c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

04 September 2023

15:43 WIB

Terganggu Asap Pembakaran Sampah, Warga DKI Bisa Lapor Lewat JAKI

Perda No. 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah menetapkan sanksi Rp500,000 bagi pembakar sampah ilegal. Laporan dari warga, segera ditelusuri oleh DLH dan pelakunya akan didenda langsung di tempat

Terganggu Asap Pembakaran Sampah, Warga DKI Bisa Lapor Lewat JAKI
Terganggu Asap Pembakaran Sampah, Warga DKI Bisa Lapor Lewat JAKI
Seorang warga membakar sampah di halaman rumahnya, di sebuah pemukiman penduduk di Jakarta Timur, Selasa (28/2). ValidNewsID/Faisal Rachman

JAKARTA - Warga DKI Jakarta dapat melaporkan pembakar sampah ilegal melalui aplikasi Jakarta Kini (JAKI) ataupun media sosial guna mengurangi polusi udara. Hal ini disampaikan Yogi Ikhwan, Humas Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, Senin (4/9).
 
DLH DKI Jakarta menegaskan, aturan terkait pembakaran sampah telah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2013 tentang pengelolaan sampah. “Berdasarkan perda tersebut diatur sanksi administratif dan petugas bisa langsung hukum pelaku dengan denda Rp500 ribu,” kata Yogi seperti dilansir Antara.

Pelaporan masyarakat terkait pembakaran sampah, lanjut Yogi, segera ditelusuri oleh DLH dan pelakunya bisa didenda langsung di lokasi kejadian. Petugas yang menindak pembakar sampah, kata Yogi, merupakan tim dari Bidang Pengawasan dan Penaatan Hukum DLH DKI Jakarta yang telah dibekali oleh surat tugas penindakan.
 
Yogi mengatakan, pembakaran sampah secara terbuka di Jakarta sudah tidak umum dilakukan karena keterbatasan lahan kosong atau kebun. 

“Tidak seperti daerah penyangga Jakarta yang masih banyak lahan kosong,” kata Yogi.
 
Menurut Yogi, pembakaran sampah akan menghasilkan asap yang mengandung senyawa berbahaya seperti nitrogen oksida (NOx) dan sulfur dioksida (SO2). Proses pembakaran sampah plastik, seperti yang dijelaskan Yogi, akan menghasilkan senyawa dioksin yang bisa menyebabkan kanker.
 
Aturan lain mengenai pembakaran sampah di Jakarta, kata Yogi, juga telah diatur dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Dalam aturan tersebut, pembakaran sampah termasuk dalam tindak pidana ringan.
 
Sebelumnya, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengingatkan seluruh warga Jakarta untuk mengurangi polusi udara dengan tidak membakar sampah. Heru menyampaikan, pengelolaan sampah akan dilakukan di tempat pembuangan sampah.
 
“Saya minta wali kota, camat, lurah untuk menyadarkan masyarakat untuk tidak bakar sampah di lingkungannya,” kata Heru di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (31/8).

Tak Terkontrol
PT Wasteforchange Alam Indonesia (Waste4Change) bersama Yayasan Bicara Udara Anak Bangsa (Bicara Udara) sebelumnya juga mengumumkan hasil risetnya melalui webinar berjudul Waste4Change Insight: Menelusuri Aktivitas Pembakaran Sampah Terbuka di Wilayah Jabodetabek. Hasil riset mengungkapkan, ada aktivitas pembakaran sampah yang tidak terkontrol hingga mencapai 240,25 Gg/tahun.

Dari aktivitas tersebut, dihasilkan emisi karbon mencapai 12.627,34 Gg/tahun atau hampir setara pembakaran hutan dan lahan di Kalimantan pada tahun 2021 yang mencapai 14.280 Gg/tahun sebagaimana dikutip dari data KLHK. Adapun pelaku pembakaran sampah terbagi dalam 3 kategori utama, yaitu pelaku individu yang melakukan pembakaran sampah atas kemauan sendiri, pelaku individu yang diperintah melakukan pembakaran sampah dan pelaku bisnis.

Kampanye menolak pembakaran sampah plastik. dok. Antara

Lathifah A. Mashudi, Recycling Supply Chain Specialist Waste4Change saat mengungkapkan, kegiatan pembakaran sampah yang tidak terkontrol seperti ini diperkirakan memberikan kontribusi emisi CO2 sebesar 9,42% terhadap emisi gas rumah kaca (GRK) nasional dari sektor pengelolaan sampah. Kegiatan yang setara dengan membakar hutan seluas 108.825 ha.

”Meski begitu, kami melihat masih banyak pihak-pihak yang tanpa ragu membakar sampah meskipun sudah ada aturan yang mengatur hal tersebut. Untuk itu, masyarakat dapat bantu mencegah terjadinya aktivitas pembakaran sampah dengan coba menegur terlebih dahulu baru kemudian melapor ke pihak atau layanan pengaduan tersedia, agar dapat langsung dilakukan tindakan yang tepat,” kata Lathifah beberapa waktu lalu.

Dalam webinar, dijelaskan juga dampak yang dirasakan oleh 1432 responden non-pelaku terdampak pembakaran sampah. Di antaranya gangguan kesehatan pernapasan, kulit, dan mata, serta berkurangnya visibilitas atau jarak pandang. Aktivitas bakar sampah ilegal juga berpotensi sebabkan pencemaran udara, air, dan tanah, serta kebakaran lahan dan perubahan iklim.

“Dalam beberapa kajian, membakar sampah selain menghasilkan senyawa yang berbahaya bagi lingkungan juga hasilkan senyawa yang bersifat karsinogenik,” kata dr. Aris Nurzamzami, Plt. Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olahraga, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta.

Senyawa Berbahaya
Dia melanjutkan, 1 ton sampah organik menghasilkan 9 kilo partikel padat yang mengandung senyawa hidrokarbon berbahaya. Polutan udara seperti CO, SO2, O3, HC, CH4, N2O serta PM10 dan PM2,5 adalah contoh emisi yang timbul dari aktivitas pembakaran sampah.

”Berbahaya dan beracun, bisa menimbulkan penyakit berupa kanker hingga gangguan pertumbuhan fisik dan sistem saraf bagi yang baik sengaja atau tidak menghirup asap pembakaran. Menangani masalah polusi dari pembakaran sampah ini seharusnya sudah menjadi tanggung jawab bagi seluruh pihak untuk mewujudkan udara yang lebih sehat,” jelasnya.

Asal tahu saja, tak hanya menyebabkan dampak buruk pada kesehatan dan lingkungan, aktivitas pembakaran sampah sejatinya juga melanggar peraturan pemerintah. Sayangnya, menurut Ria Triany, Teknis Ahli Pengawasan dan Penaatan Hukum, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, meski sudah 10 tahun peraturan tersebut berjalan, namun masih ada saja kegiatan pembakaran sampah yang dilakukan.

Di wilayah administratif DKI Jakarta pada tahun 2022, hanya Kepulauan Seribu yang dilaporkan tidak ada kegiatan pembakaran sampah, sedangkan di daerah lainnya, masih ditemukan.

Aktivitas pembakaran sampah secara terbuka masih umum dijumpai di wilayah Jabodetabek karena beberapa alasan. Alasan paling umum yang diungkapkan adalah mudah dan tersedianya akses atau lahan untuk membakar sampah.

Kemudian, kebiasaan yang telah dianggap ‘lumrah’ oleh lingkungan sekitar, area tempat tinggal tidak terlayani layanan angkut sampah, tidak mengetahui dan memahami adanya larangan dan bahaya dari pembakaran sampah, enggan membayar iuran, sampai dianggap sebagai cara cepat untuk menghilangkan sampah.

Keterlibatan masyarakat untuk memahami aturan pengelolaan sampah yang tepat sangat diperlukan untuk memastikan aktivitas pembakaran sampah tidak lagi dilakukan. Beberapa rekomendasi pengelolaan sampah yang lebih aman dapat diterapkan, seperti pemilahan sampah sejak dari sumber dan memanfaatkan layanan atau jasa pengelolaan sampah di sekitar tempat tinggal.

Selain melibatkan peran bank sampah, lapak atau pengepul sampah dapat dilibatkan untuk membantu mengelola sampah, masyarakat dapat mengelola sampah organik dengan cara membuat sampah jadi kompos.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar