04 Maret 2025
09:19 WIB
Tambang Timah Ilegal Babel Picu Konflik Manusia dan Buaya
Tambang timah ilegal makin marak satu dekade terakhir di Babel hingga merusak tempat hidup hewan di kawasan itu.
Editor: Leo Wisnu Susapto
Tim SAR gabungan telah melakukan evakuasi terhadap korban terkaman buaya di Muara Pangkalbalam, Pangkalpinang, Bangka Belitung, Selasa (4/2/2025) (ANTARA/HO-Kansar Pangkalpinang).
PANGKALPINANG - Lembaga Konservasi Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Alobi Kepulauan Bangka Belitung menyebutkan, penambangan bijih timah ilegal yang marak di Kepulauan Babel, memicu konflik antara buaya dengan manusia di daerah itu.
"Tambang timah ilegal tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengancam keberlangsungan hidup satwa endemik dan memicu terjadinya konflik antara manusia dan satwa liar khususnya buaya," kata Manager PPS Alobi Air Jangkang, Endy R Yusuf di Pangkalpinang, Senin (3/3) dikutip dari Antara.
Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memaparkan, Bangka menyumbang 90% dari produksi timah nasional. Penambangan timah di Bangka dilakukan oleh PT Timah Tbk (Persero), perusahaan tambang milik negara. Namun, satu dekade lebih hingga sekarang, penambangan ilegal merajalela.
Baca: Semua Tambang Timah Ilegal Di Babel Dihentikan
Menurut PPS Alobi, penambangan bijih timah ilegal, beroperasi tanpa memperhatikan aspek keberlanjutan. Mereka juga melakukan perambahan hutan, pengerukan sungai yang menyebabkan degradasi habitat alami satwa liar.
Bahkan hutan mangrove dan kawasan pesisir yang menjadi tempat hidup dan berkembang biak bagi buaya muara (Crocodylus porosus) semakin menyusut. Memaksa satwa ini keluar mencari habitat baru yang sering kali berujung pada interaksi dengan manusia.
"Konflik antarbuaya dan manusia yang sering terjadi di Bangka Belitung bahkan merenggut korban, belasan kasus tercatat pada tahun lalu," kata Endy.
Selain buaya, spesies lain seperti tarsius atau mentilin (Tarsius bancanus) juga terdampak. Hilangnya tutupan vegetasi mengurangi sumber makanan dan tempat berlindung, mengganggu rantai makanan dan merusak keseimbangan ekosistem yang sudah terbentuk secara alami.
"Ekosistem satwa terganggu karena masifnya aktivitas tambang timah ilegal, tidak heran jika hewan-hewan endemik Babel terganggu dan terpaksa mencari habitat baru yang kadang bersamaan dengan lokasi aktivitas manusia," lanjut dia.
Baca: Tambang Ilegal Babel Dilindungi Aparat Hukum
Menurut dia, perubahan ini menciptakan ancaman keselamatan bagi masyarakat sekaligus menempatkan buaya dalam risiko pembunuhan akibat tindakan defensif warga.
"Ekosistem yang terganggu akibat tambang ilegal menyebabkan satwa-satwa ini mencari habitat baru. Habitat baru inilah yang kadang bersinggungan dengan tempat manusia, sering orang bilang dulu di situ enggak ada buaya tapi sekarang ada buaya. Ini karena habitatnya terganggu," ujarnya.
Dia menyatakan konflik ini menjadi bukti nyata bahwa rusaknya habitat alami mendorong satwa liar semakin dekat dengan manusia. PPS Alobi sering menyelamatkan buaya yang ditangkap warga untuk dibawa ke PPS Alobi Air Jangkang.
"Hanya saja belum ada jalan keluar atas persoalan ini, mereka juga terbatas tempat untuk menampung para buaya. Padahal buaya merupakan salah satu satwa yang dilindungi," ujarnya.
Dia menyebutkan Bangka Belitung memang masih membutuhkan sektor pertambangan untuk menggerakkan ekonomi masyarakat, tetapi pertambangan harus dilakukan dengan pemulihan lahan, mereklamasi lahan bekas tambang.
"Pertambangan harus dilakukan dengan berwawasan lingkungan, melakukan konservasi dan juga menjalankan fungsi reklamasi sehingga ekosistem bisa tetap terjaga," katanya.
Dia menambahkan untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan sinergi antara pemerintah, perusahaan tambang, dan masyarakat. Penegakan hukum terhadap tambang ilegal harus diperketat, disertai dengan program rehabilitasi lahan dan restorasi ekosistem sungai.
"Upaya konservasi satwa liar juga perlu ditingkatkan, misalnya dengan mendirikan kawasan konservasi baru dan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga keseimbangan alam," ucapnya.
Dia menyatakan perusahaan pertambangan yang legal seperti PT Timah, dapat menjadi contoh dalam menerapkan praktik tambang berkelanjutan dan berkontribusi pada pelestarian lingkungan. Keterlibatan aktif perusahaan dalam program penanaman kembali, penyelamatan satwa, dan edukasi lingkungan akan menjadi langkah penting untuk memperbaiki ekosistem yang sudah rusak.