31 Mei 2025
14:39 WIB
RUU KUHAP Diharap Setarakan Kewenangan Penegak Hukum
Polri bisa menghentikan penyelidikan semaunya karena tidak diatur dalam KUHAP, sehingga hal ini dinilai perlu diatur oleh KUHAP baru
Penulis: James Fernando
Editor: Nofanolo Zagoto
ilustrasi penyusunan rancangan UU. Shutterstock/stoatphoto
JAKARTA - Pemerintah dan DPR diharapkan menyetarakan kewenangan penegak hukum ketika melakukan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Utamanya, Kejaksaan dan Kepolisian.
Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto mengatakan, belakangan ada wacana terkait kewenangan Polri sebagai penyidik diambil alih oleh Kejaksaan. Korps Bhayangkara hanya memiliki kewenangan sebatas penyelidikan.
Wacana ini muncul karena selama ini penyidik Polri dianggap sering abuse of power dan terlibat dalam konflik kepentingan, sehingga membuat tidak objektif.
"Karena itu, revisi KUHAP harus memastikan bagaimana posisi Polri dan Kejaksaan. Ini tidak boleh ada yang dilemahkan dan tidak boleh ada yang dikuatkan. Sesama penegak hukum kewenangannya harus setara sesuai tupoksinya," kata Bambang, kepada Validnews, Sabtu (31/5).
Menurutnya, penambahan kewenangan Kejaksaan dan pengurangan fungsi Polri hanya akan memindahkan masalah tanpa ada penyelesaiannya. Kesesimbangan diperlukan antara penegak hukum.
"Lord Acton pernah bilang power tends corrupt, absolute power, corrupt absolutely itu akan terjadi bila kewenangan terpusat," tambah Bambang.
Memang saat ini, kata Bambang penyidik Kepolisian memiliki kewenangan besar. Polri bisa menghentikan penyelidikan semaunya karena tidak diatur dalam KUHAP. Nah, hal inilah yang perlu diatur oleh KUHAP baru.
Dengan begitu, kewenangan Polri dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan harus memiliki batas waktu tertentu dalam KUHAP baru. Sebab, saat ini, proses penyidikan di Polri memakan waktu lama. Bahkan, proses penyelidikan bisa dihentikan dengan alasan subjektif.
"Jadi, setiap laporan pada polisi harus ditindaklanjuti dalam koridor kontrol dan pengawasan, baik Jaksa maupun pengadilan. Nah inilah yang harus diatur dalam KUHAP," saran Bambang.
Dia mencontohkan penanganan kasus pembunuhan Vina dan Eky Cirebon. Penanganan kasus ini terkesan dipaksakan. Alat bukti tidak lengkap, kemudian kesaksian terkesan dipaksakan, sementara pihak Kejaksaan hanya menerima hasil penyidikan dari polri tersebut.
"Akhirnya akan memunculkan masalah baru, seperti itu kan harus harus diantisipasi dalam KUHAP. Demikian juga dengan kasus-kasus yang mangkrak bertahun-tahun hanya berputar-putar pada penyelidikan saja, tidak segera ditingkatkan menjadi penyidikan," imbuh Bambang.