c

Selamat

Kamis, 28 Maret 2024

NASIONAL

14 Oktober 2021

21:00 WIB

Skema Menyiapkan Pensiunan Ke Dunia Usaha

Dana besar uang pensiun bisa jadi simalakama. Kepiawaian individu mengelola uang, jadi faktor menentukan

Penulis: James Fernando, Gisesya Ranggawari, Herry Supriyatna,

Editor: Leo Wisnu Susapto

Skema Menyiapkan Pensiunan Ke Dunia Usaha
Skema Menyiapkan Pensiunan Ke Dunia Usaha
Sejumlah pensiunan antri untuk mendapatkan uang pada hari pertama pembayaran pensiunan di Kantor Pos Besar, Solo, Sabtu (4/9). ANTARAFOTO/Akbar Nugroho Gumay

JAKARTA – Jelang pensiun sebagai abdi negara di satu kementerian, Undung Wiyono (58) merasa resah. Dia berharap, rencana pemerintah terkait pembayaran pensiun pegawai negeri sipil (PNS) seperti dirinya tak diubah. Dia ingin tetap peroleh uang bulanan bak gaji saat dirinya masih bekerja.

“Jika rencana itu dilaksanakan, saya tak punya keahlian mengolah uang dalam jumlah besar,” tukas Undung menjawab Validnews, Kamis (14/10).

Ya, Undung dan banyak kalangan pensiunan tengah gamang. Belakangan, pemerintah mengumumkan, berupaya mengubah metode pembayaran uang pensiunan PNS dengan skema fully funded menggantikan pay as you go. Saat aturan itu berlaku, PNS yang pensiun bisa mendapat uang besar sekaligus. Cara ini menggantikan pembayaran pensiunan PNS tiap bulan yang selama ini berlaku. 

Undung mengaku, dengan uang pensiun yang diterima saban bulan, jumlahnya tak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun, menurut dia skema itu lebih baik dibandingkan diberikan uang pensiunan sekaligus dalam nominal relatif besar. 

Undung, PNS Golongan IVA sedianya akan pensiun pada akhir 2021. Gaji pokoknya saat ini empat juta rupiah. Ada tambahan tunjangan lain yang diperoleh saat aktif bekerja. Setelah pensiun, dia akan menerima 75% gaji pokok tiap bulannya. Ini jika diterapkan dengan skema lama.

Jika skema diubah, Undung mengaku bingung. Bukan tak bersyukur peroleh uang banyak. Namun, dia khawatir tak mampu mengelola dengan baik uang pensiun itu. Untuk membuka usaha atau berinvestasi, Undung bilang, hal itu sulit dilakukan oleh orang lanjut usia.

“Berapa besar dan bagaimana formulanya, belum ada informasi hingga saat ini,” lanjut dia.

Shuganda (61) seorang pensiunan PNS, justru punya kekhawatiran berbeda. Di kacamatanya, pemberian uang pensiunan dengan skema fully funded itu bisa menimbulkan kecemburuan sosial. Tak sedikit pensiunan yang kemudian membuka usaha dengan modal cukup besar, sembari menimati masa tua. Pada saat sama, banyak warga yang berusia aktif, sebaliknya kena PHK, atau bernasib buruk, usahanya gulung tikar.

Jika boleh memilih, Shuganda lebih ingin diterapkan skema pay as you go. Dengan skema itu, Shuganda mengakui, dia seakan masih mendapatkan gaji layaknya PNS. Pengaturan keuangan keluarga, hanya perlu sedikit penyesuaian dengan besaran lebih kecil dari masa aktif dulu.

“Ya tergantung kearifan pemerintah saja. Kalau menurut saya, pensiunan yang sudah lebih dulu itu ikut diperhatikan atau tidak. Nah, harus dijelaskan, biar tak ada kecemburuan sosial,” kata Shuganda, kepada Validnews, Kamis (14/10). 

Ditunda
Wacana mengenai pergantian skema pembayaran ini mulai berhembus ketika Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo, mengikuti rapat di Komisi II pada Januari 2021.  

Dalam rapat itu, Tjahjo berpandangan, skema pensiun PNS fully funded akan menguntungkan PNS. Sekaligus, dirancang buat pegawai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Bisa saja, PPPK juga menerima uang pensiun setara PNS setelah reformasi itu rampung dirumuskan.

Perhitungan skema pay as you go, berasal dari iuran PNS sebesar 4,75% dari gaji dan ditambah dengan dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). 

