c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

18 April 2024

14:22 WIB

Tanpa UU Perampasan Aset, Komitmen Pemberantasan Korupsi Diragukan

RUU Perampasan Aset telah dikaji dan diusulkan sejak masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2012. Hanya saja, sampai saat ini, RUU Perampasan Aset tidak kunjung disahkan

<p>Tanpa UU Perampasan Aset, Komitmen Pemberantasan Korupsi Diragukan</p>
<p>Tanpa UU Perampasan Aset, Komitmen Pemberantasan Korupsi Diragukan</p>

Pengunjuk rasa mendesak untuk UU Perampasan Asetpara koruptor segera disahkan. dok. Antara Foto

JAKARTA - Komitmen pemerintah dan DPR terhadap agenda pemberantasan korupsi kembali dipertanyakan. Hal ini seiring dengan sikap keduanya yang dinilai masih abu-abu mengundangkan RUU Perampasan Aset. Padahal RUU Perampasan Aset diyakini sangat penting karena berperan sebagai instrumen hukum yang menjadi palu godam pemberantasan korupsi di Indonesia.

Karenanya, Pengamat Hukum Dr. (C) Hardjuno Wiwoho mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) segera mengesahkan RUU Perampasan Aset ini menjadi UU. Dia menilai, UU ini nantinya menjadi instrumen hukum yang dapat mengurai benang kusut persoalan kasus korupsi yang terjadi di negeri ini bisa terselesaikan

Menurutnya, melalui aturan inilah, negara dapat merampas aset yang berasal dari tindak pidana dan merugikan keuangan negara tanpa menunggu pembuktian perbuatan pidananya,

“Kenapa RUU perampasan Aset ini harus segera disahkan? karena RUU Perampasan Aset instrumen memudahkan aparat penegak hukum dalam menegakkan keadilan dan mendukung agenda pemberantasan korupsi dan kejahatan ekonomi di tanah Air,” kata Hardjuno dalam ketarangannya, Kamis (18/4).

Keberadaan beleid ini, lanjutnya, merupakan bagian dari upaya berskala besar dalam mengoptimalkan pengembalian kerugian negara akibat tindak pidana korupsi. Apalagi, RUU Perampasan asset, merupakan mandat pasca Indonesia meratifikasi Konvensi PBB tentang UNCAC (UN Convention Against Corruption). Konvensi ini, antara lain mengatur ketentuan yang berkaitan dengan upaya mengidentifikasi, mendeteksi, dan membekukan serta merampas hasil dan instrumen tindak pidana.

“Jadi, UU ini sangat penting sekali untuk konteks Indonesia saat ini. Dan sekaligus memberikan efek jera bagi siapapun yang melakukan tindakan korupsi yang merugikan rakyat dan negara,” ujarnya.

Untuk diketahui, RUU Perampasan Aset telah dikaji dan diusulkan lebih dari satu dekade, sejak masuknya RUU Perampasan Aset dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2012. Hanya saja, sampai saat ini, RUU Perampasan Aset tidak kunjung disahkan.

Saat ini, RUU Perampasan Aset kembali masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023, sehingga diharapkan pengesahan RUU Perampasan Aset tidak perlu menunggu waktu yang cukup lama. 

Sayangnya, sejauh ini pembahasan RUU Perampasan Aset belum tampak jelas, meskipun telah masuk dalam daftar prioritas pemerintah.

“Saya pikir, rakyat Indonesia wajib menagih komitmen pemerintah dan DPR atas RUU ini. Kita terus menyuarakan, kapan RUU ini disahkan menjadi UU. DPR kita, jangan melempem, dong,” tuturnya.

Dia melanjutkan, sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan SDA yang melimpah, kehadiran UU Perampasan Aset ini sangat strategis. UU ini, kata Hardjuno, nantinya akan menjadi pengontrol prilaku korup para elite.

Kasus BLBI
Selama ini, dia menilai perilaku korupsi sudah merenggut kesejahteraan rakyat. Dampaknya, hak rakyat untuk mendapatkan jaminan penghidupan yang layak dari negara tidak terwujud.

“Salah satunya permasalahan yang tak kunjung usai oleh pemangku kebijakan hari ini adalah mega korupsi skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang mencoreng Indonesia,” terangnya.


Papan pengumuman penyitaan aset oleh Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) terpasang di kompleks gedung The East Tower, Kuningan, Jakarta, Senin (24/7/2023). Antara Foto/Aditya Pradana Putra 

Kasus BLBI ini menjadi skandal keuangan terbesar di republik ini bahkan catatan kelam dalam sejarah bangsa Indonesia. “Namun sayangnya, BLBI ini dipetieskan. Dan kadangkala menjadi dagangan politik pejabat dan politikus,” kritiknya.

Belum tuntas kasus korupsi mega skandal BLBI, dia mengatakan, publik Kembali dikejutkan dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah. Ditaksir, kerugian negara mencapai Rp 271 Triliun dalam dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk (TINS) 2015-2022.

Kasus tersebut juga menjadi sorotan publik setelah sejumlah nama beken ikut menjadi tersangka dan ditahan Kejagung, termasuk diantaranya crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim dan suami dari artis Sandra Dewi, Harvey Moeis.

Karena itu, Hardjuno kembali menegaskan, pengesahan RUU Perampasan Aset menjadi UU sangat penting dan kebutuhan mendesak bangsa Indonesia saat ini. Hal ini akan memudahkan aparat penegak hukum dalam menegakkan keadilan dan juga sebagai efek jera untuk memiskinkan para pelaku korupsi.

Bahkan Hardjuno yakin jika RUU Perampasan Aset sudah disahkan menjadi UU, negara bisa dapat keuntungan banyak dengan menyita aset-aset yang dikorupsi. 

“Publik tentu terus menunggu keseriusan pemerintah dan DPR. Dan saya kira, publik paham pembahasan RUU mandek lantaran memiliki konflik kepentingan yang begitu besar,” tuturnya.

Selain dapat menimbulkan efek jera, lanjut Hardjuno, UU Perampasan Aset juga bakal membuat semakin banyak kekayaan yang bisa dikembalikan kepada negara untuk digunakan sepenuh-penuhnya bagi kepentingan rakyat.

“Bila level operator saja sudah bisa mengeruk miliaran rupiah dari negara, apalagi aktor utamanya. Namun ironisnya, aktor utamanya tak jarang melenggang, atau dikasih kesempatan untuk kabur,” jelasnya.

Karena itu, tegas Hardjuno jika RUU Perampasan Aset ini tak kunjung disahkan, para pencoleng itu akan terus merajalela menggerogoti keuangan negara secara leluasa. 

“Dan saya kira, kasus Harvey Moeis cs ini menjadi momentum untuk kembali mendesak pemerintah dan DPR segera disahkannya RUU Perampasan Aset ini,” pungkasnya.

Dikawal Bersama
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo sendiri sejatinya sudah menyinggung soal pentingnya RUU perampasan aset dan pengembalian uang negara untuk dikawal bersama. Pesan itu disampaikan Jokowi saat memberikan pengarahan dalam rangka peringatan 22 tahun Gerakan Nasional Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU) PPT di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (17/4/2024).

"Saya titip upayakan maksimal penyelamatan dan pengembalian uang negara sehingga perampasan aset menjadi penting untuk kita kawal bersama," kata Jokowi.

Jokowi menyampaikan, pemerintah telah mendorong pengajuan UU Perampasan Aset dan UU Pembatasan Uang Kartal ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk disahkan bersama. Salah satu tujuannya untuk memperkecil tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Kami telah mendorong mengajukan UU Perampasan Aset pada DPR dan juga UU Pembatasan Uang Kartal ke DPR, dan bolanya ada di sana. Karena kita harus mengembalikan apa yang menjadi milik negara," tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Jokowi menyatakan pelaku TPPU terus mencari cara baru di era serba digital, melalui celah pada transaksi elektronik hingga instrumen investasi baru. 

Beberapa instrumen yang berpotensi dimanfaatkan oleh pelaku TPPU, kata Jokowi, meliputi crypto currency, aset virtual, NFT, aktivitas lokapasar, uang elektronik, hingga kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang digunakan untuk mengotomasi transaksi.

Karena itu, dia berpesan, pola-pola semacam itu perlu terus diwaspadai. Terlebih berdasarkan data Crypto Crime Report, terdapat indikasi pencucian uang melalui aset kripto sebesar US$8,6 miliar pada 2022.

"Kita harus mengembalikan apa yang menjadi hak rakyat. Pihak yang melakukan pelanggaran semuanya harus bertanggung jawab atas kerugian negara yang diakibatkan," jtandasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar