18 Juli 2024
12:23 WIB
Tolak PHK, FSGI Usulkan Guru Honorer Jadi Tenaga Kontrak
Kebutuhan guru honorer terjadi akibat tingginya jumlah guru yang pensiun.
Penulis: Ananda Putri Upi Mawardi
Editor: Leo Wisnu Susapto
Seorang guru mengajar di Sekolah Dasar Negeri di Ciledug, Tangerang Selatan, Rabu (7/12/2022). Valid NewsID/Arief Rachman.
JAKARTA - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengusulkan agar guru honorer dikontrak oleh sekolah ketimbang menerima pemutusan hubungan kerja. Hal ini merespons kabar ratusan guru honorer sekolah negeri di Jakarta diduga diberhentikan sepihak oleh dinas pendidikan provinsi melalui kebijakan cleansing guru honorer.
FSGI berkata, usul itu demi menghargai larangan pegawai non-ASN untuk mengisi jabatan ASN yang tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN. Guru honorer juga dibutuhkan mengingat tingginya jumlah guru yang pensiun tidak seimbang dengan jumlah penggantinya.
"Sepanjang guru yang bersangkutan tenaganya sangat dibutuhkan, maka solusinya dikontrak yang diberi nama guru kontrak sekolah yang tunduk pada Pasal 1320 KUH Perdata," papar Sekretaris Jenderal FSGI, Heru Purnomo, melalui keterangan tertulis, Kamis (18/7).
Dia menjelaskan dua kedudukan guru honorer. Pertama, guru honorer yang diangkat oleh pejabat berwenang dan digaji tetap tiap bulan menggunakan APBD.
Guru ini berkedudukan kuat dan dikenal dengan sebutan guru honorer daerah atau guru pemda.
Kedua, guru honorer murni yang tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan. Mereka tidak selalu diberi SK pembagian tugas oleh kepala sekolah dan tidak memiliki ketentuan penggajian, sehingga tidak ada kepastian hukum tentang penggajiannya.
Meski begitu, Heru menyebutkan pemerintah telah menganggarkan 50% dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk membayar honor guru non-ASN. Hal ini diatur sejak 2021 melalui Permendikbudristek Nomor 6 Tahun 2021. Aturan itu diganti dengan Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan yang memandatkan hal yang sama.
"Apabila menteri menerbitkan permen memberi jaminan menyediakan dana untuk membayar honor guru honorer, mengapa mereka para guru di-PHK atau cleansing," tanya Heru yang juga Managing Partner Firma Advokasi Kepala Sekolah Indonesia (FAKI).
Dewan Etik FSGI, Guntur Ismail menambahkan, menetapkan guru honorer murni menjadi guru kontrak sekolah juga bisa dilakukan dengan pertimbangan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Penjelasan atas Pasal 12 ayat 1 huruf B UU tersebut menguraikan, guru yang mampu mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan peserta didik difasilitasi atau disediakan oleh pemerintah sesuai kebutuhan satuan pendidikan.
Selain itu, Guntur merekomendasikan agar guru kontrak sekolah diberi kesempatan untuk mengikuti rekrutmen CPNS atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Kesempatan juga perlu diberikan kepada guru honorer atau kontrak sekolah yang sudah lolos program Pendidikan Profesi Guru (PPG), tapi belum dipanggil mengajar.
"Pertimbangan ini tidak beda ubahnya dengan guru dan karyawan KKI (Kontrak Kerja Individu) atau honorer yang diangkat secara kontrak yang tunduk pada Pasal 1320 KUH Perdata, yang direkrut Dinas Pendidikan DKI Jakarta yang selanjutnya digaji melalui APBD," pungkas Guntur.