Bila diganti dengan skema fully funded, pembayaran pensiun pun bersumber dari iuran antara pemerintah dan pegawai yang bersangkutan. Artinya, besarannya bisa ditentukan dan disesuaikan berdasarkan jumlah take home pay (THP) PNS  (bukan gaji) setiap bulannya.

Hitungan THP tentu berbeda dari gaji. THP merupakan gabungan antara gaji pokok, tunjangan dan insentif lainnya. Dengan begitu, iuran yang dibayar PNS nantinya lebih besar dari saat ini, dan pensiun yang diterima juga akan lebih besar dari yang diterima saat ini.

Namun, pembahasan perubahan skema pembayaran uang pensiunan PNS itu pun dihentikan. 

Saat ini, Tjahjo bilang, pemerintah masih berkonsentarasi untuk melepaskan Indonesia dari bahaya pandemi covid-19. Terlebih, pemerintah juga harus melakukan refocusing anggaran untuk kesehatan dan bantuan sosial akibat pandemi.

“Konsentarasi keuangan negara masih untuk infrastruktur, kesehatan dan pelayanan sosial terkait pandemi covid-19,” kata Tjahjo, saat dikonfirmasi, Validnews, Kamis (14/10).

Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria  melontarkan pernyataan bernada sama. Pembahasan skema pensiun fully funded itu masih berada di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Menurut Bima,  skema dana pensiun (dapen) PNS pay as you go terdiri dari iuran PNS sebesar 4,75% dari gaji yang dihimpun PT Taspen ditambah dengan anggaran APBN. Skema dapen PNS saat ini membuat pembayaran iuran PNS sangat kecil karena dari gaji pokok. Jadi saat pensiun, jumlah tunjangan hari tua tidak mencukupi. Dari kenyataan ini, skema lain pun dipikirkan pemerintah.

Sayang, pembahasan skema baru itu belum rampung. Sehingga, belum diketahui, bagaimana formula perhitungan realnya. Tak hanya itu saja, apakah PNS/ASN dan TNI-Polri saja yang akan masuk dalam pengaturan skema baru itu, juga belum jelas.

“Nah ini, belum ada kebijakannya. Tunggu saja Peraturan Pemerintahnya,” kata Bima, saat dihubungi Validnews, Kamis (14/10).

Sementara upaya Validnews mengofirmasi perkembangan pembahasan kebijakan itu ke Direktur Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan, belum bisa menggali lebih jauh. Dirjen Isa Rachmatarwata tak merespon pertanyaan soal ini.

Dukung
Wacana ini juga diperhatikan Dewan. Tetapi, Anggota Komisi II dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Guspardi Gaus mengatakan, belum ada pembahasan lebih lanjut antara pemerintah dan dewan terkait perubahan skema pembayaran uang pensiun itu.

Anggota dewan mengatakan,  pemerintah beralasan masih fokus menangani dampak dari pandemi covid-19. Karena itu, dewan pun, tak mendesak pemerintah untuk mempercepat pembahasan itu.

“Jadi, belum ada pembahasan lebih lanjut ya. Seingat saya, pernah dibahas satu kali awal tahun 2021. Tapi dipending karena pandemi covid-19. Kami jadinya, fokus membahas soal yang berhubungan dengan pandemi saja,” kata Guspardi, kepada Validnews, Kamis (14/10).

Dewan kata dia, menunggu kajian pemerintah terkait skema baru itu. Menurut Guspardi, berdasarkan pembahasan awal bersama pemerintah, kebijakan yang akan dikeluarkan bisa berdampak positif. Karena bertujuan untuk mensejahterahkan rakyat. Dalam rapat itu, dewan pun sepakat untuk mendukung usulan pemerintah tersebut.

“Prinsipnya, saya sih mendukung agar para pensiunan ASN terutama ya lebih sejahtera. Tapi, yang jelas harus ada kajian mendalam, apakah benar merka bisa sejahtera dan tepat sasaran,” lanjut Guspardi.

Kendati demikian, menurut Guspardi, pemerintah perlu mematangkan rencana perubahan skema itu. Misalnya, melihat bagaimana kondisi keuangan negara bila skema ini diterapkan. 

Jika membuat negara tak memiliki uang, dewan meminta pemerintah tak memaksakan kehendaknya. Jangan sampai, rencana itu malah membebani negara.

“Kemudian, soal validasi data. Harus dihitung dulu jumlah pensiunan yang memenuhi syarat ada berapa orang jadi jangan asal hitung, harus menggunakan data terbaru,” tambah Guspardi.

Soal unsur apa saja yang diterapkan skema baru, belum terungkap jelas. Termasuk apakah DPR juga akan mendapatkan uang pensiun atau tidak.   Guspardi mengaku, dia tak berharap dewan masuk dalam Peraturan Pemerintah (PP) soal skema fully funded itu.

Pasalnya, semangat awal skema itu hanya untuk mensejahterakan pensiunan ASN. Sebaliknya, bila menambah keuntungan bagi anggota dewan, sebaiknya tidak usah dilakukan.

Menanggapi wacana ini, pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, Toto Pranoto menilai, tujuan skema fully funded itu baik. Setidaknya, negara beserta PNS bersama-sama membayar iuran untuk pensiun.

“Selama ini pensiunan PNS dikelola dgn model pay as you go. Artinya hanya pegawai yang melakukan iuran, sementara negara sebagai pemberi kerja tidak memberikan iuran. Tapi, negara mengalokasikan setiap tahun untuk kebutuhan pensiun,” kata Toto, kepada Validnews, Kamis (14/10).

Toto mengatakan, skema pembayaran pay as you go itu tidak bisa langgeng dan stabil  apabila negara mengalami kesulitan keuangan. Artinya, bisa saja dalam kondisi tertentu, negara tak mampu membayar kewajiban uang pensiun PNS.

Toto menguraikan jika iuran yang dibayarkan pemerintah dilakukan secara regular, jumlah pengelolaan dana pensiun yang dikumpulkan jauh lebih besar. Jumlah itu, bisa dinvestasikan ke tempat yang aman untuk mendapatkan keuntungan yang bagus.

“Hasil investasi pengelolaan dana pensiun yang bagus bisa meringankan beban kewajiban pendanaan dari pemerintah,” ucap Toto.

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) menunjukkan belanja pensiun pada tahun 2018–2020 tercatat meningkat. Mulai Rp110,21 triliun, Rp119,48 triliun dan Rp125 triliun pada 2020.

Dari sisi persentase, proporsi pensiunan pusat dan daerah menunjukkan proporsi pensiunan daerah semakin mendominasi. Yaitu, 50%:50% (2018), 47%:53% (2019) dan 45%:55% (2020).

Ada Untung Rugi
Soal skema mana yang lebih baik, Sekretaris Jenderal Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Misbah Hasan menimbangnya. Kedua skema itu memiliki untung dan rugi. 

Bila di skema pay as you go, nominal take home pay yang diperoleh tiap bulan disesuaikan dengan eselon dan golongan PNS. Pada saat sama, meski lebih kecil, kepastan besaran dan waktunya, bisa dipediksikan.

“Ada kepastian tiap bulan uang yang bisa diandalkan,” tutur Misbah, kepada Validnews, Kamis (14/10).  

Sementara, skema fully funded, seakan membuat negara bersama para pegawai menabung bersama. Bisa jadi, bentuknya seperti layanan tabungan pensiun di sejumlah bank plat merah. Karena itu, ketika dicairkan, jumlahnya pun akan besar. 

Akan tetapi, dengan kucuran uang besar itu, PNS yang memasuki masa pensiun, tak dapat langsung berhenti bekerja. Mereka harus melakukan berbagai penyesuaian dengan kegiatannya.

“Dana pensiun dengan skema fully funded itu harus batul-betul produkif. Artinya, kalau mau buka usaha yang visible itu yang terpenting. Jadi, seakan menyiapkan pensiunan PNS masuk ke dunia usaha,” tambah Misbah.

Misbah berpandangan, skema fully funded itu bisa menghemat anggaran pemerintah untuk membayar uang pensiunan PNS. Setidaknya, setiap tahun, negara mengalokasikan uang Rp120 triliun dari APBN untuk membayar uang pensiun sekitar tiga juta orang.


Bila dibagi per bulan, pemerintah bisa mengeluarkan uang sekitar setriliun rupiah untuk membayar uang pensiunan. Kondisi itu, kata Misbah, cukup berat. Sebab, nilainya hampir 1% dari PDB.

Makanya, kata Misbah, beban APBN untuk pensiunan ini bisa terus menjadi ringan bila menggunakan skema fully funded. Jumlah pensiunan yang menggunakan metode pay as you go juga akan terus berkurang karena banyak yang meninggal dunia.

“Kalau menggunakan perspektif APBN, skema itu sangat bagus untuk diterapkan,” tandas Misbah. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentar Login atau Daftar





TERPOPULER