c

Selamat

Sabtu, 20 April 2024

NASIONAL

18 Agustus 2022

09:29 WIB

Ulama Berperan Penting Cegah Kekerasan Di Pesantren

Ulama bisa cegah kekerasan pada perempuan dan anak di pesantren maupun di tengah masyarakat.

Penulis: Oktarina Paramitha Sandy

Editor: Leo Wisnu Susapto

Ulama Berperan Penting Cegah Kekerasan Di Pesantren
Ulama Berperan Penting Cegah Kekerasan Di Pesantren
Ilustrasi kampanye antikekerasan pada perempuan. ANTARA.

JAKARTA – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengungkapkan, tokoh agama memiliki peran penting mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak secara umum, maupun yang terjadi secara khusus di lingkungan pesantren.

“Kasus-kasus kekerasan yang terjadi di satuan pendidikan berasrama termasuk pesantren, bisa dicegah dengan memperkuat peran wali asrama/musyrif, juga termasuk para pengurus Pesantren,” papar Bintang dalam keterangan pers yang diterima, Rabu (17/8) malam.

Bintang sampaikan, pesantren perlu memiliki aturan terkait pencegahan kekerasan yang dilakukan oleh semua pihak, baik siswa, pengawas, pengurus hingga ulama di lingkungan pesantren. Menurut dia, pengasuh pesantren seyogianya menerapkan pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak.

Melalui peraturan tersebut, dia berharap agar anak-anak dapat memperoleh pendidikan yang terbaik dalam lingkungan yang aman dan nyaman, apalagi berada dalam pendidikan berasrama yang berbasis agama. Terlebih, saat ini berbagai pemberitaan mengenai kasus kekerasan yang menimpa anak di lembaga pendidikan berasrama berbasis agama, dinilai sangat mengkhawatirkan. 

“Di luar kasus-kasus yang sedang terjadi, saya yakin, lebih banyak lagi lembaga pendidikan berasrama berbasis agama yang memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak dan melindungi anak-anak didiknya meskipun berada jauh dari rumah,” ujar Bintang dalam Musyawarah Ulama Pesantren tentang Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Perspektif Pesantren.

Dalam kesempatan tersebut, Pendiri Yayasan Puan Amal Hayati, Sinta Nuriyah Wahid sampaikan, bahwa pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menekan dan mencegah terjadinya beberapa kekerasan anak di pesantren dengan menerbitkan beberapa aturan. 

Misalnya menerbitkan surat keputusan (SK) yang mengatur soal teknis dan sosialisasi kebijakan perlindungan anak dari tindakan kekerasan di satuan pendidikan.

Namun, untuk melengkapi upaya pencegahan kekerasan melalui pendekatan legal formal tersebut, diperlukan pendekatan sosio kultural atau menanamkan pencegahan tindak kekerasan dari dalam diri. 

Menurutnya, ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk merealisasikan pendekatan (sosio kultural) ini, diantaranya kembali memperkuat pendekatan dan metode spiritual di kalangan pesantren.

“Perlu juga membentuk tim kerja yang melakukan pendampingan dan investigasi secara berkala terhadap pesantren untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan dan tindakan pelecehan seksual terhadap anak di pesantren,” ujar Sinta.

Sementara itu, perwakilan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), Siti Badriyah Fayumi, mendorong agar pesantren melakukan pembenahan. Hal tersebut harus diawali dari sosialisasi dan edukasi tentang kekerasan fisik dan seksual dengan bahasa agama dan hukum kepada pengasuh, guru, dan santrinya.

“Semuanya harus berperang melawan kekerasan fisik dan seksual tersebut, dan menjadikannya jihad melawan kemungkaran, sekaligus jihad untuk menjaga marwah pesantren,” tutup Siti.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar