02 Oktober 2025
18:51 WIB
Tim Bentukan Presiden Disarankan Pimpin Reformasi Polri
Tim reformasi Polri diharapkan dapat bergerak dalam waktu dekat, agar momentum untuk mereformasi Polri tidak hilang
Penulis: Aldiansyah Nurrahman
Editor: Nofanolo Zagoto
Ilustrasi Polri. AntaraFoto/Didik Suhartono
JAKARTA - Kehadiran tim reformasi kepolisian yang dibuat Presiden Prabowo Subianto dan tim transformasi reformasi Polri bentukan Kapolri Listyo Sigit Prabowo dinilai Center for Strategic and International Studies (CSIS) rentan menimbulkan persaingan. Makanya, CSIS menyarankan agar tim bentukan Prabowo yang memimpin upaya reformasi kepolisian ini.
Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Nicky Fahrizal menilai tim yang dibentuk Prabowo perlu memimpin karena Presiden adalah atasan dari Kapolri.
Terlebih, tim reformasi Polri yang dibentuk oleh Kapolri, diamatinya dalam pemberitaan di media massa mendapat sambutan yang tidak cukup baik oleh masyarakat. Banyak kritik ditujukan pada tim tersebut.
“Kalau kita lihat tim reformasi Polri bentukan Kapolri dipenuhi oleh perwira internal semua, jenderal-jenderal bintang semua rata-rata. Nah, masalahnya adalah ada probabilitas, upaya reaktualisasi akan tersendat kinerjanya. Karena lebih banyak digerakkan oleh lingkaran kepolisian sendiri,” jelasnya, dalam media briefing bertajuk "Menimbang Reformasi Polri" di Kantor CSIS, Jakarta, Kamis (2/10).
Ia khawatir akan ada persaingan jika Presiden tidak segera me-navigasi hal ini. “Artinya memang Komite Reformasi yang dibentuk oleh Presiden ini harus memimpin jalannya agenda ini. Sebab, harapan kita semua adalah formasi yang akan dibentuk oleh Presiden ini isinya memang terdiri dari orang-orang yang memang secara integritas, kapasitas memang mumpuni,” jelasnya.
Masalahnya, kata dia, formasi tim bentukan Prabowo belum lengkap. Baru mantan Menko Polhukam Mahfud MD yang disebut pemerintah akan bergabung. Padahal, ada sembilan orang yang disebutkan akan tergabung dalam tim ini.
“Supaya reformasi Polri ini tetap memiliki kejelasan ke depan, Presiden harus mempercepat untuk menyempurnakan formasi dari Komite Reformasi Kepolisian. Ketika ini lengkap baru kita naik satu step lagi siapa yang akan memimpin agenda reformasi kepolisian,” ujarnya.
Nicky menekankan, dalam waktu dekat tim reformasi Polri mesti bergerak agar momentum untuk mereformasi Polri tidak hilang seperti di 2022.
Pada 2022, kata dia, reformasi Polri sebetulnya mestinya sudah dilakukan. Pasalnya, pada saat itu terjadi beberapa persoalan, seperti kasus Ferdy Sambo dan tragedi Kanjuruhan.
“Keteguhan politik Presiden, ini akan menjadi penentu apakah aspek krusial akan menyentuh sebagai fondasi reformasi yang nyata. Tanpa kemauan politik yang kuat, upaya itu hanya akan berakhir layu,” pungkas Nicky.