkara tersebut.
Rinciannya, sebesar Rp3 miliar diterima dari Bonifasius, Rp8,5 miliar dari Oktavianus, serta Rp200 juta dari Brian.