12 Oktober 2022
12:45 WIB
SURABAYA – Sudah sekitar delapan tahun lokalisasi pelacuran Dolly di Surabaya, Jawa Timur ditutup. Namun, kebijakan tersebut ternyata masih menyisakan persoalan.
Sejumlah anak eks lokalisasi Dolly yang orang tuanya tidak diketahui keberadaannya, kesulitan mendapatkan akta kelahiran dan Kartu Keluarga (KK). Anggota Komisi A Bidang Hukum dan Pemerintahan DPRD Surabaya Imam Syafi'i di Surabaya, Rabu (12/10) mengatakan, kasus tersebut dialami enam anak penghuni Panti Asuhan Bilyatimi Kota Surabaya.
Menurut Imam, hal itu diketahui saat dirinya mengunjungi Panti Asuhan Bilyatimi pada Selasa (11/10). "Saya terkejut mengetahui hal ini. Ternyata penutupan lokalisasi Dolly pada 2014 lalu masih menyisakan persoalan," kata Imam.
Ia menegaskan, di Surabaya, seharusnya tidak boleh ada yang tidak punya adminduk (administrasi kependudukan). “Karena kalau anak itu tidak punya NIK (nomer induk kependudukan), akta kelahiran, maka nanti anak itu tidak bisa sekolah. Terus pemerintah juga tidak bisa mengintervensi bantuan sosial," ujarnya.
Mendapati hal itu, Imam melakukan koordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Surabaya dan menyatakan siap membantu.
"Dispendukcapil siap membantu anak-anak itu untuk memperoleh haknya, mendapatkan administrasi kependudukan mereka," tuturnya.
Pengasuh Panti Asuhan Bilyatimi Nur Fadilah mengatakan, anak-anak eks lokalisasi Dolly yang tidak punya akta kelahiran dan KK, kebanyakan berusia 6 tahun hingga 14 tahun. Namun ada juga yang masih berusia 11 bulan.
"Mereka tidak ada orang tuanya. Ada yang masih punya orang tua, tapi orang tuanya dipenjara, terus ibunya sendiri juga bingung ngasih makan," cetusnya.
Jalan Buntu
Lebih lanjut, Nur menjelaskan, pihaknya sudah berupaya mengurus adminduk untuk anak-anak tersebut. Tapi sudah 2 tahun ini, kata dia, usahanya menemui jalan buntu.
"Sudah kami lakukan koordinasi dengan kelurahan, tapi dilimpahkan ke Dinsos. Lalu dari Dinsos, kami diarahkan ke Polrestabes. Kemudian setelah di sana, kami di BAP. Lalu malah dilimpahkan ke Dinsos lagi, sampai sekarang belum ada keterangan dalam mengurus administrasi anak-anak ini. Untuk ini sudah 2 tahun berjalan," bebernya.
Karena tidak memiliki adminduk, kata dia, anak-anak tersebut tidak tersentuh program bantuan dari pemerintah, seperti Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan bantuan sosial lainnya. Bahkan mereka juga kesulitan untuk sekolah.
"Kami berharap pengurusan administrasi kependudukan atau surat-surat pentingnya itu dipermudah, supaya kami sebagai pengasuh bisa gampang membawa ke puskesmas atau ke rumah sakit," imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Surabaya Agus Sonhaji mengatakan, pengurusan akta kelahiran maupun KK saat ini, sudah lebih mudah dengan menggunakan aplikasi e-Klampid.
"Justru, dengan adanya e-Klampid warga atau pemohon adminduk semakin mudah, cukup mengakses dari rumah," kata Agus.
Mengenai persoalan di atas, Agus menaksir, ada beberapa kemungkinan yang terjadi. Misalnya, pengasuh panti tidak mengerti prosedur terbaru pengurusan adminduk. Selain itu, pengasuh tidak mengerti siapa yang ditanyai saat mengurus adminduk di kelurahan.
"Bisa saja yang ditanya itu tukang parkir atau mungkin melalui calo. Kalau ke loket biasanya langsung ditangani petugas kelurahan," ucapnya.
Meski begitu, ia memastikan pihaknya dalam waktu dekat ini akan ke Panti Asuhan untuk mengurus akta kelahiran anak-anak eks Dolly. "Mereka bisa mendapatkan akta kelahiran melalui KK dari panti asuhan," tandasnya.