Keputusan Kemendiktisaintek yang tidak membayarkan tukin dosen ASN tahun 2020-2024 dipandang menunjukkan sikap pemerintah yang tidak memprioritaskan anggaran pendidikan
Aliansi dosen mendesak pemerintah membayar tunjangan kinerja (tukin). Validnews/Ananda Putri
JAKARTA - Pakar hukum dari Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), Satria Unggul Wicaksana, menanggapi langkah Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) yang tidak membayarkan tunjangan kinerja (tukin) dosen ASN tahun 2020 hingga 2024.
Dia menyebut, hal itu mencederai hak dosen. Pasalnya, tukin merupakan bagian dari kesejahteraan dosen yang tidak bisa dinegosiasi.
"Ini bertentangan dengan prinsip-prinsip pemenuhan (hak) dasar dari dosen itu sendiri," tegas Satria melalui keterangan tertulis, Rabu (5/2).
Dosen yang juga Koordinator Kaukus Indonesia Untuk Kebebasan Akademik (KIKA) itu mengatakan, Undang-Undang Dasar 1945 telah menetapkan mandatory spending sebesar 20% dari APBN untuk pendidikan. Hal ini menegaskan bahwa bidang pendidikan harus menjadi prioritas.
Namun, keputusan Kemendiktisaintek yang tidak membayarkan tukin dosen ASN sejak tahun 2020-2024 menunjukkan bahwa pemerintah tidak memprioritaskan anggaran pendidikan.
“Ini cukup miris dan sebenarnya bertentangan dengan Undang-Undang Dasar,” jelas Satria.
Dia menyebut, Kemendiktisaintek seharusnya berpijak pada tiga hal dalam membuat kebijakan. Pertama, pengembangan akses pendidikan yang merupakan hak asasi manusia. Kedua, kesejahteraan guru dan dosen. Ketiga, penyediaan fasilitas layanan pendidikan. Hal ini sesuai dengan amanat konstitusi.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kemendiktisaintek, Togar M. Simatupang mengatakan, pembayaran tukin dosen ASN pada tahun 2020-2024 tidak bisa dirapel. Hal ini karena pada periode tersebut tukin dosen ASN tidak pernah dianggarkan.
Meski begitu, dia menyebut pihaknya sedang memproses pembayaran tukin dosen ASN tahun 2025. Anggaran tukin sebesar Rp2,5 triliun pun sudah disetujui oleh Badan Anggaran DPR dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Prosesnya sedang berjalan dan proses birokrasi dicoba untuk dipenuhi," ujar Togar seperti diberitakan Antara, Senin (3/2).