c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

31 Agustus 2023

08:07 WIB

Tindakan Guru Cukur Rambut 14 Siswi Langgar HAM

Seorang guru perempuan berinisial EN di Lamongan tega mencukur rambut 14 siswi yang tidak mengenakan ciput atau dalaman jilbab

Penulis: Ananda Putri Upi Mawardi

Editor: Nofanolo Zagoto

Tindakan Guru Cukur Rambut 14 Siswi Langgar HAM
Tindakan Guru Cukur Rambut 14 Siswi Langgar HAM
Foto ilustrasi seorang guru mengajar di kelas. ValidNewsID/Arief Rachman
JAKARTA - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menanggapi peristiwa pencukuran rambut 14 siswi di salah satu SMP Negeri di Lamongan, Jawa Timur, baru-baru ini. Pencukuran itu dilakukan oleh guru perempuan berinisial EN karena para siswi tidak mengenakan ciput atau dalaman jilbab.

Seperti diberitakan, EN mencukur pitak para siswi dengan mesin cukur yang telah disiapkan. Padahal, sekolah itu tidak memiliki aturan yang mewajibkan pemakaian ciput.

"Jika orang dewasa seperti guru memberikan sanksi padahal aturannya tidak ada, maka tindakannya melampaui kewenangan. Itu pelanggaran HAM," ujar Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti, melalui keterangan tertulis, Rabu (30/8) sore.

Retno melanjutkan, tindakan guru pelaku dapat dikenakan pasal perbuatan tidak menyenangkan. Sebab, berpotensi kuat mempermalukan, merendahkan, menyerang psikis, bahkan menimbulkan trauma bagi korban.

Terlebih, jumlah korban, ia sebut sangat banyak dan masih berusia di bawah umur. Sehingga, tindakan guru itu dapat dipidana dengan Undang-Undang Perlindungan Anak.

Senada, Sekjen FSGI, Heru Purnomo menilai, perbuatan guru pelaku mengedepankan hukuman dan kekerasan dalam mendisiplinkan peserta didik. Semestinya, disiplin positif diterapkan di satuan pendidikan.

"Miris kasus ini terjadi justru ketika Kemendikbudristek sedang giat-giatnya menghapus tiga dosa besar di pendidikan. Sebagaimana ketentuan dalam Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP),” ujar Heru dalam keterangan yang sama.

Terkait hal ini, FSGI meminta Inspektorat Kabupaten Lamongan untuk memeriksa guru pelaku dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Lamongan. Tindakan ini juga mereka nilai sudah masuk ranah kekerasan fisik dan psikis. Keduanya diatur dalam Permendikbudristek PPKSP.

FSGI juga mendorong Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk memeriksa Kepolisian Lamongan yang menangani kasus ini dengan prinsip restorative justice. Prinsip itu tidak bisa diberlakukan ketika pelaku berusia dewasa dan korban di bawah umur.

Selain itu, pemerintah daerah diminta transparan dalam menangani kasus ini. Sebab, muncul pula isu pemaksaan pemakaian jilbab kepada siswi beragama Islam. Padahal, SMP ini tidak berbasis agama. Sehingga, melanggar Permendikbudristek PPKSP.

Lalu, FSGI meminta Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek dan Pokja Penanganan Kekerasan di satuan pendidikan untuk turun ke lapangan. Mereka harus meminta keterangan semua pihak yang terlibat agar kasus ini dapat diselesaikan dengan adil.

Tak hanya itu, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Kabupaten Lamongan didorong melakukan asesmen dan pendampingan psikologi bagi para korban hingga pulih. Sedangkan, seluruh organisasi profesi guru didorong untuk menegaskan segala tindak kekerasan sebagai pelanggaran kode etik.

KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar