22 November 2024
12:25 WIB
RUU Perampasan Aset Didrop, RUU Tax Amnesty Masuk Prolegnas, DPR Tuai Kritik
Dipertanyakan, RUU yang berpotensi membebaskan pelanggar pajak dari tanggung jawab masa lalu jadi prioritas, sementara RUU Perampasan Aset untuk pemberantasan korupsi, justru diabaikan.
Pengamat Hukum dan Pembangunan Hardjuno Wiwoho.dok. HMS center
JAKARTA - Langkah DPR memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2024, mendapat kritik tajam. Keputusan ini dinilai janggal, karena RUU Tax Amesty secara mendadak masuk dalam longlist usulan Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Langkah ini lalu menuai pertanyaan. Seperti yang dilontarkan Pengamat Hukum dan Pembangunan Hardjuno Wiwoho dalam keterangannya yang diterima Jumat (22/11).
“Mengapa kebijakan yang berpotensi membebaskan pelanggar pajak dari tanggung jawab masa lalu menjadi prioritas, sementara RUU Perampasan Aset—yang memiliki dampak besar dalam pemberantasan korupsi—justru diabaikan?,” ucap Hardjuno.
Dia pun menilai keputusan ini sebagai bentuk ketidakseriusan DPR dalam memberantas korupsi.
“RUU Perampasan Aset adalah instrumen penting untuk mengembalikan kerugian negara akibat korupsi dan tindak kejahatan ekonomi lainnya. Tanpa adanya regulasi ini, aset-aset yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat, akan terus terhenti di tangan para pelaku kejahatan,” ujarnya.
Menurut Hardjuno, keputusan untuk tidak memprioritaskan RUU Perampasan Aset, sangat melemahkan komitmen pemberantasan korupsi. Padahal, regulasi ini dapat mempercepat proses pengembalian aset negara yang dikorupsi.
“RUU ini penting untuk memastikan keadilan. Hasil korupsi harus dikembalikan ke rakyat, bukan justru dibiarkan menjadi aset pribadi yang dinikmati segelintir orang,” ujar Hardjuno.
Dia juga mempertanyakan alasan mendadak di balik prioritas RUU Pengampunan Pajak. “DPR seharusnya mendahulukan kepentingan yang lebih besar, yakni memberantas korupsi, bukan meloloskan kebijakan yang berpotensi memberikan keuntungan bagi segelintir pelaku pelanggaran pajak,” pungkasnya.
Inisiatif DPR
Sebelumnya, Ketua Komisi XI Misbakhun mengatakan, Komisi XI mengambil inisiatif menjadi pengusul Revisi Undang Undang No.11 Tahun 2016 tentang Tax Amnesty, pasca mendengar informasi dari Baleg DPR pada pertemuan dengan OJK yang menegaskan ada usulan mengenai Prolegnas Prioritas tahun 2025.
Menurut dia, Komisi XI dirasa lebih tepat menjadi pengusul karena memiliki pengalaman membahas mengenai pengampunan pajak dalam tax amnesty yang telah dilakukan pemerintah sebelumnya.
"Masyarakat kelas menengah ke bawah kini sebetulnya tengah dalam masalah tekanan daya beli, akibat pendapatannya yang tak mampu mengimbangi kenaikan inflasi. Tercermin dari laju konsumsi rumah tangga yang bahkan sudah tiga kuartal tak lagi mampu tumbuh di atas lima persen membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia lajunya makin pelan," katanya.
Hal ini pun menuai protes sejumlah kalangan. "Untuk ketiga kalinya pemerintah Indonesia akan melaksanakan program pengampunan pajak bagi para pengemplang berdekatan dengan keputusan pemerintah lainnya untuk menaikkan tarif pajak pertambahan nilai menjadi sebesar 12 persen di tahun depan," ujar Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI) Tantan Taufiq Lubis di Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan, pihaknya melihat ada akrobat Ketidakadilan dalam kebijakan Kebijakan tersebut. Meski tax amnesty dan kenaikan PPN ini dua hal yang berbeda, kata Tantan, tapi keduanya sama sama terkait pajak yang melibatkan golongan masyarakat dengan strata pendapatan yang berbeda.
“Di sini menjadi nampak perbedaan perlakuan terhadap para wajib pajak, rakyat kecil di tekan kenaikan pajak, sementara di sisi lain ada kelompok masyarakat kaya yang mendapat privilege pengampunan pajak," tuturnya.
Sekadar mengingatkan, kenaikkan PPN sendiri dikenakan terhadap seluruh transaksi barang dan jasa yang dilakukan masyarakat, baik itu kelas menengah ataupun masyarakat miskin.
"Maka, tak heran kini mulai marak di media sosial masyarakat yang menyatakan rakyat kecil dihantam PPN, orang kaya dapat pengampunan pajak. Masalah ini menjadi semakin pelik jika isu 'ketidakadilan' tersebut dieskalasi dalam skala yang lebih besar. Bisa melahirkan gerakan pembangkangan sipil atas kebijakan pemerintah yang dirasakan memberatkan dan tidak adil," ujar Tantan.